Sebuah mobil melaju dengan kecepatan sedang. Di dalamnya ada Wira, Ella, dan Tazia. Mereka baru saja pulang dari rumah Reni. Dan sekarang rumah Reni kembali sepi, ia kembali merasa sendiri. Tak ada yang menemani.
Sampai di depan rumah, Tazia segera turun dari mobil dan berlari menuju rumah. Ia meninggalkan Wira dan Ella yang masih berada di dalam mobil. Biarkan saja yang penting sekarang Tazia sangat ingin tahu dan meminta penjelasan kepada Rean.
Baru saja Tazia memasuki ruang televisi. Langkahnya terhenti karena matanya melihat beberapa cowok yang tengah duduk bersama di sofa.
"Eh, Ta, udah balik? Gue kira lo nginep lagi di rumah Mama," sambut Rean. Tazia mengerjap. Ia meringis sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu.
"Ehm, Kak. Bisa ikut gue dulu gak? Ada yang mau gue tanyain," ucap Tazia sesopan mungkin.
Bagaimana tidak, di sana ada teman-teman SMA Rean. Bahkan, ada Aree! Tak tanggung-tanggung, di sana juga ada Rizan dan cewek barunya.
Tazia mengajak Rean ke taman belakang. Mereka duduk di sebuah bangku yang tersedia menghadap ke arah kolam renang.
"Kenapa, Ta?" Tanya Rean sambil tersenyum tidak jelas. Tazia tak tahu apa arti senyuman itu.
"Kak..." Suara Tazia serak. "Kenapa lo gak bilang ke gue? Lo jahat, Kak!"
Rean menyunggingkan senyum. "Sebenernya gue tau lo pasti bakal tau semuanya dari mereka langsung. Jadi, gue biarin aja semuanya berjalan dengan semestinya. Anjay, bahasa gue gak kuat banget!" Ia tertawa.
Rean menatap wajah Tazia. Matanya terlihat berkaca-kaca. Sebelum air mata adiknya itu meluncur, ia segera menarik tubuh Tazia ke dalam pelukannya. Ia mengusap punggung Tazia lembut. Tazia memberontak. Ia memukuli dada bidang Rean.
"Jahat lo, Kak!" Lirih Tazia. "Lo bikin gue merasa bersalah banget sama Ibu, gue gak tau lagi harus gimana. Gue gak enak sama dia, Kak. Lo jahat..."
"Syuttt, cup cup. Udah ah, jangan nangis dong. Malu ada Aree loh,"
Tazia melepaskan pelukannya. Tangan Rean terulur untuk mengusap jejak air mata di pipi Tazia.
"Udah ya. Maafin gue, okey? Gue bukannya gak mau cerita ke elo, Ta. Tapi, gimana ya. Gak sempet Ta cerita begituan. Gue denger curhatan lo aja disempet-sempetin." Jujur Rean.
Tazia menarik cairan yang ada di hidungnya. Itu akibat ia menangis tadi.
"Ternyata Ibu sebaik itu, Kak."
Rean tersenyum sambil mengangguk. "Iya, itu sebabnya gue gak pernah masang wajah sinis atau ketus kayak lo." Ia terkikik.
Tazia mencubit pinggang Rean. Cowok itu meringis. Bukan karena sakit tapi karena geli.
"Gak asik lo! Gak ikutan sinis kayak gue. Mana waktu itu gue pernah begitu pas ada Kak Rizan lagi, Kak. Aduh, gawat ini mah dah ah!" Tazia mengusap wajah frustrasi.
"Makanya, sekarang lo gabung ke sofa. Bakal ada perundingan hebat nanti. Udah mandi belom lo?"
Tazia berusaha mengingat-ingat. Apakah dirinya sudah mandi atau belum.
"Udah belum ya? Ih udah belum sih, Kak? Tadi soalnya gue dijemput Ayah pas gue lagi asik di kamar Mama,"
Rean mendekap kepala Tazia. "Dasar lo! Gue yakin lo belum mandi. Mandi dulu sana! Sekalian beresin baju-baju lo,"
Rean beranjak dan kembali ke sofa menghampiri teman-temannya. Tazia berjalan mengikuti Rean, namun ia berjalan ke atas menuju kamarnya untuk membersihkan diri.
"Bentar ya, dia mau mandi dulu."
"Belum mandi aja tetep cantik ya,"
"Mikir apa lo heh, bangsat."
KAMU SEDANG MEMBACA
RIZZIA
Teen FictionBerawal dari saling DM di Instagram. Tazia jadi memiliki perasaan. Namun, ia pikir, untuk apa mengejar dia yang entah sudah ke mana? Lebih baik dengan yang sudah ada di depan mata. Rizan, kakak kelas Tazia yang menurutnya memiliki wajah yang mirip d...