FEROX - 5

37 5 0
                                    

"Nabila? Bangun, Bil!" Tangan Jordi gemetar saat menangkup dan menepuk pipi Bilqis. Jordi menyeka darah yang mengalir melewati mata kanan Bilqis, emosinya kian memuncak melihat wajah Davi yang menyesal. Rasanya Jordi ingin membunuh Davi hari ini juga, tapi bahunya ditahan oleh Aurel waktu dia ingin berdiri dan memukul Davi.

"Lo lebih milih mukulin tuh psikopat apa liat Bilqis mati kehabisan darah?"

Buru-buru Jordi meraih Bilqis dalam gendongannya dan berlari menuju parkiran di ikuti sahabat-sahabatnya. Jordi baru ingat kalau dia tidak membawa mobil, seperti menjawab kebingungan Jordi, Aurel langsung melemparkan kunci mobilnya ke Raihan.

"Sini, Rai, gue yang bawa."

"Nggak, Jo. Kalo lo yang bawa bisa-bisa si Bilqis mati sebelum sampe rumah sakit. Lo duduk di belakang aja sambil nahan darahnya keluar."

"Kebetulan tadi pagi gue beli sapu tangan kelebihan sepuluh biji, tuh ada di mobil Aurel. Biar gue yang ambil." Marizka berlari kecil dan meraba-raba belakang tempat duduk.

"Jo, mending lo cepetan masuk mobil deh. Uweng lo duduk di depan sambil bukain bungkus sapu tangan." Nayla memerintah. "Gue sama Fahrul naik motor Jordi. Tisya, Rara, Fairuz, Aurel sama Iklal naik mobilnya Rara."

Motor yang dikendarai Fahrul memimpin jalan mereka menuju rumah sakit. Mereka sempat berhenti sebentar di gerbang sekolah, karena satpam sekolah tidak mau membukakan gerbangnya.

"Mau bolos? Gak bisa, nanti saya di pecat." Satpam itu tidak mau membukakan pintu dan melengos menjauh.

"Lo mau di pecat jadi satpam apa gak dapet kerjaan seumur hidup? Cepetan buka!" Rara berseru tidak sabar.

Satpam sekolah langsung membuka gerbang dengan lebar dan membiarkan mereka pergi.

Fahrul mengarahkan mereka ke Rumah Sakit Cemara karena paling deket dari sekolah, lagian juga rumah sakit itu milik keluarganya.

Keadaan di dalam mobil Aurel sangat panik. Baju seragam Jordi telah dipenuhi darah dari kepala Bilqis-karena dia menaruh kepala Bilqis di pahanya. Marizka pindah menjadi duduk di belakang dan membuka bungkus sapu tangan dengan gerakan gesit, dia juga membantu Jordi memberhentikan darah Bilqis dengan menekan pelipisnya.

"Lo suka sama Bilqis, Jo?" Marizka bergerak membukakan dasi dan gesper yang di pakai Bilqis. Entah apa gunanya, Jordi juga tidak tahu.

"Emmmmm.... Gak tau. Gue juga bingung. Gue seneng ngeledekin dia, tapi gue gak seneng kalo dia kenapa-napa."

"Diliat dari sudut pandang mana pun, lo keliatan jelas suka sama dia." Marizka menggulung dan menaruh dasi serta gesper Bilqis di dashboard mobil. "Tapi cepet banget lo suka sama Bilqis. Perasaan baru beberapa hari yang lalu lo kenal dia."

"Gue suka pada pandangan pertama dong?"

"Iya." Marizka menengadah menatap Jordi. "Mata lo berkaca-kaca tuh. Inget ye, lo jangan mainin Bilqis, dia baik."

"Dih sok kenal ama Bilqis," celetuk Raihan.

"Gue sebenernya kenal Bilqis udah lama, dia ngebantuin gue pas MOS. Mungkin dia inget, tapi menolak inget gara-gara gue tukang bully." Marizka tertawa pelan. "Yah, intinya dia berjasa. Kalo gak ada dia gue udah mati."

"Alay bet lu." Raihan lagi-lagi menyeletuk.

"Gara-gara apa lo bisa kenal dia?" Jordi bertanya.

"Ntar lagi gue jawab. Udah sampe." Marizka melihat Raihan membelokkan mobilnya ke arah parkiran.

***

Jordi keluar dari ruangan Bilqis di rawat dan melangkahkan kakinya menuju kantin rumah sakit. Cowok itu duduk di sebelah Fairuz yang sedang menikmati makanannya.

"Lo gak makan?" Fairuz menyuapkan satu sendok ke mulutnya.

"Gue belum lapar."

"Jordi, baju lo penuh darah, mau belanja gak? Sekalian beli baju buat pacar lo." Tisya merogoh saku seragamnya untuk mengambil uang.

Jordi tersedak salivanya sendiri mendengar kata 'pacar' keluar dari mulut sahabatnya itu.

"Yang jaga Bilqis siapa dong?"

"Gue aja." Marizka mengajukan diri. "Tapi beliin baju ye, eh Hoodie aja deh, celana juga, terserah apa aja warnanya. Beliin juga si Bilqis, siang ini kalo udah sadar bisa langsung pulang, kan?"

***

Bilqis bangun tidak lama setelah Marizka masuk membawa plastik berisi makanan ringan. Pusing masih menguasai kepalanya saat dia ingin duduk.

"Gak usah duduk, rebahan kan lebih enak." Marizka mengambil satu ciki dan membukanya. "Lo masih inget gue, kan? Kok pura-pura lupa sih? Udah kayak judul lagu aja."

"Masih." Lemas mendominasi suaranya. "Gue gak tau nama lo. Takutnya pas manggil lo, gue malah di ketawain sama temen-temen lo gara-gara sok kenal."

"Ah, jadi selama dua tahun ini kita kenal tapi pura-pura gak kenal ya?"

"Yang bawa gue ke sini siapa? Gak mungkin lo, kan?" Bilqis mengalihkan pembicaraan.

"Sahabat gue. Semuanya. Kita bolos dong." Marizka menoleh dan berhenti memakan cikinya. "Sakit gak di jedotin?"

"Bangke! Lo masih nanya?" Bilqis menjawab sewot.

Marizka tertawa kencang.

"Oh, iya, kok lo sendirian di sini? Temen-temen lo pada kemana?"

"Beli baju."

"Hah?"

"Iya, beli baju, soalnya baju seragam kita penuh darah lo."

Jeda sejenak.

"Gue... Gue gak tau gimana cara bilang makasih sama kalian."

"Tinggal bilang makasih aja susah amat." Marizka bangkit berdiri dan berjalan menuju toilet.

"Em, Marizka." Bilqis memanggil saat Marizka duduk kembali.

"Uweng aja."

"Gue udah boleh pulang hari ini juga, kan? Nanti jangan anterin gue pulang ke rumah ya. Anterin gue ke hotel aja."

"Kenapa?"

Bilqis menghembuskan napasnya. "Males di tanya orang rumah. Gue juga bakal izin sekolah beberapa hari sampe perban di kepala gue di lepas."

"Nginep di rumah gue aja." Marizka berucap pelan.

"Apa? Nginep di rumah lo? Emangnya boleh?" Bilqis memegang tangan Marizka.

Marizka mengangkat kepalanya dan mengangguk antusias. "Boleh banget. Di rumah gak ada orang, orang tua gue jarang pulang, kakak gue kuliah di luar negri."

"Oke, gue nginep di rumah lo ya, untuk beberapa hari doang."

Selang beberapa menit kemudian pintu dikuak tanpa diketuk, munculah figur Jordi bersama antek-anteknya. Tapi mereka membiarkan hanya Jordi yang masuk. Jordi mendekati ranjang Bilqis dan berdiri di sebelah Marizka yang asik bermain ponsel.

"Lo udah sadar?"

Bilqis menatap Jordi kesal. "Gue udah duduk gini, lo masih nanya gue udah sadar apa belum?"

Jordi menyengir.

"Bil, lo tau gak si tadi, masa si Jor-emmm setan lepasin!" Jordi langsung membekap mulut Marizka dengan tangannya. Jordi menarik dagu Marizka agar melihatnya dan dia mengarahkan matanya ke arah pintu. Oke, Marizka mengerti dan sadar diri.

Setelah sosok Marizka hilang di balik pintu, Jordi duduk di tempat yang tadi di duduki Marizka dan matanya menatap Bilqis dengan intens.

"Kenapa liatin gue? Demen?" Bilqis balik menatap Jordi, bedanya dia menatap dengan sinis.

"Ah-eh, anu..." Jordi terbata. "Lo masih lemas gak? Kalo gak, nih ganti baju, kita pulang."

Bilqis mengambil paper bag yang di sodorkan Jordi. "Lo di sini aja. Jangan ngintip!"

Jordi mengangguk terpatah.

FEROXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang