Bab 10

222 30 0
                                    


Setelah membatalkan rapat. Aku menemani Wiliam menemui salah satu kliennya di sebuah restoran.

"Ya hallo?" sahut Wiliam saat menerima telepon. Saat ini kami sedang berada di dalam mobil menuju restoran yang dimaksud.

"Kau atur saja, akan ku tandatangani nanti, sementara ini aku akan bertemu dengan pemilik perusahaannya," tutupnya. Aku pura-pura melihat ke luar jendela.

"Dan, sore nanti kau diminta istriku untuk datang ke butiknya," Wiliam memecahkan keheningan.

"Sebentar lagi juga dia akan menelponmu, tunggu saja," katanya sambil membuka tasnya.

"Ohya? Baiklah.." kataku akhirnya. "Bagaimana pertandingan renang Dika kemarin?" tanyaku basa-basi

"Ini, aku baru ingin memberikan hasil rekamanku kemarin," Wiliam mengeluarkan i-phone miliknya.

"Dia menang, juara pertama," kata Wiliam bangga.

"Sungguh? Aku senang mendengarnya," pungkasku antusias. Wiliam memberikan i-phonenya padaku. Terlihat cuplikan-cuplikan saat Dika sampai di garis finish dan mendapatkan tropi berwarna perak. Juga ku lihat selir-selirnya ikut meneriakinya di bibir kolam renang.

"Anak itu memang berbakat," ujar Wiliam mantap sebelum akhirnya dia menyuruh supir untuk menepikan mobil di depan sebuah restoran mewah.

                                                                                                   ***

"Maaf lama menunggu," Wiliam menjabat tangan seorang yang duduk di salah satu kursi pinggir jendela. Seorang pria, dilihat dari raut wajahnya sepertinya dia seusia dengan Wiliam. Berambut setengah botak dan bertubuh tambun.

"Tak apa, aku juga baru datang, duduklah," katanya sambil menghisap cerutunya. Wiliam duduk berhadapan dengan pria itu, sedangkan aku duduk di samping Wiliam.

"Lama tak jumpa, apa yang membuatmu ingin menemuiku?" mereka bercakap sangat akrab seperti teman lama.

"Ya, bagaimana juga dua puluh tahun bukan waktu yang singkat bukan?!" Wiliam menimpali disambut tawa menggelegar dari pria di hadapanku ini. Aku bersiap-siap merekam ucapan mereka. Tentunya dengan gerak santai.

"Apa kau masih mempercayaiku Wiliam?" tanya pria itu dengan nada ditekan.

"Tentu saja, jika aku tak mempercayaimu, mana mungkin aku ingin bertemu denganmu, pekerjaanmu sangat rapih Oskar," ucap Wiliam menekankan kata rapih. Jadi orang yang dihadapanku ini bernama Oskar.

"Jadi apa yang bisa ku selesaikan?" Oskar mematikan cerutunya lalu menyandarkan tubuhnya di kursi.

"Tunggu, tak usah terburu-buru, ini terlihat agak sulit," ucap William.

"Pekerjaan apa yang tak bisa ku tangani Wiliam, bahkan yang kau bilang sulit sekalipun,"

"Maksudku minumlah dulu, kita kan sudah lama tidak berjumpa,"

"Kau masih yang dulu, terlalu banyak basa-basi,"

"Waiters!" sahut Wiliam melambaikan tangan pada pelayan yang berdiri di meja kasir. Sementara pria yang bernama Oskar itu memperhatikanku dengan tatapan sangat nakal. Dia melihat ke arah leherku. Rasa ingin ku tonjok matanya itu.

"Dari mana kau mendapatkan tangan kanan secantik ini Wil?" katanya jahil. Wiliam yang sudah selesai memesan minuman itu menjawab pertanyaan Oskar.

"Jangankan kau, istriku saja bilang begitu," aku tersenyum. Dalam hati aku muak mendengarnya.Belum lagi pria itu terus saja melihat ke arah leherku.

"Tapi tunggu, sepertinya aku pernah melihatnya," tembak pria itu langsung. Matanya menyipit melihat ke arahku. Aku langsung gelagapan, gawat! jangan-jangan dia mengenaliku. Apakah dia salah satu narasumberku?

"Mungkin hanya mirip," kali ini aku merasa dilindungi oleh Wiliam.

Sebelum aku mendengar lebih jelas apa yang mereka bicarakan. Lily menelponku. Aku menyiapkan alat recorder di tasku dan izin untuk mengangkat telepon. Untung suasana restoran ini sedang sepi. Hanya ada beberapa pengunjung jadi aku tidak khawatir suara recorder itu tidak kedengaran.

"Hallo sayang, aku mengganggu waktumu tidak?" suara Lily terdengar begitu nyaring.

"Tidak ma," kataku cepat.

"Baguslah, karena Mama ingin mengajakmu ke Lily Wedding, kau mau kan?" sahutnya terdengar girang.

"Baik ma," jawabku karena aku ingin sekali menghindari William dan terutama tatapan Oskar.


                                                                                            ***

Jurnalis InvestigacintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang