Tazia dan Vita kini sedang berjalan menuju kantin. Sampai di kantin mereka berpencar untuk memesan makanan dan minuman sesuai selera. Selesai memesan, keduanya saling menghampiri dan matanya sibuk mencari tempat duduk kosong.
Terdengar suara seorang cowok yang memanggil nama Tazia sambil mengangkat sebelah tangannya ke atas.
"Ta, sini aja!" Ajak Rean yang tengah duduk bersama teman-temannya.
Tazia tersenyum tipis lalu mengangguk. Tak lupa ia mengajak Vita untuk mengikutinya.
Tazia duduk di hadapan Rean, tepat di samping kanan Rizan.
"Tumben lo nawarin gue buat duduk bareng?" Tanya Tazia pada Rean.
Rean tengah meminum es kopi yang dipesankan oleh Lio tadi. Katanya agar tak ngantuk saat jam pelajaran nanti.
"Kenapa? Gak mau duduk bareng gue? Masih untung lo gue ajak, jadi bisa makan dengan tenang. Coba kalo enggak? Mau makan di mana emang lo?" Cerocos Rean.
Tazia memutar bola mata jengah. "Iya-iya, bawel."
"Lagi pula, Dek. Salah satu di antara kita ada yang seneng loh kedatengan adeknya Rean," celetuk Eri sambil melirik Rizan.
Rizan melotot ke arah Eri. Lalu, Eri tertawa.
"Siapa, Kak?" Tanya Tazia.
"Siapa lagi kalo bukan-"
Ucapan Eri terpotong karena ada yang mengalihkan pembicaraan. Dan orang itu adalah lanjutan dari ucapan Eri.
"Dek, gak ada yang mau lo omongin ke gue?" Tanya Rizan sambil menatap wajah Tazia yang hanya terlihat dari arah samping.
Selesai memasukkan ketoprak ke dalam mulut dan mengunyahnya, Tazia menengok ke arah Rizan.
"Hm? Apaan? Gak ada kok,"
Rizan tersenyum terpaksa, sedikit terdengar lirihan di sana. "Oke."
"Ada apa nih, kayaknya ada yang kita gak tau nih tentang Rizan-Tazia." Ucap Lio penasaran.
"Gak ada," jawab Rizan singkat.
Sebenarnya Tazia paham dengan pertanyaan Rizan tadi. Namun, ia tak mau membincangkan hal tersebut di depan umum. Terlebih teman-temannya Rean yang tidak berhak mengetahui masalahnya yang kemarin.
Rizan beranjak, ia berdiri dari tempat duduk itu dan hendak bergegas entah ke mana. Ia menatap ke arah Rean dan dibalas anggukkan oleh cowok itu. Seolah paham dengan kode yang diberikan oleh Rizan.
"Dek, balik sama gue ya." Ucap Rizan pada Tazia.
Mendengar itu, ada yang tidak diketahui oleh Vita. Teman sekelas sekaligus teman sebangkunya Tazia. Vita akan meminta penjelasan pada Tazia setelah ini.
Tazia mengernyit bingung, ia menatap Rizan. "Gue 'kan sama Kak Rean, Kak." Cicitnya.
"Kali ini gue lagi gak ada urusan kok, Ta." Ucap Rean dengan nada santainya.
"Urusan apaan nyampe rumah bisa duluan," cibir Tazia.
"Ya, Dek? Gue cabut dulu," kata Rizan dan melangkahkan kaki menjauh dari keberadaan mereka.
Tazia menghela napas pelan. Ia melirik ke arah Rean yang sedang tersenyum tidak jelas. Lalu ia melanjutkan makan dan segera menghabiskannya.
•••
Tazia diajak ke sebuah tempat yang kata Rizan adalah basecamp ia dan teman-temannya. Yang termasuk kakaknya sendiri. Mereka berdua duduk bersampingan sambil menatap awan yang nampak kelabu.
"Kak,"
Rizan sengaja tak membuka suara. Ia membiarkan adik kelasnya itu yang memulai pembicaraan.
Rizan melirik Tazia. Tanda menanggapi ucapan Tazia tadi.
"Buat yang semalem, sorry ya?"
Rizan menyunggingkan senyum. "Sorry kenapa?"
"Gara-gara suasana hati gue lagi gak baik, lo jadi gagal ajak gue ke pasar malem."
"Santai aja, bisa lain kali."
"Gimana kalo abis ini kita jalan? Main ke mana gitu, ke Mall kek, ke mana kek, nonton." Ucap Tazia antusias.
Sepertinya Rizan sedang menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya. Sehingga menanggapi perkataan Tazia dengan tenang dan santai.
"Boleh," Rizan terkekeh kecil.
"Oh iya, soal curhatan gue yang itu. Cuma lo yang tau, Kak."
Rizan menatap wajah Tazia sepenuhnya. "Cuma gue? Gak ada lagi yang lain? Temen sebangku lo yang tadi?"
Tazia tersentak ketika mendengar Rizan mengatakan 'teman sebangku'.
"Tau dari mana lo kalo Vita temen sebangku gue?"
"Gue pernah nungguin lo di depan kelas buat balik bareng kalo lo lupa,"
"Terus lo ngintipin, gitu?" Tazia memicingkan mata.
Rizan tertawa. "Seperti yang lo pikir,"
Tazia mengangguk-anggukkan kepala kecil. "Gue harap lo bisa jaga rahasia. Jangan kasih tau siapa-siapa ya, Kak?" Mohon Tazia dengan raut wajah yang sendu.
Tangan Rizan terulur ke depan untuk mengusap kepala Tazia lembut. Sambil tersenyum mantap.
"Lo tenang aja, cowok macem gue mana ada ngebocorin masalah orang?"
Tazia terkekeh. Ia merasa sedikit lega ketika ada orang lain yang bersedia mendengarkan curhatannya selain Rean yang bahkan sama-sama terluka seperti dirinya.
"Lagian, lo kenapa gak chat gue dulu sih kalo mau ke rumah ngapelin gue?" Tanya Tazia sedikit menggoda.
"Kan niatnya biar surprise gitu, Dek. Eh, taunya ada bokap-nyokap lo. Gagal deh mau seneng-seneng tanpa deg-degan dulu,"
Tazia tertawa. Kali ini tawanya tidak dibuat-buat. "Mereka emang gak bisa diprediksi kayak cuaca, Kak. Bisa jadi kemaren pulang ke rumah, bisa jadi lagi pulang-pulang nanti tahun depan. Entahlah, gue gak ngerti sama jalan pikiran mereka."
Tazia tersenyum kecut. Rizan menepuk-nepuk bahu Tazia. Berusaha menguatkan cewek itu.
"Katanya mau jalan? Ayo, nanti keburu ujan." Rizan bangkit lalu memakai jaket berbahan jeans miliknya.
Keduanya memutuskan untuk pergi ke Mall dan menghabiskan waktu dengan menonton bioskop.
Sebelum film mulai, ponsel Tazia bergetar. Tanda ada sebuah pesan masuk. Ia melihatnya.
areemldi : aku bakal selalu ada di samping kamu, kamu butuh aku tinggal bilang aja sayang
Tazia terkejut. Ia tak menyangka akan mendapat respon seperti itu. Karena ada beberapa pesan di atasnya yang bisa dibilang seperti drama yang dibuat oleh dirinya sendiri juga sang alumni.
Ia tersadar, bahwa hubungannya dengan Aree dan Rizan akan rumit. Entah ke depannya akan bagaimana. Tazia tak tahu.
•••
Vote comment terimakasih💚
KAMU SEDANG MEMBACA
RIZZIA
Подростковая литератураBerawal dari saling DM di Instagram. Tazia jadi memiliki perasaan. Namun, ia pikir, untuk apa mengejar dia yang entah sudah ke mana? Lebih baik dengan yang sudah ada di depan mata. Rizan, kakak kelas Tazia yang menurutnya memiliki wajah yang mirip d...