13. Alasan?

15 2 0
                                    

Author POV

Sudah hampir dua minggu setelah Rian kembali ke Australia, Dan Aran kembali sendiri dan merasa kesepian meski masih ada Mamahnya dan Dina di sampingnya.

Di pagi yang cerah ini Aran sudah rapi dan berniat untuk lari pagi di taman kota. Aran masih sibuk mencari sesuatu di kamarnya.

"Cari apa sih Ran?" tanya Shania yang melihat anaknya sibuk membongkar kotak-kotak sepatu.

"Hmm itu lho mah, sepatu Aran yang ungu," jawab Aran sambil terus berkutik dengan kotak-kotak sepatu yang sudah berantakan.

"Emangnya kamu punya sepatu warna lain selain ungu?" sindir Shania.

Aran menoleh ke arah Mamahnya.

"Itu loh yang ungu kemarin aku pake, yang aku taro di rak sepatu belakang," jelas Aran panjang.

"Ohh itu,"

"Mamah tau sepatu aku dimana?"

"Sepatunya kemarin Mamah cuci terus Mamah taruh di deket mesin cuci belakang," ucap Mamah dan Aran pun segera keluar dari kamar untuk mengambil sepatunya.

"Untung udah kering," ucap Aran setelah sampai di halaman belakang, Aran segera memakai sepatu ungu pemberian Rian.

"Aran jalan dulu ya Mah," ucap Aran ketika melewati Mamahnya yang sedang menyiram tanaman.

"Iya sayang hati-hati"

***

Aran masih terus berlari mengelilingi taman sejak jam 6 pagi tadi. Ia sudah memutari taman kota sebanyak dua kali. Keringat mulai berjatuhan ketika kaki Aran berlari cukup kencang. Rambutnya yang dikuncir pun bergerak tak beraturan seperti menari dengan gerakan yang cepat.

Drttt drttt

Ponsel di saku celana sukses buat kaki Aran berhenti. Sebuah pesan masuk dari Dina.

Dina : Ran lo sibuk gak hari ini?

"Ada apa?" Pikir Aran dalam hati.

Gak deh kayanya, emang kenapa?

Dina : penting, nanti ketemu di cafe biasa ajah.

Oke jam 12 ya

Aran kembali memasukan ponsel ke dalam saku celana, tanpa ia sadari gelang yang dipakainya terlepas dan jatuh ke tanah.

Aran melanjutkan kegiatan larinya setelah berhenti sekitar 5 menit. Cukup melelahkan tapi ia sudah berencana untuk lari tiga putaran.

"WOY!" teriak seseorang dari belakang. Aran mendengar teriakan seseorang tapi ia pikir orang itu bukan memanggil dirinya karena taman ini sangat ramai, hingga Aran terus berlari tanpa menoleh ke belakang.

"WOY!!"

"WOY CEWEK UNGU!!!!"

Teriakan kali ini membuat Aran berbalik dan mendapatkan sosok pria dengan kaos hitam dan celana cream dan tak lupa handuk putih kecil di lehernya.

Aran mengerutkan dahi, sepertinya ia tidak mengenal pria yang sedang berjalan ke arahnya itu.

"Ini punya lo," ucap pria itu sambil mengatur napas akibat berlari mengejar Aran.

"Gelang gue." Aran meraih gelangnya dari tangan pria itu.

"Tadi gelang lo jatoh, udah gue panggil tapi lo tetap gak nengok," ucapnya dengan napas yang mulai teratur.

"Oke thanks, tapi gue gak suka lo manggil gue cewek ungu!" ketus Aran.

"Gue udah teriakin lo ya, tapi lu gak nengok ya udah gua panggil cewek ungu aja biar lo nengok."

"Ish" dengus Aran.

"Ya udah nama lo siapa?" tanya pria itu.

"Aran," jawab Aran singkat.

Pria itu mengerutkan dahinya, "Aran? kaya nama cowok,"

"Nama gue Arania Ayu tapi gue lebih suka dipanggil Aran," jelas Aran dan pria itu hanya ber-oh ria.

"Gue Raga." Raga menjulurkan tangannya ke arah Aran yang masih terlihat datar.

"Aran," ucap Aran sambil menjabat tangan Raga sebentar sebelum akhirnya dilepaskan

Raga tersenyum ke arah Aran, namun Aran masih setia memasang wajah datarnya.

"Gue mau lanjut lari lagi, thanks," ucap Aran sebelum akhirnya kembali berlari.

Hampir tiga putaran Aran mengelilingi taman, ia masih terus semangat dengan larinya. Aran tidak peduli betapa lelah kakinya karena targetnya adalah tiga putaran.

Aran berlari melewati tempat dimana ia bertemu dengan pria bernama Raga, tapi matanya tidak menemukan pria itu di sana.

"Mungkin sudah pulang," ucap Aran dalam hati.

Aran terus berlari sambil sesekali berhenti untuk sekedar mengatur napas.

"Gak cape lari terus," ucap seseorang yang berada di bangku taman. Aran menoleh dan ternyata suara itu adalah suara milik Raga yang sedang duduk sambil memakan bubur ayam yang dipesannya.

"Sini makan dulu," tambah Raga. Aran terdiam sebentar lalu ia ikut duduk dan memesan bubur ayam.

"Lo gak cape lari mulu?" tanya Raga sambil memakan bubur.

"Cape sih tapi gua udah targetin buat lari tiga putaran" jawab Aran sambil mengelap keringat dengan handuk kecilnya.

"Ohh gtu"

"Hmm, lo sendiri ke sini cuma buat duduk terus makan bubur?" tanya Aran.

Raga terkekeh pelan mendengar wanita yang di sampingnya berbicara.

"Gue udah dari jam lima di sini, udh lima atau enam putaran kayanya"

"Kirain makan bubur doang," balas Aran sambil memakan buburnya.

Kali ini Raga memilih diam tak membalas Aran yang kelihatannya sangat lahap memakan bubur. Mata Raga sesekali melirik Aran yang terlihat cantik dengan kesan dinginnya.

"Lo suka ungu?"

Pertanyaan yang dilontarkan Raga membuat Aran berhenti makan dan melihat ke arah pria itu.

"Hmm gitu deh"

"Kenapa lo suka ungu?" Raga menaikkan sebelah alisnya. Tatapan pria itu terkesan serius seperti seseorang yang sedang mengintrogasi Aran.

"Suka aja," jawab Aran datar.

"Gak mungkin, lo gk mungkin suka sama warna ungu tanpa alasan"

"Serius." Jawab Aran sambil melihat ke arah mangkok buburnya.

"Gini, menurut gua lo pasti punya alasan untuk itu, karena liat diri lo, lo seakan udah jatuh cinta sama ungu lo itu," jelas Raga panjang dan Aran terdiam meresapi setiap kata yang keluar dari mulut pria di sampingnya.

Jatuh cinta? Apa benar?

Aran masih menatap mangkuk buburnya tanpa sedikitpun melirik Raga, pikirannya terbang entah kemana setelah mendengar kata jatuh cinta. Aran menyukai ungu karena dia terlalu jatuh cinta? Jika itu benar berarti itu adalah sebuah kesalahan.

"Ran!" Panggil Raga pada Aran yang melamun.

"Kita gak perlu alasan buat suka atau mencintai sesuatu," balas Aran datar setelah cukup lama terbuai dengan pikirannya.

"Udah gue pulang duluan ya," tambah Aran lalu berdiri dan berjalan menujuk gerobak bubur untuk membayar pesanannya.

"Bye" Aran berjalan melewati Raga yang masih duduk di bangku taman.

Mata Raga terpaku pada sosok wanita yang sedang berjalan menjauh dari tempatnya.

"Cewek ungu yang misterius,"

Purple GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang