20. Garis Pantai (1)

20 2 0
                                    

Kepada manusia baik yang sangat menyukai puisi, dengarkanlah dentingan mimpi yang terasa seperti bunyi nyata bahkan saat kau sedang tak tertidur. Ini ucap fasih dari sebuah sadar tak beretika yang mau tak mau tanpa adanya sapa pun ku bagi dengan alunan sendu.

Kembalikan ia pada garis pantai.

Ingatkan aku pada pagi dan muka bantal, kemana saja kau saat aku sedang tertidur? Apa masih kau tak suka tidur karena takut pada gelapnya malam? Apa masih kau pejamkan mata saat bising hilang dari suara? Apa kau mimpikan aku semalam? Kemana kau saat aku sedang terlelap menguntai kata yang mengintai.

Ingatkan aku pada siang dan teriknya mentari. Dimana kau saat aku sedang merasa gerah dan letih menguliti? Bagaimana kabarmu saat aku sedang menulis puisi di dalam ruang berangin? Tahukah kamu bahkan wajah bingungmu saja buatku rindu dan menghakimi?

Aku lelah menjadi bagian darimu yang banyak bertanya dan tak terjawab. Ini buatku kesal karena kini aku sudah tersesat dalam tawa seseorang, kau buat aku sadar aku tak ingin mencintai atau dicintai.

Kembalikan aku pada garis pantai, garis yang melebur tanpa kejelasan, namun berbatas, walau pasang surutnya tak tentu, aku tak ingin hanya tersesat di darat saja atau tak ingin tenggelam di air sana. Buatku jelas saat perlu namun biarkan aku tak pernah harap dalam ragu.

Syifania.

Batas, sajak.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang