LU

1K 13 0
                                    


Di sofa ruang tengah sebuah rumah berlantai dua, duduklah seorang perempuan dengan selembar kain yang menyelimuti tubuhnya. Cahaya lampu dinyalakan seminim mungkin, katanya agar biaya tagihan listrik tidak melonjak. Namun, ada cahaya dari layar televisi yang mampu menerangi ruangan tersebut.

Hujan lebat sedang turun mengguyur beberapa wilayah di Jakarta malam ini. Perempuan itu mengetahuinya dari update-an status teman-temannya di media sosial. Dan ia pun ikut merasakan hawa dingin yang disebabkan oleh angin kencang yang nyatanya mampu menggoncang pohon dan dedauan di luar sana.

Sang ibu dan sang ayah belum kembali sejak berpamitan menjenguk sang nenek yang tinggal bersama salah satu pamannya di daerah Bogor. Sebagai anak bungsu dari empat bersaudara, Cantika Dirayu memang sudah biasa ditinggal sendirian. Bahkan hidup sendirian pun, sudah pernah ia lakoni selama beberapa tahun. Kota Jogjakarta sudah menjadi saksi bisunya.

"Duh, angkat dong!" gumam Cantika dengan ponsel tertempel di telinga. Rupanya ia sedang mencoba menghubungi sang adik sepupu. Berhubung rumah mereka hanya terpisahkan oleh beberapa blok saja, remaja laki-laki bertubuh bongsor itulah yang langsung muncul di benaknya.

"Hello, Rafian Hutama speaking!"

Terdengar sahutan dari seberang. Cantika pun langsung mengeluarkan suara. "Fi, ke rumah gue!"

"Duh, sister! Gue lagi ngerjain tugas kelompok di tempat temen."

"Yah... masih lama?"

"Banget! Sorry ya, sister. Gue tutup dulu, bye!"

Cantika mendengus. Ia kadang lupa, jika adik sepupunya itu masih berstatus sebagai pelajar. Kewajiban seorang pelajar, ya, tentu saja belajar. Juga mengerjakan tugas individu atau pun tugas kelompok. Bukannya keluyuran dan asik menggosipkan orang-orang di luar sana, 'kan?

Perempuan yang sedang menguncir rambut panjangnya itu pun, kemudian memilih kembali fokus pada layar televisi. Mencari saluran-saluran yang sekiranya bisa membuat Minggu malamnya ini terasa lebih baik. Namun, setelah memencet tombol-tombol remote hingga bosan, Cantika pun menyerah. Semuanya terasa biasa-biasa saja. Tak ada yang menarik, tak ada yang menghibur. Jenuh, Cantika akhirnya mencoba membuka percakapan antara dirinya dan seorang laki-laki yang tiba-tiba menjadi temannya di dunia maya.

C.D:

Bang Bima?
read 7.22 PM

Menunggu balasan pesan dari seorang laki-laki, padahal pesan tersebut sudah dibaca adalah hal yang selalu membuat Cantika kesal setengah mati. Ia mendengus, kemudian melemparkan ponselnya ke sofa lainnya. Sudah lima menit menunggu, namun tak ada tanda-tanda akan datangnya balasan. Cantika semakin keki.

[PINE]

You have a new message.

Setelah terdengar suara yang ditunggu-tunggu, Cantika langsung mencari-cari ponselnya. Jempol kakinya sampai terantuk salah satu kaki sofa. Cukup sakit, namun tak sampai berdarah. Entahlah, mungkin besok baru akan terlihat hasilnya.

Bima Kesatria:

Ya? Kangen abang ya neng? Hehe 😏😏😏

Sontak, Cantika berdecih. Namun, jempolnya langsung bergerak di atas layar ponsel untuk mengirimkan balasan. Bibirnya pun kesulitan untuk tidak naik, barang satu senti saja.

C.D:

Gue gabut banget bang. 😩
Ujan juga nggak di situ?

OUR STORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang