Chapter 3

1K 81 34
                                    

Terkadang sedikit cerita di masa lalu bisa membuat kita rindu dengan suasananya.

-Adiba Putri Setiawan.

Huft alamat ini mah makan tak tenang. Siapa sih yang gak kenal sama atlet badminton dunia kek mereka? Yang iseng dan julidnya nauzubillah. Ya Allah tobat dah gue kalo lama-lama bareng mereka, bisa jadi sakit kepala mulu gue gara-gara tingkah laku absurd mereka. Meskipun jail dan absurd tapi mereka ini solid. Gue suka liat ke solidan mereka. Jatuh bangun bareng, saling mendukung satu sama lain dan masih banyak lagi, batin gue.

Tanpa gue sadari gue tersenyum tipis melihat kehangatan mereka, gue kangen banget sama suasana kek gini. Terakhir 2 tahun lalu, sebelum dia pergi meninggalkan gue.

"Nah kan, kalo gitu bagus! Senyum ya meskipun dikit, ini mah datar mulu senyum kek gitu biar manis," celetuk Bang Ucok.

"Hooh bener itu neng, aa kan suka liat nya kalo senyum," timpal Fajar.

"Jadi si es sudah mencair?" tanya Rinov.

"Gak cair cuma menghangat sedikit," ucap Ka Oni dan yang lain tertawa. Tak lama seorang pelayan menghampiri kami dengan membawa pesanan kami.

"Excusez-moi, mesdames, c'est votre commande," ucap pelayan itu sopan.
(Permisi tuan, nyonya ini pesanan kalian.)

"Oui, merci miss." ucap gue sambil tersenyum manis
(Iya terima kasih, Mb.)

"Y a-t-il des ajouts à part ça?"tanya pelayan tersebut.
(Apakah ada tambahan lagi selain itu?)

Dan banyak dari mereka yang gak ngerti artinya, kayak pada saling tatap tatapan bingung gitu.

"Artinya apa ada tambahan lagi selain ini?" ucap gue dan di balas gelengan oleh mereka semua.

"No, thanks miss," ucap Lili. Kami pun makan dengan nikmat dan khidmat. Dan di selingi oleh candaan mereka antar sesama atlet.

Satu orang yang buat gue heran yaitu Rian, Rian tidak ikutan julid bersama teman-temannya. Dia hanya menanggapi sesekali dan hanya tersenyum tipis sekali. Bener apa yang di bilang orang banyak, kalau Rian adalah laki laki glowing, pendiam, dan memiliki senyum yang manis. Gue yang cewe aja minder liat dia yang glowing dan kayak gitu.

Rian pun tersenyum manis ke gua dan gue bales senyum ke dia. Langsung satu meja heboh.

"Oh jadi gini toh, dingin sama yang lain hangat sama Jombang doang cukup tau gue mah," ucap Fajar.

"Wah ternyata ya, Jombang naksir sama ewew juga," ledek Kevin.

"Huft gue kira si manusia bertangan petir itu gak julid juga, taunya dia double julid dan tengil. Bukan hanya di lapangan saja, tapi di luar lapangan pun dia sama tengilnya. Haduh, emang sabar bener Rian ini menghadapi teman-temannya yang sangat absurd ini. Kayaknya yang waras di sini cuma Rian sama Koh Sin doang apa? Dan katanya malah ada beberapa cowo gak ikut ke sini dong. Gue langsung bayangin mereka full team gimana? Apa gak lebih heboh daripada ini," pikir gue.

"Oh ya, lo kenal sama Koh Sinyo dan Ginting darimana?" tanya Kevin kepo.

"Gue kenal sama Koh Sinyo dan Ka Oni itu dari Ci Agnes dan Ci Mitzi. Gue kenal Ci Agnes dan Ci Mitzi dari satu seminar di Indonesia waktu itu. Dan gak lama kenal, ya akhirnya deket dengan pasangannya juga. Mereka itu kayak kakak bagi gue, gue juga banyak belajar dari mereka semua," ungkap gue. Sekelibat bayangan hitam memenuhi mata gue.

"Li awas gue mau keluar!" ucap gue.

"Ha? Lu mau kemana?" tanya Lili heran.

"Cepet!" ucap gue datar.

Semesta (MRA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang