Aku memasukan surat dari Keysi ke dalam tasku. Langkahku sekrang terburu-buru untuk sampai di kamar Rian dan memfoto sepatunya.
"RianDito" aku membaca nama yang terpampang di pintu putih di depanku.
Tanganku mulai memutar gagang pintu, membukanya perlahan dan mendapatkan suasana biru yang sangat mendominasi kamar itu. Mataku menjelajah setiap apapun yang ada di kamar ini. Dan betapa senangnya aku ketika melihat bingkai foto di atas nakas sana. Gambar dua manusia yang sedang tertawa ceria di atas rooftop sekolah.
"Aku adalah orang yang sangat mengenalmu, tidak ada yang dapat melebihi itu, termasuk dia yang dulu ada di hatimu." Kata itu keluar begitu saja dari mulutku, tanpa sebuah niat aku begitu lancar mengucapkannya.
Ada apa denganku? Jatuh cinta kah aku?
Aku mendekat ke arah nakas dan berniat mengambil foto itu.
Drtt drttt
Getar dari ponselku buatku mengurungkan niat mengambil foto di sana.
Dari : Rian
cepet ArannnAku langsung mencari kotak sepatu di bawah kolong meja. Setelah tahu kalau Rian dari tadi menunggu. Kuambil kotak sepatu itu dan kubuka. Aku langsung memoto sepatu merah dan langsung kukirim ke Rian.
Dari : Rian
oke thanks Aran, jangan lupa kunci rumah lagi yaa.Jangan lupa bayarannya yaa.
Dari : Rian
Gak ikhlas nih?Iya deh iya ikhlas banget
***
Hari berganti hari, semakin lama aku coba mengerti tentang surat yang aku temukan di rumah Rian. Surat dari Keysi buatku terus merasakan sesak kala rangkaian kata itu terbaca kembali di memoriku. Aku masih terus melangkah menjauhi kampus. Rasa lelah sebenarnya sudah terasa namun aku masih harus menuju cafe untuk bertemu seseorang yang bernama Raga. Semalam aku menghubunginya dan memintanya untuk menemuiku di sebuah cafe dekat kampus.
Pria itu sudah seperti diary bagiku, sudah banyak yang aku ceritakan padanya, sejak perkenalan beberapa minggu lalu aku menjadi begitu dekat dengannya. Kita selalu bertukar cerita, bahkan sedihku yang saat ini masih melanda akan kuceritakan pada pria itu.
Drtt drttt
Dari : Raga
gue di meja nomor 16 ya.Oke
"Hallo Ga! Udah lama ya?" Aku duduk berhadapan dengannya.
"Gak ko, baru lima menit," ucapnya lalu menyesap kopi susu yang sudah di pesannya.
Suasana cafe di sore ini cukup ramai, banyak para pekerja yang datang untuk sekedar melepas lelah setelah seharian bekerja.
"Lo mau pesan apa?"
"Milk shake aja."
Raga memanggil pelayan dan memesan milk shake pesananku. Tatapan pria itu beralih padaku setelah pelayan yang tadi pergi.
"Jangan liat-liat!" Ucapku karena merasa risih dengan tatapan tajam dari mata Raga.
"Lo kenapa? Sepertinya lo nyembunyiin sesuatu"
Pria itu semakin tajam melihat ke arahku, pertanyaannya berhasil buatku semakin gugup.
"Hmm gue seb-"
"Ini pesanannya mba." Seorang pelayan datang dan menghidangkan pesananku.
"Lo sebenarnya apa?" Tanya Raga setelah pelayan itu pergi.
Aku mengeluarkan sebuah amplop putih. Aku tidak tahu harus bercerita dari mana. Dan kuputuskan untuk menunjukkan surat Keysi yang kutemukan di rumah Rian.
"Surat siapa?"
"Baca aja"
Raga membaca surat yang aku tunjukan padanya. Dengan serius pria itu membaca setiap rangkaian kata di sana. Berbagai ekspresi terlihat di wajah Raga.
"Ini bukan Surat buat lo? Terus kenapa ada di lo Ran?"
"Gue mau nyimpen surat itu Ga," ucapku ragu. Aku hanya bisa menunduk sambil memainkan jari-jari tanganku.
"Lo mau ngumpetin surat itu?"
Deg
Lagi-lagi Raga berhasil buatku terpaku dengan ucapan mautnya, pria itu selalu saja bisa menebak isi pikiranku.
"Jawab Ran."
"Iya Ga, gue gak mau ngeliat Rian balikan sama Keysi."
Suaraku semakin pelan ketika aku dengan terpaksa harus jujur pada Raga.
"Lo cinta sama Rian?"
"Rian sahabat gue, gue cuma gak mau Rian dapet cewe seperti Keysi."
"Hmm, tapi lo tetap gak boleh ngelakuin itu Ran. Gue tau dan bahkan lo juga tau kalo surat itu ditulis tanpa sebuah kebohongan. Lo merasakan apa yang Keysi tulis di kertas itu. Right?"
"Gak! Gue yakin Keysi nulis itu agar Rian mau balikan sama dia." Aku menatap Raga tajam.
"Apapun itu, lo tetap salah Ran, lo gak boleh ngumpetin surat itu."
Aku hanya menunduk tanpa berkata apapun lagi, hingga tangan Raga menyentuh tanganku.
"Gue yakin lo gak mungkin ngelakuin itu Ran," ucap Raga terdengar sangat lembut di telingaku.
Aku memejamkan mata, mencoba mencari jalan untuk keluar dari kesalahan yang sudah aku lakukan. Mengambil surat Keysi memanglah suatu kesalahan, dan Raga benar, itu tidak boleh kulakukan.
"Ga." Aku mendongakkan kepala dan menatap Raga.
"Hmm."
"Thanks Ga." Senyum kulukiskan ke arah pria bernama Raga itu.
"Gue tau lo baik Ran."
Sore ini terasa begitu panjang, percakapan tadi buatku sadar bahwa aku tidak seharusnya melakukan itu. Surat Keysi tetaplah bukan hakku, dan aku akan mengembalikan surat itu di tempat seharusnya.
***
Hari semakin malam, aku beranjak ke atas ranjang dan merebahkan tubuhku di atas sana. Pikiranku berpencar memikirkan beberapa kejadian belakangan ini, Dina yang mulai tidak memihak padaku dan surat Keysi yang sangat buatku tersiksa. Aku tidak mengerti mengapa aku sangat tidak menginginkan Rian bersama Keysi, hatiku terasa rapuh kala membayangi jika itu terjadi. Apa aku benar jatuh cinta pada Rian?
Drrtt drttt drrrt
"Hallo Din?"
"Hallo Ran"
"Ada apa?"
"Hmm besok lo ikut kan Ran?"
"Gak Din"
"Please Ran kali ini ajah"
"Gue gak mau dan gk akan mau Din, sorry"
Aku memutuskan sambungan teleponnya, aku tidak bisa datang besok. Aku tidak mungkin merubah penampilanku hanya karena sebuah foto.
Ting
Dari : Dina
Gue minta maaf Ran, tapi please gua berharap lo dateng.
Purple girlAku menciptakan senyum smirk kala membaca pesan dari Dina, dia memanggilku "Purple Girl" tapi dia juga yang maksa aku untuk datang dengan dresscode merah. Aku semakin tidak mengerti dengan hari-hariku ini, semua tidak terkendali bahkan terasa sangat berantakan.
Kuputar lagu dari ponselku secara acak.
Pupus- Dewa19🎶
Sorry gaes nunggu lama
KAMU SEDANG MEMBACA
Purple Girl
RomantikTuhan menciptakan dunia dengan berbagai warna di dalamnya dan setiap manusia berhak memilih warnanya sendiri. Tapi bagaimana jika warna pilihannya malah dianggap aneh dan membuatnya merasa dijauhi, bahkan oleh orang yang tersayang. lanjut baca kuy...