Baru saja Tazia melangkahkan kakinya tepat satu langkah dari dalam kelas. Ia melihat seorang cowok yang duduk di tempat duduk yang ada di depan kelasnya. Cowok itu tersenyum ke arahnya lalu berdiri.
"Hai!"
Cowok itu berjalan mendekat ke arah Tazia.
Tazia hanya bisa tersenyum kikuk. Ia terlalu terkejut akan kehadiran kakak kelasnya ini.
"H-hai, Kak."
"Mau berdiri di situ terus? Gak mau pulang?"
"H-hah? E-eh iya."
Keduanya berjalan berdampingan. Bahkan Tazia tak ingat dengan keberadaan teman sekelas sekaligus teman sebangkunya itu. Sepanjang koridor ia memikirkan tentang cowok yang ada di sebelahnya ini, mengapa ia bisa ada di depan kelasnya? Menunggunya bubar? Dan, ke mana kakaknya?
Belum sampai parkiran sekolah, Rizan berdeham. Mengusir rasa canggung di antara keduanya.
"Kakak lo ada urusan katanya, jadi dia nyuruh gue buat anter lo balik." Jelas Rizan.
Oooh jadi karna disuruh? Batin Tazia sedikit kecewa.
"Tapi, Kak Rean kok gak ngasih tau gue dulu ya? Chat atau apa gitu,"
Rizan mengangkat kedua bahunya tanda tak tahu. "Nanti tanyain aja, paling masih ada di parkiran."
Tazia mengangguk pelan.
Sampai di parkiran, Tazia melihat keberadaan Rean dan dua orang temannya yang sedang duduk di atas motor masing-masing.
"Eh, adek gue." Sapa Rean sambil meredakan tawa. Tadi memang ketiga sejoli ini sedang tertawa. Entah menertawakan apa.
Tazia mendekat ke arah Rean. Ia membisikkan sesuatu.
"Lo kenapa gak bilang sih!?" Tanya Tazia penuh penekanan.
Pertanyaan Tazia disambut tawa pelan oleh kakaknya itu.
"Kenapa emang? Gue ada urusan, Ta. Lo balik sama Rijan ya,"
"Chat dulu kek ke gue. Kasih spoiler gitu, kasih clue dikit." Tazia mengembungkan pipinya.
"Iya-iya sorry, 'kan biar kejutan, Ta." Rean mengacak rambut Tazia gemas. Ia beranjak. "Udah yuk ah, berangkat. Jan, nitip adek gue ya! Jangan sampe lecet sedikitpun,"
Ucapan Rean diberi acungan jempol oleh Rizan dan tersenyum. "Siap, Abang ipar."
"Mampus, keceplosan!" Gumam Lio.
Sedangkan Eri tertawa terbahak. "Udah-udah. Dek, samperin Rijan aja sana. Nanti ditinggalin loh,"
Tazia masih bingung dengan ini semua. Ia berjalan lemas ke dekat motor Rizan. Ada apa ini sebenarnya?
Tazia sudah memakai helm miliknya. Karena Rizan tak membawa dua helm. Ini kejadian tak terduga. Mengantar pulang seorang Tazia.
Rizan masih mengatur detak jantungnya. Ia mengeluarkan motornya agar Tazia bisa naik ke atas motornya dengan leluasa.
Huh, untung dia gak nanya-nanya. Batin Rizan.
Tazia sudah naik ke atas motor Rizan. "Udah, Dek? Pegangan nanti jatuh,"
"Hah?"
Tazia bingung harus pegangan di mana. Biasanya 'kan kalau sama kakaknya ia bebas mau memeluk cowok itu juga tak apa. Lah, ini 'kan bukan kakaknya?
"Ada tas gue 'kan? Pegang tas gue aja," ucap Rizan sambil melihat raut wajah Tazia dari spion tanpa disadari oleh Tazia sendiri.
"Jangan ngebut, Jan. Tazia suka takut." Beritahu Rean yang kali ini dengan nada super duper serius. Ia takut trauma adiknya itu kembali muncul hanya karena diajak kebut-kebutan oleh temannya sendiri.
Tazia sudah memegang tas ransel Rizan. Rizan mulai melajukan motornya dan memberi klakson tanda bahwa mereka akan segera berangkat. Rean mengacungkan jempol dan tersenyum menampilkan gigi. Cepat-cepat ia meluncur dengan secepat kilat agar sampai di tujuan dan tak mau kalah cepat.
•••
Tazia membuka sepatu lalu ia letakkan di atas rak sepatu. Ia membuka pintu rumah dan berjalan masuk ke dalam rumahnya. Rasanya sama saja seperti hari-hari lalu. Rumah sebesar ini, tapi sangat sepi seperti tak berpenghuni.
"Wa'alaikumsalam," ucap seorang cowok dari arah sofa.
Tazia terlonjak kaget. "Siapa itu!?"
Tazia mendekat ke arah sofa. Ia melihat kakaknya yang sudah mengganti pakaian dan sedang rebahan di sana sambil memainkan ponsel dengan televisi yang menyala.
"Kakak!? Kok udah nyampe lagi? Katanya ada urusan? Lo pasti bukan Kak Rean 'kan? Lo siapa heh!? Ngaku gak! Kakak gue lagi pergi, masa udah nyampe duluan aja di sini. Gak mungkin-gak mungkin," cerocos Tazia membuat Rean tertawa terbahak.
Rean berdiri. Ia menyentil kening Tazia. "Eh, kampret, ini gue. Sana ganti baju dulu, nanti gue jelasin."
Tazia memicingkan mata. Takut-takut cowok yang ada di hadapannya ini orang jahat. Ia berjalan menuju kamarnya. Setelah mengganti pakaian ia langsung turun ke bawah untuk menemui cowok tadi yang mengaku sebagai kakaknya.
Setelah mendengar penjelasan dari Rean, Tazia akhirnya percaya bahwa cowok itu adalah kakaknya. Dan Rean menjelaskan bahwa kejadian Rizan mengantar pulang dirinya adalah kemauan Rizan sendiri. Bahkan Rizan mohon-mohon kepada Rean agar diizinkan membawa adiknya itu. Dan akhirnya Rean beralasan ada urusan. Padahal ia pulang lewat jalan tikus jadi bisa cepat sampai di rumah sebelum Tazia.
"Laper gue, Ta. Masakin dong," pinta Rean.
Tazia memutar bola mata malas. Ia beranjak dari sana dan berjalan menuju dapur. Semenyebalkannya Rean, Tazia akan selalu menuruti permintaan dan perkataan kakak kesayangannya itu.
•••
Vote comment💚
KAMU SEDANG MEMBACA
RIZZIA
Teen FictionBerawal dari saling DM di Instagram. Tazia jadi memiliki perasaan. Namun, ia pikir, untuk apa mengejar dia yang entah sudah ke mana? Lebih baik dengan yang sudah ada di depan mata. Rizan, kakak kelas Tazia yang menurutnya memiliki wajah yang mirip d...