Tujuh belas

195 12 2
                                    

Darren sampai di rumahnya pukul lima sore lebih sedikit. Tangannya meletakkan kotak brownies yang ia beli tadi di meja makan.

Di sana, terlihat Reina-Mama Darren, sedang membantu Bi Lati memasak. Ia melangkahkan kakinya ke arah sang Mama, lantas segera mencium tangannya.

"Udah pulang, Nak?" tanya Reina berbasa-basi.

"Iya," Darren mengangguk, "Darren ke kamar dulu, ya, Ma?" ujar Darren lanjutnya.

"Iya, Nak." Reina berbalik menghadap Darren. Tangannya menepuk pundak Darren dua kali sambil tersenyum. "Makasih, Mama senang kamu mau bertemu Papa kamu."

Darren menghembuskan nafas berat. "Iya, yang penting Mama tetep sehat."

"Darren ke kamar dulu," pamitnya sekali lagi pada Reina. Setelah mamanya mengangguk, ia segera bergegas ke kamar.

Sesampainya di kamar, ia segera membersihkan diri, kemudian menjalankan shalat ashar.

Setelah semua beres, ia menjatuhkan dirinya di ranjang empuknya. Matanya menatap kosong langit-langit kamar.
Sebentar lagi, ia akan bertemu dengan Papanya. Papa yang dulu ia anggap monster di mata kecilnya.

Darren menggelengkan kepalanya. Sudahlah, pikirannya tak harus melulu tentang Papanya.

Banyak hal yang bisa ia pikirkan, misalnya Ara, hampir seharian penuh ia bersama gadis itu. Ara hampir tersenyum dan tertawa bahagia seharian ini. Jangan lupakan juga, mimik wajah kaget Ara saat Darren beritahu, bahwa ia adalah teman kecilnya Ara. Atau mungkin air mata Ara yang tadi sempat keluar, entahlah Darren rasanya sangat menyukai hari ini.

Darren lalu bangun dari posisi rebahannya. Ia berniat untuk mengirim pesan pada Ara. Ia mengirim pesan jahil untuk mengganggu gadis itu.

Darren
Heii, teman kecil

Butuh beberapa menit, sampai Ara membaca pesannya. Ara hanya membaca, karena Ara baru membalas setelah lima menit kemudian.

Ara
anjaiii:((
Apaan?

Darren
Katanya kangen sama Nara? Mau ketemu gak?

Ara
Gak, tadi udah ketemu. Terus langsung bosen, gak kangen lagi

Darren tertawa membacanya, ia berniat membalas pesan Ara ketika pintu kamarnya diketuk. Ia meletakkan ponsel, lalu kakinya melangkah ke arah pintu dan segera membuka.

"Kenapa?" tanya Darren saat melihat Bulan di depan pintu hanya diam saja.

Bulan menghela nafas pelan. Ia lalu mendongak menatap abangnya. "Papa udah di bawah."

Darren berusaha mengendalikan mimik wajahnya ketika mendengar ucapan adiknya. "Lo ke bawah aja dulu, nanti gue nyusul."

"Yang cepet, ya, Bang. Lo udah ditunggu soalnya." Bulan kembali berujar. Lalu setelah melihat Darren mengangguk, ia lantas segera turun ke lantai bawah.

Darren menghembuskan nafas berat, tangannya mengacak kasar rambutnya, sebelum menutup pintu kamarnya dan melangkahkan kakinya menuju lantai bawah. Bertemu dengan seseorang yang entah berapa tahun tidak ia temui.

Darren melihat mamanya, papanya, dan Bulan duduk di kursi meja makan. Darren lalu duduk di samping mamanya.

"Mau makan, sama apa, Nak?" suara Reina yang pertama kali memecah keheningan.

"Apa aja, Ma." Darren membalas ucapan Reina, dengan mata yang tidak pernah melirik ke Gandi- papanya.

Reina mengangguk lalu mengambilkan Darren nasi, sayur sop, juga ayam goreng dan sambal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

About TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang