6 - Diantar

62 11 0
                                    

"Balik sama Rijan, Ta?"

Tazia baru saja mengganti bajunya dan mendudukkan diri di sofa. Ia sudah dikejutkan oleh pertanyaan sang kakak.

Tazia menatap wajah Rean dengan penuh selidik.

"Lo ngintip dari jendela ya?!"

Rean tertawa. "Adek gue bucin sama temen gue, ya ampooon."

Tazia berjalan mendekat ke arah Rean. Ia memegang jidat Rean dengan punggung tangannya.

"Udah sembuh lo? Pantes,"

Tazia mendudukkan diri di samping Rean.

"Pantes apaan?" Rean mengernyitkan dahi.

"Bisa ngeledekin gue lagi,"

Rean mendorong jidat Tazia ke belakang. Membuat kepala Tazia bersandar ke sofa.

"Yeuhhh, dasar lo ya. Baju sama jas ujan gue udah dibalikin?"

Rean bangkit dan berjalan menuju dapur. Kembali dengan membawa segelas susu putih di tangan kanannya. Di atas mulutnya terlihat ada susu. Khas orang kalau minum susu putih seperti itu.

"Udahlah, lo gak masuk sih. Jadi, Kak Rizan nitipin ke gue."

"Iya, terus dia ngajak lo balik sama dia 'kan?" Goda Rean yang membuat Tazia sedikit tersipu.

Rean tertawa kencang. Senang sekali rasanya menggoda adiknya yang satu ini.

"Petrus aja sih, Ta. Jomlo tuh dia, selow."

Rean meletakkan gelas di atas meja lalu mengambil ponselnya.

"Apaan deh, Kak. Eh, btw lo sakit gara-gara apa sih?" Tazia menghadap ke arah Rean dan mulai mengganggu kegiatan serius kakaknya itu. Apalagi jika bukan main game.

"Gara-gara ngeliat doi lebih milih sama yang lain, huhu."

"Yehh, serius gue, Kak." Ucap Tazia sambil mengacak-ngacak rambut Rean.

Sebut saja Tazia tak sopan bertingkah seperti itu kepada Rean. Namun, melihat Rean tak masalah diperlakukan seperti itu. Jadi, fine-fine saja. Dan, melakukan hal itu sangat menyenangkan bagi Tazia.

"Malem-malem gue kebangun, haus pengen minum. Terus gue minum air es deh,"

Tazia menepuk pipi Rean pelan. "Kebiasaan! Udah tau sensitif sama yang dingin-dingin, jadi aja 'kan."

Ya, kedua kakak-beradik ini memang sensitif dengan air dingin. Bedanya, jika Rean akan demam sedangkan Tazia akan pilek dan bersin-bersin.

Rean terkekeh menanggapi ucapan Tazia barusan. "Biarin, sehat, Ta. Gue jadi gak sekolah sehari, 'kan lumayan."

"Lumayan apanya sih? Belajar yang bener, ego. Udah tau punya ortu kayak gitu,"

Rean menghentikan sebentar permainannya dan fokus melihat wajah Tazia.

"Hey, harusnya gue yang ngomong gitu ke lo." Lalu, Rean mencium pipi Tazia dengan cepat.

Rean kembali memainkan ponselnya. Sedangkan, Tazia mengerucutkan bibir.

"Gangguin elo main ah biar kalah," Tazia menekan-nekan pipi Rean dengan telunjuknya. Seperti memainkan squishy.

"Diem deh, Ta."

"Gak mau, enak giniin pipi lo, Kak. Berasa main squishy,"

"Ck, entar gue beliin squishy deh yang banyak."

"Enggak ah, emangnya gue bocah!"

"Lah emang iya 'kan? Lo bakal selalu jadi bocah di mata gue, Ta."

"Ish, nyebelin!"

"Daripada lo gangguin gue, mending lo mandi deh. Udah sore juga,"

"Emang lo udah mandi?"

"Udah dong, uhh rajin banget 'kan gue?"

Tazia menyentil jidat Rean. "Boong aja lo, baru sembuh juga udah mandi."

"Ya 'kan gue mandinya pake air anget, Ta."

"Iya dah serah lo aja. Sampe nanti malem demam lagi, awas aja ya."

"Gak bakal,"

Bukannya menuruti perintah sang kakak, Tazia justru asyik memainkan ponselnya. Membuat Rean menyudahi permainannya dan mulai memainkan aksinya.

"Heh, mandi curut! Mau gue mandiin lo!?"

Sontak Tazia langsung menyimpan ponselnya dan berlari menuju kamar mandi. Rean menertawakan tingkah adik manisnya itu. Sungguh, keduanya saling menyayangi dan tak ingin dipisahkan oleh apapun.

•••

Vote comment tengkyu💚

RIZZIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang