Bel istirahat kedua telah dibunyikan. Para siswa SMA Gemilang langsung menyambar ke kantin untuk makan siang sebelum pergi ke masjid untuk siswa muslim.
"Lo makan sebegitu banyaknya. Habis nguli? Mana tampilannya gak jelas gitu," kata Devin dan diangguki Fabian. Bagaimana tidak gila, Bimo mengikat dasi di kepalanya lalu mengikat slayer hitam entah punya siapa ke lengannya. Lalu di depannya teronggok nasi rames dengan porsi seperti kuli dengan dua kerupuk acir di atasnya.
"Kayak gak pernah lihat Bimo gila aja lo," kata Darren menyahuti.
"Sorry ya ini gue lagi mengisi tenaga sebelum berperang," jawabnya.
Ketiga temannya hanya diam tak merespon sama sekali, memilih untuk melanjutkan kegiatan makan siangnya. "Kok lo semua diem, sih? Tanya dong woy 'perang apaan Bim?' gitu," protesnya kesal.
"Ah elah lagi makan ni. Gak liat lo?" kata Fabian.
"Lo, ya, Yan. Mentang-mentang udah pdkt an jadi gitu. Dulu yang sering cerita ke gue tentang Ghea siapa ya? Eh keceplosan," kata Bimo setelah mengunyah kerupuknya. Fabian yang mendengar ucapan Bimo seperti ingin memakannya hidup-hidup.
"Lo suka Ghea dari dulu, Yan?" tanya Darren. Fabian hanya diam, tak menjawab, ia lebih memilih melajutkan kegiatan makannya.
"Ikan belut sering ayan. Kalau punya mulut, jawab, Yan," sela Bimo, sekarang memakan bakwan. Nasinya telah tatas, entah dengan kecepatan apa ia makan nasi yang porsinya melebihi kuli.
"Kalo beneran suka, apalagi dari dulu, perjuangin Yan," ujar Darren.
Fabian mengangguk. "Iya," katanya sebelum menyedot es teh.
"Terus lo kapan merjuangin, Ren?" lanjut Fabian.
"Darren mah gerakan bawah tanah. Gak keliatan?" ujar Bimo.
"Lo nyela terus woy. Itu pertanyaan bukan buat lo," kata Devin pada Bimo.
"Biarin. Gatel pengen ngomong gue. Lagian gue juga gak pernah ditanyain," kata Bimo, dengan raut muka cemberut.
"Najis muka lo Bim, sumpah," kata Darren sambil melempar tissu bekasnya ke muka Bimo. Fabian dan Devin tertawa puas.
"Setan lo pada," jawab Bimo kesal.
"Yan solat," kata Darren yang telah selesai menghabikan makanannya pada Fabian sambil berdiri. Fabian mengangguk dan ikut berdiri untuk segera ke mushola.
Sementara Bimo dan Devin kembali ke kelas mereka. Mereka nonis, kuberitahu.
●●●●●
Sekarang hampir jam pelajaran ke-sembilan. Kelas Darren jamkos, Bu Mia-guru bahasa indonesia tidak masuk selama jam pelajaran ke-9 dan ke-10. Kira-kira satu jam lagi bel pulang akan berbunyi, dan Darren berniat untuk tidur sambil menunggu bel pulang berbunyi. Darren yang sudah ingin merebahkan kepalanya di atas tas yang ia letakkan di atas meja, terusik ketika seruan Fabian mengusiknya.
"Apa?" jawabnya sambil menegakkan kepala.
"Ghea sama Ara gak bawa jas lab. Ghea pinjem gue, kata dia lo suruh minjemin Ara," ujar Fabian.
"Oh," jawabnya, "Suruh ke sini yang mau pinjem."
"Kesana aja lah. Kata Ghea, dia sama Ara udah nungguin di tangga dekat kopsis," ujar Fabian.
"Yaudah noh bawain punya gue sekalian. Pinjemin ke Ara."
"Ogah," ujar Fabian tak kalem. "Pinjemin sendiri sono."
"Gak. Mau tidur gue."
Fabian menghela nafas, "Yaudah sini. Kasian juga si Ara," kata Fabian lalu mengambil jas lab Darren yang diletakannya di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Time
Teen Fiction[ ON GOING ] Pertemuan selalu berhubungan dengan waktu bukan? Waktu yang membuat kedua insan saling bertemu, lalu meninggalkan jejak di kehidupannya masing-masing. Entah hanya secuil peristiwa yang berakhir dengan dilupakan atau malah rentetan peri...