16. Temaram

32 6 0
                                    

Aku berada di ruang temaram.

Ruang yang—entah kau suka atau tidak aku tetap menikmatinya, aku menempatinya.

Aku dihisap rasa pahit dari kata nyaman, tak beranjak meski tak betul tahu aku dijerat.

Tentu selalu saja samar aku menerka-nerka, tampak kau sedang terdiam disana termenung di bawah gelisah gelap malam.

Aku melengguh terambang jenuh.
Ada kata ketika aku menjadi aku.

Aku tidak beranjak dari dudukku dan tetap menerka apa yang meremang, jangan sampai aku terbuai oleh ragu.
Setelahnya aku melihat sebuah yakin yang tak pantas, melihat cahaya yang sungkan.

Tapi aku simpan dengan jujur, ku jadikan ia bisik yang bermajas. Mulutku bergetar, tapi tak bersuara. Aku meneteskan sebuah rasa yang pikirku hanya dapat kumengerti sendiri.

Ruang ini tak semakin terik dibuat, aku semakin samar memandang sayu rupanya. Ia hilang bersamaan dengan gelap yang membuatnya gelisah sedari tadi.

Dalam ruang temaram aku tak berbisa.

Aku terbangun saat senja dan berkaca-kaca. Air mata tak berhenti, aku menulis bait yang datang dari sakit tak kasat mata.

Syifania, 8 april.

Batas, sajak.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang