"Ara!" Rendra memanggil Ara berkali-kali ketika Ara tetap berjalan cepat di depannya. Rendra berjalan lebih cepat untuk mengejar Ara.
"Ara." Rendra menahan bahu Ara.
Ara yang terkejut langsung berbalik badan dan menyentak tangan Rendra di bahunya.
"Ck. Apasi!" katanya dengan sewot."Dengerin penjelasan gue dulu," ucap Rendra sembari menatap mata Ara.
"Penjelasan apalagi astaga. Kita udah selesai. Gue gak nerima penjelasan. Karena seberapa panjang penjelasan lo pun gue tetep gak akan ngedengerin. Gue paling gak seneng dibohongin. Lo tau itu!" ucap Ara sambil berbalik dan kembali berjalan cepat.
Rendra kembali menyusul Ara. Ara harus mendengarkan penjelasannya dulu.
"Ara! Gue minta maaf sumpah gue nyesel Ra. Alya itu ternyata anak sahabat Papa. Waktu itu dia datang ke anniversary orang tua gue. Dan waktu itu Papanya Alya minta gue buat ngejagain Alya. Alya sakit Ra. Dari itu, gue disuruh Papa gue buat nurutin kemauan Papanya Alya. Gue nurutin kemauannya Papa. Karena gue pikir ini akan baik-baik aja. Gue mikir lo bisa ngertiin gue."Ara tertegun ketika mendengarkan penjelasan Rendra. "Tapi lo bisa ngomong ke gue dulu. Gak semua hal yang lo kira baik-baik aja buat orang lain baik untuk orang tersebut. Kalo awalnya lo bilang duluan, gue maklumin Ren." Ara menghela nafasnya. "dan gue juga gue sakit hati waktu nyadar tatapan lo ke gue itu beda. Tatapan lo yang dulu lo kasih ke gue, kini jadi ke Alya. Entah itu karena sekarang Alya mungkin jadi tanggung jawab lo ataupun karena ada hal yang lebih dari itu. Dan sekarang mending kita udahan dulu. Gue rasa lo bisa ngertiin gue. Gue butuh waktu Ren."
"Tapi Ra, gue masih suka lo," kata Rendra kukuh.
"Haha bullshit. Gini ya, gue gak tau ini jalan yang bener atau salah. Tapi gue kira, kita memang perlu udahan dulu. Kita masih bisa jadi teman," kata Ara final.
"Oke kalau itu mau lo. Tapi tetep gue harus bisa deket lo."
"Kita lihat nanti. Lo tetep bakal ada di deket gue atau Alya." Ara mencoba tersenyum. "Gue duluan," katanya lalu meninggalkan Rendra di lorong dekat taman.
●●●●●
"Dari mana lo?" tanya Ghea setelah Ara kembali ke kelas.
Ara menunjukkan bolpoin gel barunya yang tadi ia beli di kopsis. "Dari kopsis, beli ini. Terus mampir ke taman dulu, nyari angin di sana. Mumpung jamkos," katanya sambil terkekeh.
"Lah, gelo sia. Nanti kalo tiba-tiba ada guru masuk gimana?" ujar Tania setelah membalikkan badannya mengahadap Ghea dan Ara.
"Astaga kok ribet. Tinggal ketok pintu bilang 'assalamualaikum Bu, maaf telat. Saya dari kopsis habis beli bolpen'. Kelar masalahnya. Gue juga enggak bohong kan," jawabnya sambil tersenyum.
Ghea dan Tania berdecak.
"Terserah lo, Ra," kata Tania.
"Nanti pulsek jadi lho nonton futsal. Kayaknya bakal seru secara SMA Wijaya pemainnya juga sangar-sangar," ujar Ghea, masih kentara raut semangat di wajahnya.
"Kok lo semangat banget si nonton futsal. Ada something ya lo sama anak futsal? Naksir siapa lo?" tanya Ara pada Ghea.
"Mana ada. Cuman kepingin nonton futsal aja. Udah lama kan gak ada tanding futsal," Kilah Ghea.
"Boong dosa lho, Ghe," ujar Tania sambil memicingkan matanya pada Ghea.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Time
Teen Fiction[ ON GOING ] Pertemuan selalu berhubungan dengan waktu bukan? Waktu yang membuat kedua insan saling bertemu, lalu meninggalkan jejak di kehidupannya masing-masing. Entah hanya secuil peristiwa yang berakhir dengan dilupakan atau malah rentetan peri...