4. Garis Batasan

34 4 5
                                    

Rian Andito POV

"Ran!" Teriak tante Shania dari arah dapur.

Aku menoleh dan langsung pergi ke dapur untuk melihat apa yang terjadi di sana.

"Ada apa Tan?" Tanyaku cepat ketika sudah berada di dapur.

Di dapur aku melihat tante Shania dengan nampan kecil yang dipegangnya.

"Itu si Aran tante suruh antar ini ke kamu tapi dia malah pergi ke kamar," ucap tante Shania.

Aku melihat ke arah nampan yang di pegang tante Shania, ada satu gelas sirup dan beberapa potong kue.

Sepertinya kembalinya aku ke indonesia tidak berarti bagi seorang Arania Ayu.

"Sebaiknya aku pulang," pikirku dalam hati.

"Hmm kalau begitu aku pulang aja deh Tan, mungkin Aran masih cape, lagi juga sudah hampir sore." Aku melirik jam tangan yang sudah menunjukkan pukul tiga sore.

"Tapi ini udah tante buatin lho," ucap tante Shania dengan nada kecewa.

"Ya udah sirupnya Rian minum dulu, baru Rian pulang," ucapku lalu mengambil segelas sirup dan menghabiskan sirup itu hingga tak tersisa.

Tante Shania hanya melihatku sambil tersenyum kecil.

"Habis, makasih Tan Sirupnya." Aku meletakkan gelas kosong ke atas nampan yang masih dipegang tante Shania.

"Iya, maafin sikap Aran ya."

"Iya tan aku ngerti ko, aku pulang dulu ya Tan," ucapku lalu menyium punggung tangan tante Shania.

"Iya hati-hati."

"Iya Tan," balasku lalu berjalan keluar rumah Aran.

Sesampainya aku di mobil, aku melirik pintu utama rumah Aran. Rasa sedih datang ketika aku merasa kehadiranku tidak disambut baik olehnya. Dia sudah berubah, padahal aku pulang ke indonesia hanya untuk melihatnya.

"Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu Aran, tapi jika aku mengganggu hidupmu, aku lebih baik kembali ke Australia."

Aku menghela napas kasar lalu menaiki mobil dan meninggalkan rumah Aran.

Jalanan kota di sore hari ini sangat padat hingga mobilku terjebak di kemacetan yang lumayan panjang. Di dalam mobil aku hanya terdiam mendengarkan musik yang sengaja aku putar di dalam mobilku.

Drtttt drttt

Aku melihat ke arah benda pipih yang bergetar, kulihat ada nama Keysi yang terpampang di layar sana.

"Hallo Key?"

"Hallo Rian"

"Ada apa?"

"Kamu di Indonesia kan? Malam ini jalan yuk?"

Hening

"Hmm okey" ucapku setelah cukup lama berpikir.

"Jam 7 jemput aku ya."

Aku mematikan sambungan teleponnya tanpa membalas ucapan keysi terlebih dahulu.

Mungkin Keysi adalah satu-satunya orang yang mengharapkan kehadiranku, di saat dirinya bersikap acuh tak acuh sejak kepulanganku ke Indonesia. Aku mengharapkannya namun dia tidak mengharapkanku.

Cukup menyakitkan, tapi aku tahu ada garis batasan yang terbentang.

😭😭😭 Sedih Riannya didiemin. Jangan sedih Rian, masih ada aku kok wkwk

Purple GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang