Pesona

787 33 4
                                    

"Gio! Papa mau bicara sama kamu!"

"Penting?"

Plak

"Kamu keterlaluan!"

"Peduli apa Papa sama Gio!"

Rissa bersandar di pintu rumahnya. Dia menghela napas kasar. Pertengkaran itu memang selalu menghiasi rumahnya semenjak Papa dan Mamanya kembali.

Rissa membuka pintu. "Rissa pulang." Ujarnya kemudian tersenyum ke arah Mamanya yang terisak di belakang Papanya. Reina segera menyeka air matanya.

Reina menghampiri Rissa dan menggenggam tangan anak perempuannya itu. "Kita..makan malam yuk sayang.." lirihnya.

"Iya Ma. Rissa ganti baju dulu." Jawabnya kikuk. Rissa belum terlalu terbiasa dengan adanya orangtuanya dirumah. Jadi sampai sekarang dia masih kaku jika berbicara dengan kedua orangtuanya.

"Kamu dari mana Rissa?" Tanya Reno.

"Ke rumah temen Pa." Jawab Rissa.

"Kenapa kamu gak minta izin sama Papa!" Ucap Reno lebih keras.

"Apaan sih! Sok peduli!" Celetuk Gio.

Rissa menaiki tangga, mengacak rambutnya frustasi. Dia benar-benar sedang lelah untuk mendengar debat ini. Tiba-tiba tangannya ditarik dan badannya tersentak menghadap belakang, hampir jatuh, bahunya ditangkap oleh Gio.

"Kenapa Kak?" Tanya Rissa kebingungan. Namun, pertanyaannya diabaikan dan tangannya ditarik ke luar rumah.

"MAU KEMANA KALIAN!" Reno semakin marah.

-----

"Kak." Panggil Rissa memecah keheningan di dalam mobil.

"Hm?"

"Kita mau kemana?"

"Makan malam."

"Tapi Mama udah masak, harusnya kita mak--"

"Riss! Please.."

"Oke." Rissa menghela napas. Entah kenapa jika dia membicarakan mengenai orangtua mereka di depan Gio, mood kakaknya itu akan selalu jelek.

Mereka sudah tiba di sebuah taman yang dipenuhi stand penjual aneka jajanan dan kuliner. Tadinya Gio akan mengajak Rissa ke restorant namun, Rissa menyuruh kakaknya untuk berhenti di taman ini.

Taman yang cantik, banyak lampu bolam kecil yang digantung di setiap pohon yang berjejer rapi di pinggir taman, lampu kedip yang melilit bunga2, di sediakan kursi panjang bawah pohon, selain itu ada kursi khusus untuk yang lagi kencan. (Kebayang gak nih?)

"Wow, amazing." Rissa bersorak dalam hati.

"Happy?" Tanya Gio.

"Bangeeet." Rissa mencium pipi kakaknya. "Makasii..hehe."

"Hm."

Mereka berjalan ke salah satu stand penjual bakso.

"Buk, baksonya sama es tehnya dua ya." Ucap Gio.

"Jangan panggil ibuk atuh dek, panggil tante aja. Saya masih belum punya anak, belum nikah juga." Penjual bakso itu terkekeh melihat wajah Gio yang kebingungan.

"Iya bu-eeh, tante." Ucap Gio akhirnya. Walau sebenarnya Gio mengakui kalau si penjual itu cantik, tidak kalah cantik dengan gadis-gadis di kampusnya, gadis itu juga terlihat masih muda. Kalau diperhatikan dia seumuran dengan Rissa, hanya saja posturnya lebih tinggi dan terlihat lebih dewasa.

"Ada pelanggan Silvi?" Tanya seseorang dari balik stand.

"Iya, mbak yu." Jawab gadis yang dipanggil Silvi.

"Sini mbak bantu." Tiba-tiba nongol seorang wanita yang tampak lebih tua dari Silvi, dia melihat Gio dan Rissa bergantian. "Wah, cocok banget. Kalian pacaran dek?"

"Nggak kok, ini kakak saya. Heheh..." Rissa meninju pelan bahu Gio, entah kenapa sekarang dia suka sekali meninju bahu cowok.

"Masuk dek." Ucap Silvi.

"Gausah Tante, kita ke kursi yang di sana aja ya. Tolong nanti dianter kesana baksonya." Gio menunjuk salah satu kusri kosong yang di bawah pohon.

"Siip." Ucap Silvi.

-----

"Ehh, kak." Rissa menepuk pipi Gio pelan.

"Hm?" Gio sibuk mengutak-atik ponselnya.

"Tante Silvi itu cantik ya."

"Lumayan."

"Dia kayaknya suka sama kakak."

"Ngawur deh!"

"Serius! Tadi aja pas kakak panggil dia tante, mukanya merah."

"So?"

"Ck, cowok mah gitu."

"Whatever" Gio memutar bola matanya malas.

"Dua bakso dan dua teh manis siap disantap." Ucap Silvi dengan nampan di tangannya.

"Makasii." Rissa nyengir dibalas anggukan dari Silvi.

Gio segera meraih dompetnya dan mengeluarkan uang lima puluh ribu. "Ini bayarnya." Gio menyodorkan uang tersebut.

"Sebentar, saya ambilkan kembaliannya dulu."

"Gausah, ambil aja." Gio tersenyum, matanya tepat saling menumbuk dengan mata Silvi. Kalau dipikir-pikir memang gadis ini sangat cantik, penampilannya sangat sederhanya. Hanya menggunakan baju kaos hitam dan rok biru tua sampai setengah betisnya. Sumpah, tidak pantas dipanggil tante!

"O-oke." Silvi segera pergi dari sana.

Rissa mencondongkan tubuhnya ke depan, memperpendek jaraknya dengan Gio. "Cantik ya?"

Gio mencebik kemudian mendorong kepala Rissa dari wajahnya. "B aja." Jawab Gio, padahal...hatinya sedang tidak karuan.

Rissa mendengus. Mereka mulai melahap baksonya dalam keheningan. Rissa mendengarkan lagu melalui headsetnya, sedangkan Gio hanya melamun sambil sesekali menyuap baksonya.

"Kak..aku gerah." Rissa mengeluh, dia mengibas-ngibaskan tangannya ke wajah. Rissa meluruskan kakinya ke samping.

"Kenapa?" Tanya Gio.

"Aku capek, belum mandi lagi. Kakak kan tadi ngajak aku ke sini langsung." Rissa mendengus.

"Yaudah pulang aja sana." Gio tersenyum mengejek.

"Ihh! Jahat!" Rissa mencebik.

"AAA!!!" Rissa memekik kaget saat seseorang menginjak kakinya. Dia segera melihat si pelaku yang tersungkur di depannya.

"LO!"

.
.
.
.
.
.
.
Makasi yang baca😁

Salam manis_haniza❤

LOVE YOU MY ENEMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang