keempatbelas

64 18 0
                                    

"gue kerja paruh waktu di minimarket pertama kali kita ketemu. dan ga sengaja, gue liat dowoon sama cewe lagi makan. gue ga sengaja nguping omongan mereka. awalnya iseng doang ngerekam. tapi ternyata, dia malah ngomong sesuatu. gue juga ga nyangka dia bakal ngomong yang kaya gitu."

nara menginjak pedal gas di dalam mobilnya. dan langsung melajukannya tanpa kecepatan yang jelas.

semurahan itu kah harga dirinya di hadapan dowoon, sampai dowoon merasa kasihan padanya?

ya, nara mengakui kalau saat itu dia belum sanggup melupakan hanbin. dia menangis, melihat hanbin bermesraan dengan wanita lain, di depan kedua matanya sendiri. tapi, apakah harus seperti ini?

dia merasa jika dirinya adalah seseorang yang sangat menyedihkan. seorang wanita yang tak bisa melupakan mantan kekasihnya. apakah begitu kasihan nya nara saat itu? sampai-sampai dowoon menawarkan dirinya untuk menjadi kekasihnya dengan sukarela.

nara bahkan tak memintanya. dan jika tau akan seperti ini, nara pun tak sudi menerima tawarannya saat itu.

"brengsek! semua lelaki emang sama aja!" seru nara, meninju stir mobilnya.

ia tak tau harus pergi kemana sekarang. tak mungkin jika dia pulang ke rumahnya dengan keadaan kacau seperti ini. apalagi studio.

dan akhirnya, terpikirkan satu nama.

rose.

dia harus datang menemui rose sekarang.

e r r o n e o u s

"astaga, ra. kenapa malah jadi kaya gini sih." rose merangkul nara, dan membawanya ke pelukannya.

nara sudah menceritakan semuanya kepada rose. dan rose pun tak menyangka kalau dowoon melakukan hal seperti itu.

"ra, salah ga sih gue dulu ngedukung lo sama dia? kalau dulu gue ga cengcengin kalian, mungkin sekarang lo ga bakal nangis kaya gini. maafin gue, ya?"

nara masih terdiam di pelukan rose. rasanya, untuk mengeluarkan satu patah kata saja sudah sesak sekarang.

"luka lama lo aja belum sembuh total. terus, dia dateng, bikin yakin kalau lo bakal sembuh. tapi taunya, dia sendiri yang bikin luka itu makin parah." gumam rose, geram atas perlakuan dowoon pada sahabatnya itu.

"sekarang, lo nginep di rumah gue dulu aja, ya."

e r r o n e o u s

"dowoon! yang bener dong, elah. lo kenapa sih?" teriak sungjin.

"so–sorry bang. gue lagi ga fokus." jawab dowoon.

"yaudah yo, lanjut lagi." lerai brian.

selang beberapa menit, lagi dan lagi, dowoon mendapat teriakan dari leader nya itu.

"woon! lo kenapa sih?!"

sudah beberapa kali dowoon mengacaukan latihannya hari ini. entahlah, harinya jadi berantakan akhir-akhir ini. itu karena nara. dowoon kesulitan menghubunginya. sama persis seperti mereka pertama kali bertemu di awal.

dowoon, mencemaskannya.

dowoon takut, jika mereka akan kembali seperti dulu. seolah tak pernah bertemu. seolah tak pernah mengenal.

tapi sepertinya, sekarang rasa takut dan khawatirnya sudah lebih dari itu.

dan sekarang, latihannya harus berhenti karena stick drum miliknya patah.

"PATAHIN AJA TEROS!" seru jae.

tak menggubris teriakan jae, dowoon langsung berdiri dari kursinya, dan melenggang untuk mengambil stick drum cadangan yang ada di tasnya.

tapi tiba-tiba langkah dowoon terhenti, saat melihat sebuah wadah yang sepertinya di dalamnya tersimpan stick drum.

dengan cekatan, lengan dowoon mengambilnya, "punya siapa?"

"ah, kita lupa bilang. beberapa hari yang lalu, nara kesini. dia nyariin lo. tapi, lo ga ada disini. dan, dia tiba-tiba ninggalin itu di atas meja." ucap wonpil.

"kapan?"

"em, 5 hari yang lalu?"

tiba-tiba, dering telepon menyeruak. dan itu, ponsel milik dowoon. dowoon melihatnya, ada telepon masuk dari rose.

tanpa ragu, dowoon langsung mengangkatnya, "ha–"

"dowoon. gue bener-bener ga nyangka lo ngelakuin nara kaya gini."

dowoon mengernyit di balik telepon, "maksud lo apa?"

"ga usah so' gatau apa-apa. jujur aja, gue udah ga tahan buat ngejambak lo kalau emang ini tuh bener bener kebukti benernya."

"eh, gue ga ngerti lo ngomong apa. serius."

rose mendecih di sebrang sana, "heh, dowoon. dateng ke rumah gue sekarang. gue harus nanya ini langsung ke lo. ga bisa kalau cuma tau dari orang lain."

setelahnya, sambungan telepon terputus sepihak, meninggalkan dowoon yang masih bergelut dengan pikirannya.

"siapa sih itu?" tanya brian.

"g–gue harus pergi." ujar dowoon, sambil mulai berlari dengan tergesa, meninggalkan studio dan ke empat rekannya yang lain.

"tuh bocil bener-bener, ya. bisa-bisa gue stres kalau gini terus." keluh sungjin.


–tbc

erroneous (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang