4 - Tertinggal

70 14 0
                                    

Suara hujan deras terdengar dari dalam rumah. Sesekali bergemuruh dan memperlihatkan cahaya kilat yang menakutkan.

Teman-teman Rean sudah pada pulang sehabis solat Maghrib tadi. Saat ini Tazia sedang memeluk guling dengan erat karena ketakutan. Ingin pergi ke kamar Rean, tapi ia terlalu takut untuk keluar kamar. Keadaan rumahnya itu pasti gelap. Ingin mengirimi pesan, takut karena ada petir. Jadi, ia lebih memilih untuk di dalam kamar sendirian dan memeluk guling kesayangan. Tanpa berniat untuk pergi ke alam mimpi.

Beberapa menit kemudian, terdengar suara bel dari bawah. Jadi, mau tak mau Tazia harus keluar kamar dan menghampiri Rean untuk menemani ke bawah.

Ceklek.

Pintu kamar Rean terbuka. Menampilkan tubuh cowok itu yang sedang rebahan di atas kasur sambil bermain ponsel.

"Kak, di bawah ada yang nge-bel tuh." Suara Tazia terdengar seperti habis bangun tidur. Serak.

Tazia berjalan mendekat ke arah Rean yang sudah bangun dari rebahannya.

"Bukain aja sih," lalu meletakkan ponselnya sembarang.

"Takut, Kak." Cicit Tazia.

Rean berdecak sebal. "Ayo, gue temenin."

Mereka berdua berjalan menuju lantai bawah. Menuruni anak tangga satu persatu dengan hati-hati. Hingga saat ada gemuruh petir, Tazia terlonjak dan menggandeng tangan Rean dengan ketakutan.

"Lo lagi geludug gini berani-beraninya main hape,"

"Gabut gue,"

Rean tampak tak risih karena beberapa kali Tazia sudah biasa seperti ini.

Di rumah ini hanya ada Rean dan Tazia. Sepertinya kedua orangtuanya itu sekarang lebih memilih menginap di kantor dibanding pulang.

Dan Rean juga Tazia sudah terbiasa hidup seperti ini semenjak papa dan mamanya bercerai beberapa bulan yang lalu.

Rean membuka pintu rumah dengan posisi tangan yang masih setia digandeng oleh Tazia.

"Lepas dulu napa, Ta. Gue di sini, gak bakal ke mana-mana."

Dengan sangat terpaksa, Tazia melepas gandengan itu dan membiarkan Rean membuka pintu dengan gerakan leluasa.

Saat pintu terbuka, terlihat Rizan yang kebasahan karena menerobos hujan selebat ini. Entah ada apa ia balik lagi ke sini.

"Jan, lo kenapa balik lagi? Pake hujan-hujanan segala lagi," ucap Rean.

Rizan meringis kecil lalu terkekeh. "Iya, nih. Gue mau ambil hape gue, ketinggalan."

Rizan terlihat menggesekkan kedua telapak tangannya. Guna meredakan rasa dingin di sekujur tubuhnya.

"Kak, ajak Kak Rizan masuk dulu aja. Kasian dia kedinginan tuh,"

Rizan tersenyum mendengar penuturan Tazia.

"Gak usah, Dek. Gue mau langsung balik aja, udah terlanjur kuyup juga ini."

"Hape lo ada di mana, Jan?" Tanya Rean.

"Kayaknya ada di sofa deh,"

Rean melirik ke arah Tazia. "Ta, ambilin gih."

"Oke, tunggu sebentar ya."

Tazia segera mengambil ponsel Rizan. Tak ada percakapan antara Rean dan Rizan di depan pintu.

Tazia tersenyum ketika menemukan ponsel milik kakak kelasnya itu. Lalu, ia bawa ke hadapan Rean dan Rizan.

"Nih, Kak hapenya." Tazia memberikan ponsel itu kepada Rizan dan langsung diambil olehnya.

"Masukin tas aja, Kak. Eh, tapi tasnya basah ya?"

"Iya, gak pa-pa deh. Kalo di kantong takut jatoh,"

"Yang lain udah pada balik, Jan?" Tanya Rean.

"Udah pada molor lagi kali mereka mah, Yan." Rizan tertawa kecil. "Ya udah, makasih ya. Gue mau langsung balik,"

"Gak mau nunggu reda dulu, Kak? Deras banget loh hujannya,"

"Gak usah, nanti kemaleman gak enak sama lo berdua."

"Ya elah, Jan. Kayak ke siapa aja lo,"

"Ganti baju dulu atuh? Pinjem baju Kak Rean, boleh 'kan, Kak?" Tazia melihat raut wajah Rean.

"Iya, Jan. Daripada lo masuk angin nanti, abis itu lo balik pake jas ujan gue biar gak keujanan lagi."

Beruntungnya adik-kakak ini sangat pengertian dan baik. Mereka memang diajarkan untuk berbuat baik kepada siapapun oleh mama kandungnya sejak kecil.

"Ya udah deh, kalo kalian maksa gue bisa apa."

Lalu, mereka bertiga tertawa dan segera masuk ke dalam rumah.

•••

VOTE COMMENT💚

RIZZIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang