keenam

82 22 0
                                    

karena kesusahan mencari chanyeol, nara pun pergi ke sebuah minimarket. sebenarnya, tak ada hubungannya dengan mencari chanyeol, hanya saja, nara kelaparan dan hendak membeli mie instan disana.

tanpa langkah ragu, dia menyusuri minimarket ini dan langsung tertuju ke rak makanan yang semuanya diisi penuh oleh mie instan.

setelah memilah dan memilih, mie apa yang akan di makan, nara pun mengambilnya. tak lupa juga membawa sebuah kaleng minuman, dan es krim untuk makanan penutup nanti.

dengan membawa 3 item tersebut, dia mendekat ke meja kasir, dan memberikannya untuk di scan.

saat sudah melakukan transaksi pembayaran, nara pun menyeduh mie tersebut langsung di minimarket. dan tentu saja, menyeruput mie adalah kegiatan selanjutnya saat mie tersebut sudah siap makan.

tapi saat dia sedang menikmati makanannya, tiba-tiba saja ada seseorang yang mendekatinya.

"punya lo?"

nara mendongak, melihat siapa yang sedang berbicara padanya.

"gue liat fotonya, mirip sama lo."

tanpa berpikir panjang lagi, nara langsung mengambil dompet yang berada di tangan pria itu. dan segera menyelesaikan kunyahannya yang sempat tertunda.

"gak gue ambil isinya. gue buka, cuma mau liat siapa yang punya." jelas lelaki tadi.

"makasih." jawab nara, singkat.

"ah dan gue liat di kartu identitas, lo kuliah? gue juga kuliah di tempat lo. fakultas hukum."

apasi nih cowo, so asik beud. batin nara, sambil terus melihat ke arah lelaki yang kini bahkan sudah duduk di hadapannya.

"oh, hh. gue anak psikologi." nara memaksakan ujung bibirnya naik, membentuk sebuah lengkungan. tapi tak sampai lima detik, bibir itu ia biarkan datar kembali.

lelaki yang sedang duduk di hadapan nara mengangguk, "yaudah, gue dulu–"

ucapannya terpotong karena suara bel yang terdengar di pintu masuk supermarket tadi, dan itu membuat mata nara membulat sempurna. seolah sudah menemukan mangsanya yang dari tadi ia cari.

"BANG CHANYEOL!"

mendengar teriakan yang ia kenal, chanyeol refleks menoleh, dan mendapati nara yang sedang memegang sumpit di tangan kanannya.

"kaga usah tereak gitu. malu, anying." ujar chanyeol, sambil mendekati nara.

memang dua bersaudara ini. sepertinya mereka sudah menganggap kalau minimarket ini milik keluarganya.

"lo tuh ya, gue cari ke–"

ucapan nara berhenti, karena ada satu orang lagi yang masuk ke minimarket.

"kenapa harus ada dia sih anjir." umpat nara.

menyadari akan terjadi sesuatu yang sepertinya dia tak perlu terlibat, lelaki yang mengembalikan dompet nara tadi berdiri, "eum, gue permisi ya," dan langsung meninggalkan supermarket itu.

"loh, ada lo ra?" tanya seseorang yang baru saja datang menghampiri mereka.

"dowoon. kenapa harus ketemu sama lo sekarang sih gue, huh." genggaman nara kepada sepasang sumpit semakin erat sekarang.

ya, chanyeol dan dowoon datang bersamaan. karena mereka sudah membeli stick drum bersama sebelumnya.

"heh, maksud lo apaan sih?" seru chanyeol, saat mendengar gumaman nara.

"gue harus ngomong sama lo dulu bang. sini lo." nara berjalan mendahului chanyeol, tapi berhenti sesaat, setelah dia sampai di pintu, "diem disitu lo dowoon. kaga usah ikut ikut." nara menunjuknya, membuat dowoon menciut.

dowoon mengangkat kedua tangannya, "oke. gue diem. tapi, gue boleh minta mie lo?"

tata cara membuat amarah seseorang semakin naik, sukses dowoon dapatkan sekarang.

"ga! diemin semua makanan disitu! punya gue!" seru nara, seolah semua makanannya itu harta karun yang tak boleh di sentuh oleh siapapun.

"nara lo kenapa sih anjir? malu maluin aja lo." chanyeol mulai mendekati nara, dan menggiringnya keluar dari minimarket.

"bang sumpah ya. lo kan yang ngasih kontak gue ke cowo itu?"

ya, hanya itu. hanya pertanyaan itu yang membuat nara pusing setengah mati saat mencari chanyeol.

"lah, itu doang?"

"gue tuh udah cari-cari lo kemana mana tau ga. di rumah lo kaga ada. di studio juga ga ada." keluh nara.

"lo lagi pms 'kan ra? gue tau." ujar chanyeol, tiba tiba mengalihkan topik.

"ya kalau udah tau diem aja. jawab pertanyaan gue. iya 'kan? lo yang ngasih kontak gue."

"iya. emangnya kenapa sih?"

mendengar jawaban chanyeol, nara menghentakan kakinya, dan memegang pelipisnya.

"bang, lo tuh gatau–"

"gatau apa?"

"ya gitu lah pokonya."

"gitu gimana?"

nara mendecak, "gue tuh gamau deket deket dia. bahkan buat ketemu lagi."

"lah anjir, kenapa? pernah di apain lo sama dia?"

"ga di apa apain sih. tapi, setiap lagi ketemu sama dia tuh, pas lagi di situasi yang ga bagus." jawab nara.

chanyeol masih melongo, tak mengerti apa yang nara katakan, "maksud lo apaan sih? ga ngerti gue."

"nih ya, setiap gue ketemu dia tuh, situasi nya tuh kaya nyuruh gue buat malu maluin diri sendiri. contohnya aja kaya tadi, gue teriak teriak di minimarket. lo pikir gue ga malu apa teriak teriak kaya tarzan tadi."

mendengar penjelasan nara, membuat tawa chanyeol pecah. sampai sampai, chanyeol memegangi lututnya, dan menepuknya beberapa kali.

"ra, lo tuh kalau mau ngelawak jago juga loh, gila." ucap chanyeol, masih diselingi dengan suara tawanya.

"ih! siapa yang ngelawak sih. ini tuh serius." nara kembali menghentakan kakinya, "gue malah mikir, kayanya gue tuh harus pindah dari negeri ini. kalau ga, sekalian pindah planet aja. gue tuh gamau malu-maluin diri sendiri di depan dia."

"emang kenapa sih, kok lo bisa sampe bikin argumen yang kocak begini, hah?" tanya chanyeol.

"pertama kali kita ketemu itu, gue udah malu maluin diri sendiri gue. dan gue yakin kalau kesana-sana nya juga setiap gue ketemu dia, pasti bakal sial kaya gitu. dan boom! itu beneran kejadian!"

"iya dah, percaya gue kalau lo anak psikolog."

–tbc

erroneous (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang