TIGA PULUH TIGA

6.4K 463 44
                                    

Daisy POV

Persetubuhan yang kami alami, membuatku semakin yakin Erol adalah suamiku meski aku tak bisa mengingatnya. Sentuhan dan tatapan penuh cintanya membuatku terbuai. Aku memintanya menjelaskan semuanya secara detail. Dari situlah aku mengerti bagaimana kami bertemu. Luka-luka dan kekecewaan yang mewarnai pernikahan kami. Sakit dan perih yang membawa kami hingga ketahap ini. Aku sulit menerimanya. Aku membencinya. Erol memperlakukanku bagai barang meski dia meminta maaf berulang kali, namun aku tidak bisa memaafkannya semudah itu. Bahkan saat dia mencoba menyentuh tanganku, secara refleks aku menolaknya. Wajah Erol terkejut seketika, penyesalan sudah terlambat. Melihat responku yang dingin, dirinya bangkit dan meninggalkanku sendirian di kamar besar ini. Aku masih merenung lama atas semuanya ketika aku mendengar suara ribut-ribut dari arah luar. Aku segera mengenakan pakaianku dan membuka pintu. Beberapa pelayan berlarian panik.

"Tunggu!" aku berlari dan menghampiri salah satu pelayan yang lewat. "Apa yang terjadi?" tanyaku dengan napas tersenggal-senggal.

"Tuan Besar mencoba bunuh diri lagi." Jawabnya singkat. "Maaf, Nyonya. Saya sedang buru-buru." Pelayan itu berlalu pergi. Tubuhku mematung. Tuan Besar? Siapa? Masih dengan pikiran kosong aku menuruni tangga dan mengikuti para pelayan yang berlarian. Hingga aku berhenti di sebuah pintu besar. Pintu itu terbuka seketika, aku bisa melihat Erol yang terbaring diatas sebuah matras. Dua orang dokter berusaha memompa jantungnya dan satunya mengecek apa ada respon dari Erol. Tubuhku beku. Tuan Besar mencoba bunuh diri lagi. Kata-kata itu tergiang dikepalaku berulang kali, aku merasakan kepalaku yang mulai terasa sakit.

"Anda tidak bisa di sini, Nyonya." Seorang pria bertubuh tinggi besar menghalangiku. Tangannya mendorong tubuhku menyingkir namun tidak menyakitiku. Dirinya menutup pintu seketika. "Saya Carolus, tangan kanan Tuan Erol." Aku hanya mengangguk, masih dengan tampang kosong. Erol yang terbaring tak berdaya memenuhi pikiranku, tapi aku tak mengerti. Haruskah aku menangis? Atau aku tertawa?

"Erol... bagaimana dia..."

"Sebaiknya anda kembali ke kamar anda, Nyonya. Kami sudah terbiasa dengan ini. Kami akan melakukan yang terbaik."

"Tapi aku..."

"Jangan dekati Tuan lagi." Kata Carolus kemudian.

Aku menatap syok, "A... apa?"

"Saya akan mengembalikan anda jika anda ingin kembali kepada CEO Kei." Aku masih tak mengerti, mengembalikanku? "Itu yang anda inginkan, saya akan penuhi itu. Seluruh resiko, saya yang bertanggung jawab. Saya tidak bisa membiarkan anda menyakiti Tuan lebih dari ini." Terang Carolus tegas.

"Tapi Erol yang membawaku kemari... aku..."

"Tuan berpikir anda adalah istrinya yang terdahulu, itulah mengapa saya patuh untuk merebut anda dari CEO Kei. Namun sepertinya hal yang salah membawa anda kembali. Anda bukanlah Nyonya saya terdahulu meskipun anda hanya kehilangan sebagian ingatan anda. Tuan sudah menderita selama bertahun-tahun lamanya karena penyesalan akan anda. Tetapi bukanlah kebahagiaan yang anda berikan, anda justru menambah luka yang baru."

Aku terdiam tak bisa berkata, memang benar jika aku membenci Erol karena perlakuannya. Aku menatap wajah keras Carolus. "Kamu tak perlu mengantarku, aku bisa menjaga diriku sendiri." Jawabku dan berlalu pergi. Aku segera mengepak beberapa baju dan memasukkannya kedalam tas kecil. Mataku menatap sekali lagi video pernikahan kami yang masih berjalan. Aku menghela napas panjang, aku tidak tahu harus apa. Aku tidak bisa mengingat perasaanku yang dulu terhadap Erol. Wajar jika aku membencinya sekarang. Aku segera berlalu pergi tanpa menoleh sedikitpun, Carolus berdiri di pintu menungguku.

"Anda pasti akan memerlukan ini." Carolus memberiku sebuah amplop. Aku tahu isinya adalah uang. Aku menatap wajahnya tajam dan berlalu pergi tanpa ingin mengambil apa yang disodorkannya. Aku harus berjalan cukup jauh untuk mendapatkan sebuah transportasi umum. Namun aku tak memiliki uang. Aku mengenakan masker dan mengikat rambutku. Aku terus berjalan, langit mulai gelap dan pada akhirnya aku berhenti pada sebuah warung mie ayam. Warung tersebut terlihat sibuk dan kekurangan tenaga. Aku memasukinya. Aku melihat seorang ibu-ibu tua yang masih sibuk menyiapkan minuman. Sementara seorang pemuda sedang memasak pesanan.

Caramel Sunset (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang