21 - Sebenarnya

28 8 0
                                    

"Ta, tadi lo balik sama siapa?" Tanya Rean yang baru saja datang dan meletakkan kunci motornya di atas meja.

Tazia sedang menulis di buku. Sepertinya sedang mengerjakan tugas sekolah.

"Kepo deh,"

Tazia mengambil ponselnya lalu membuka Google.

"Yeh, ditanyanya gitu lo mah."

Rean melangkahkan kakinya menuju tangga, ia akan ke kamar untuk membersihkan diri.

"Gue tau, pasti sama Rizan 'kan?" Tanya Rean dengan nada menggoda.

Kening Tazia mengkerut. Rizan? Orang tadi gue sama Kak Aree. Batin Tazia kebingungan. Ia tak memikirkan itu, Tazia memilih untuk fokus mengerjakan tugasnya agar cepat selesai.

Selesai mengerjakan tugas, Tazia ke dapur untuk memasak makan malam.

Beberapa menit kemudian, masakan sudah matang dan tersaji di meja makan. Tazia memilih untuk makan di ruang televisi.

Tak lama Rean datang dengan pakaian rumah dan rambut yang sedikit basah.

"Makan pake apa nih?" Tanya Rean sambil menghirup udara yang wangi masakan baru matang.

"Liat aja di meja makan," jawab Tazia santai.

Rean mengambil makan, lalu ia duduk di sebelah Tazia yang makanannya sebentar lagi akan habis.

"Bener 'kan gue tadi lo dijemput Rizan?" Tebak Rean.

"Apaan sih, orang enggak juga."

Rean terkikik. "Ya elah, gak usah bohong lo, Ta."

Tazia meneguk minumnya. "Ngapain juga gue bohong," lalu meletakkan gelasnya di atas meja.

Rean berhenti mengunyah. "Terus, tadi lo balik sama siapa?"

"Sama Kak Aree," Tazia beranjak dan berjalan menuju dapur. Ia mencuci piring, setelahnya kembali duduk di dekat Rean.

Tazia mengecek ponselnya.

"Kok bisa sama dia?" Tanya Rean tak suka.

"Bisalah. Dia tiba-tiba ada di depan sekolah,"

"Gila tuh cowok," Rean menyuapkan makanannya ke dalam mulut. "Lamaran dia lo terima emang, Ta?"

"Belum-lah,"

Rean melotot. "Belum berarti mau dong!?"

Tazia terperanjat. "E-eh, enggak gitu maksudnya."

"Terus?" Sewot Rean.

"Belum gue jawab maksudnya, Kak, elah."

Rean menghela napas. "Masih sekolah udah dilamar aja,"

"Kenapa sih lo kayak gak suka gitu sama Kak Aree?" Tanya Tazia penasaran.

"Masalah di masa lalu, Ta. Biasa, masalah cowok."

"Pernah ribut?"

Rean mengangguk. "Musuhan sampe sekarang kayaknya,"

"Kenapa bisa?"

"Bisa-lah, namanya juga cowok."

"Ck, gara-gara apa, Kak?"

"Ada deh. Lo sih tadi bukannya sama Rizan malah sama Aree,"

Tazia menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa gitu? Lo yang nyuruh dia jemput gue ya!?"

Rean terkekeh. "Iya, gue samperin dia tadi ke kelasnya. Gue bilang aja, kenapa tadi pagi gak jemput lo. Terus gue suruh dia jemput lo ke sekolah deh. Gue bilang, mintain penjelasan ke elo. Eh, lo-nya malah sama Aree."

Tazia menghela napas. "Gue mana tau kalo Kak Rizan mau jemput gue. Ngeliat juga enggak. Malah suara Kak Aree yang gue denger,"

Tazia meletakkan ponselnya. Lalu memeluk bantal sofa berwarna cokelat. "Padahal gue udah pesen ojol, Kak. Mana udah nyampe itu ojolnya. Eh, malah di-cancel sama Kak Aree."

Rean berdecak. "Dari dulu itu cowok emang gitu. Mau menang sendiri,"

Rean berdiri. Hendak menaruh piring dan mencucinya di wastafel.

"Mau sampe kapan lo gantung Aree, Ta?"

Pertanyaan Rean barusan membuat Tazia mematung seketika.

Mau sampe kapan juga gue berada di hubungan gak jelas kayak gini sama Kak Rizan?

Seperti ingin meminta penjelasan, padahal sudah jelas bahwa Rizan dan Tazia tidak memiliki hubungan apapun. Tapi, jika tidak dijelaskan, Rizan berlaku seperti itu. Seakan marah kepada Tazia. Apa ada hak untuk berlaku seperti itu? Tazia rasa tidak.

•••

Vote comment huhu💚

RIZZIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang