Tazia duduk di sofa sambil cemas dan menggerak-gerakkan kakinya. Ia menggigit bibir bawahnya dan mengerutkan kening. Ponselnya berada di genggaman. Tas ransel sudah tersampir di bahunya.
Rean yang kebetulan belum berangkat ke kampus pun melihat keberadaan adiknya itu.
"Lo kenapa, Ta? Kok belum berangkat juga? Udah jam enam lewat loh ini," ucap Rean sambil menatap wajah Tazia.
Tazia menghidupkan layar ponselnya, melihat jam. Pukul enam lewat lima belas menit.
"Lo nunggu Rizan?" Tanya Rean.
Tazia menunduk. Ia tidak mau mengeluarkan sepatah kata pun pada kakaknya itu.
"Coba chat deh Rizannya," saran Rean.
Sudah Tazia kirim pesan pada Rizan. Namun, pesannya itu tak kunjung dibalas.
"Gak dibales?" Tebak Rean.
Ini Kakak gue cenayang apa ya.. batin Tazia.
Rean berdecak kesal. "Ck, berasa ngomong sendiri gue dari tadi. Jawab napa, Ta."
Tazia memberanikan diri menatap wajah Rean. Dengan tampang memelasnya ia memohon pada Rean.
"Kak, anter gue ke sekolah ya?" Lirih Tazia.
Rean tersenyum seraya menghela napas pelan. Beruntung saat ini Rean sudah siap dengan penampilan seperti biasanya untuk ke kampus.
"Ayo." Ajak Rean.
Tazia sudah berada di boncengan Rean. Namun, Rean belum menancapkan gas juga. Entah mengapa.
"Pegangan yang kencang, Ta. Gue mau ngebut, takut lo telat."
Tazia memeluk pinggang kakaknya. Mau bagaimana pun, Rean tetaplah kakak kandungnya. Dan kakak kandung tak akan pernah membiarkan adiknya begitu saja. Tazia meringis. Merasa bersalah telah menyueki Rean tadi.
•••
"Ji!" Panggil Vita yang berjalan tak jauh di belakang Tazia.
Tazia menengok ke arah belakang. Terlihat Vita yang sedang melambaikan tangan dan berjalan semakin mendekat ke arahnya.
"Tadi lo dianter Kakak lo ya?" Tanya Vita.
Tazia tersenyum tipis sambil mengangguk.
"Kok tumben? Biasanya sama Kak Rizan,"
"Gue lagi gak mood, Pit. Nanti di kelas gue ceritain."
Vita mengangguk pasrah dan berjalan bersamaan dengan Tazia menuju kelas.
Sampai di kelas. Tazia meletakkan tasnya di atas meja dan langsung terduduk begitu saja di kursinya. Ia menempelkan wajahnya ke tas dan menatap ke arah Vita tanpa ekspresi.
"Lo kenapa sih, Ta? Cerita dong, tadi katanya mau cerita." Tagih Vita.
Tazia mendengus. "Kemaren gue dilamar Kak Aree, Pit."
Vita membelalakkan kedua matanya. Lantas ia berteriak. "APA!?"
Vita menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya. Merasa karena ucapannya tadi terlewat keras. Beruntung anak kelas yang lain tidak perduli.
"Kak Rizan udah tau semuanya," lanjut Tazia.
"Jadi, karena itu tadi lo gak dianter Kak Rizan?"
Tazia mengangguk.
"Dia marah sama lo, Ji?" Tanya Vita tak habis pikir.
"Maybe," jawab Tazia acuh.
"Siapa dia gue tanya, Ji!? Helawww," greget Vita.
Tazia menegakkan tubuhnya, ia menatap wajah Vita. "Kita udah deket lama, Pit. Jadi wajar aja kalo dia marah sama gue,"
Vita tertawa meremehkan. "Apa guna deket udah lama tapi gak jadian-jadian? Lagian, lo lebih dulu kenal Kak Aree kali, Ta dibanding sama Kak Rizan."
"Pit... Please, gue lagi gak mau denger nama kedua orang itu." Mohon Tazia.
"Oke-oke. Lo tenangin diri lo dulu. Sekarang yang penting lo belajar dengan fokus dan gak mikirin dua cowok itu. Okey?"
Ah, beruntungnya Tazia memiliki teman seperti Vita.
•••
Sepulang sekolah, Tazia mengirimi Rean pesan agar menjemputnya ke sekolah. Namun, kakaknya bilang bahwa ia tak bisa karena masih ada banyak urusan di kampusnya. Jadi, mau tak mau ia akan memesan ojek online.
Tazia dan Vita berjalan menuju gerbang sekolah. Vita pun sama, ia akan memesan ojek online.
Namun, siapa sangka ketika sang ojek online sudah datang, tepat saat itu juga sebuah suara terdengar di kedua telinga Tazia. Dan suara itu terdengar tidak asing.
"Tazia," sapanya.
Tazia mendekat ke arah Vita dan berbisik. "Pit, coba lo tengok ke arah kiri. Ada siapa?"
Vita menuruti perintah Tazia. Lalu, ia menengok ke arah kiri dan terlihat seorang cowok berkemeja putih yang lengannya digulung hingga siku dan celana bahan berwarna hitam. Juga dasi yang menempel di kerah berwarna hitam.
"Ji, i-itu..."
Perlahan, Tazia menggerakkan kepalanya. "Kak Aree?!" Kagetnya.
Aree tersenyum merekah. "Halo, Tazia."
"Ngapain lo ke sini?" Tanya Tazia setengah berbisik.
"Mau jemput lo," jawab Aree dengan entengnya.
"Ojol gue udah dateng, sorry."
"Bisa di cancel 'kan?"
"Jangan mentang-mentang sekarang lo udah punya pekerjaan tetap jadi lo bisa seenaknya batalin pesenan ojek gitu aja ya, Kak."
Aree tertawa pelan. "Sini hape lo,"
Tentu Tazia tak memberikan ponselnya pada Aree. Tapi, bukan Aree namanya jika menyerah begitu saja. Ia merebut ponsel Tazia dari genggaman cewek itu.
Aree mengotak-ngatik ponsel Tazia. Setelahnya, ia berikan kembali pada sang pemilik.
"Nih, udah, selesai. Yuk, balik." Lagi-lagi Aree menarik tangan Tazia tanpa persetujuan dari sang empu.
"Pit, gue duluan!" Teriak Tazia.
Tazia masuk ke dalam mobil Aree. Ya, cowok itu membawa mobil untuk menjemputnya.
Namun, tanpa disadari oleh Tazia. Ada seorang cowok yang tengah menunggu di atas motor. Cowok itu Rizan. Ia mengepalkan kedua tangannya lalu memukul stang motor dengan kencang.
"Sialan itu cowok! Lagi-lagi gue keduluan sama dia."
•••
Vote comment 💚💚💚
KAMU SEDANG MEMBACA
RIZZIA
Подростковая литератураBerawal dari saling DM di Instagram. Tazia jadi memiliki perasaan. Namun, ia pikir, untuk apa mengejar dia yang entah sudah ke mana? Lebih baik dengan yang sudah ada di depan mata. Rizan, kakak kelas Tazia yang menurutnya memiliki wajah yang mirip d...