💢MGML💢 31| Patah Hati

492 39 78
                                    

Berjalan bersisian dengan langkah kaki perlahan, menikmati udara pagi hari, Devian tak henti-hentinya menatap wajah Anya bersamaan dengan perasaannya yang tampak gusar.

Sementara Anya, berulang kali memutar otak untuk mengeluarkan kata-kata yang tepat untuk menjawab.

"Gimana?" Devian berhenti menatap Anya lama. Otomatis pun Anya ikutan berhenti.

"Apanya?"

Devian menghela napasnya kasar, berganti menatap Anya tajam. "Lo kok jadi bolot sih?"

"Idih, ngatain Anya bolot?" Bibir Anya mengerucut, menatap Devian ogah-ogahan. Ia pun memutuskan untuk berjalan duluan.

Dengan sigap Devian mencekal pergelangan tangan Anya dan membuat posisi mereka saling berhadapan.

"Bukannya ini yang lo mau? Ada status?" Devian meneliti setiap pergerakan Anya yang tampak kikuk.

Tangan kanannya yang masih berada di cekalan Devian, ia lepaskan secara perlahan. Seraya menampilkan senyum yang sedikit dipaksa.

"Itu dulu, Dev." Ucapannya itu membuat ia mengatupkan bibir setelahnya. Jantungnya berdegup cepat, sedikit takut jika dirinya salah berbicara.

"Lo berubah."

Anya memalingkan wajahnya saat ia merasa ditatap lekat-lekat. Tak bisa ia pungkiri dan Anya hanya diam tak membantah. Terakhir ia hanya bisa menghela napas.

"Kalo gitu, lo ngapain mau gue ajak ketemuan di sini? Kenapa gak nolak di awal?"

Lagi-lagi Anya hanya diam tak memberi alasan. Membuat suasana yang awalnya dingin malah memanas. Saat ini ia tengah memikirkan sesuatu yang ia tak mengerti.

Anya sendiri bingung dengan perasaannya. Semalaman ia tak bisa tidur saat satu pesan masuk dari Devian. Perasaan yang lama bersarang seakan terbuka kembali, tetapi anehnya saat ia sudah berhadapan langsung dengan orang yang dulu sangat didambakan seakan perasaan itu sudah tak bermakna. Hilang ditelan sesuatu yang tak ia tau.

Padahal sudah lama ia menantikan hal ini. Saat di mana Devian mengikatnya dengan hubungan jelas.

Tangan Devian mengepal melihat keterdiaman Anya yang tak kunjung berakhir. Gue terlambat, ya?

"Dev, maaf ...." Napas Anya tercekat, berulang kali pula ia membasahi tenggorokannya yang terasa kering. Tetapi tetap saja kata-kata yang sudah ia rangkai tak bisa diutarakan.

"Gue kangen lo yang cerewet, gak diem kayak gini." Devian bersuara kembali yang justru membuat Anya semakin bingung dan enggan bersuara.

"Ya udah, gue gak bisa maksa lo. Gue yang salah, kenapa gak dari dulu. Gue yang terlalu percaya diri kalau lo gak bakal pindah ke lain hati. Nyatanya sekarang kepercayaan diri gue hilang." Sedetik matanya terpejam dan menghela napas panjang. "Perasaan lo udah pindah, kan?"

***

Tatapannya kosong, tetapi tidak dengan pikirannya. Sedari tadi cowok berpakaian abu-abu lengan pendek dan bercelana training lengkap dengan handuk kecil berwarna dongker yang terus-menerus ia pakai untuk mengelap peluh yang terus mengucur deras.

Napasnya tersengal, ditambah emosi yang terus menaik. Belum ada lima menit ia berhenti, kini kaki jenjangnya sudah bergerak cepat memutari lapangan yang semakin ramai. Jika dihitung sudah ada dua puluh kali ia berlari mengelilingi lapangan yang cukup besar itu.

Dalam hati Devian terus merapalkan sumpah serapah kepada dirinya sendiri yang ia anggap sebagai pengecut.

Bego lo, Dev!

Nyesel, kan!

Semakin kencang dan semakin brutal ia berlari, bahkan orang di sekitarnya sudah tak dianggap ada. Menerobos jalanan dan siapa saja yang menghalangi langkahnya.

My Guide My Lover [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang