Tidur sambil selonjoran di paha mamanya, adalah kebiasaan Anya dulu. Bahkan itu sudah menjadi rutinitas malam hari. Hingga saat ini ia tetap melakukannya walau dengan orang berbeda.
Seperti sekarang, dengan novel di tangan. Anya dengan nyamannya tidur di pangkuan Diana, dengan Diana mengelus rambutnya.
Tentunya Anya merasa nyaman. Hubungan antara keduanya pun semakin dekat layaknya ibu dan anak seperti yang Diana harapkan sebelumnya.
"Tan, boleh gak sih cewek nyatain perasaannya duluan?" tanya Anya tiba-tiba dengan kepala mendongak. Novel yang tadi dibacanya, diletakkan begitu saja di atas dada.
"Hmm ... boleh sih boleh. Tapi, saran tante mending gak usah. Biar jadi tugas cowok aja. Kalo dia gak nyatain juga, cari aja yang lain. Cowok mah masih banyak. Buktinya, tante dulu suka sama kakak kelas sampai ngejar-ngejar. Tapi, ujung-ujungnya sama papa Aldan juga. Ini masalah takdir. Mending diam dan perbaiki diri, nanti juga banyak yang ngantri. Dari pada ngurusin cinta SMA yang bikin patah hati," jelas Diana sambil menerawang ke masa SMA-nya.
Anya yang begitu antusias, langsung bangkit dari posisi nyamannya. Tangannya melayang di udara kemudian mendarat di pelipis mata.
"Siap, Tante. Laksanakan!"
Diana tertawa, tangannya tergerak menepuk ujung kepala Anya. "Anak pintar."
"Oh iya, Tan. Hmm, nenek kak Aldan kenapa gak tinggal di sini?" tanya Anya ragu-ragu. Pasalnya ia penasaran karena tak melihat-lihat nenek tersebut di rumah ini. Padahal kan nenek Aldan sudah pulang beberapa hari yang lalu.
"Nenek Aldan gak tinggal di sini. Dia tinggal di rumah abangnya om Arya. Kenapa? Kamu mau ketemu?"
"Eh, eng-enggak, Tan," jawab Anya terbata. Bagaimana mungkin ia akan tahan jika bertemu dengan nenek Aldan. Yang ada ia kembali sedih, dan menoreh rasa rindu yang kian bertambah.
Karena sebesar apa pun rasa rindu itu, tak akan pernah sirna walau orang tersebut telah tiada. Malah bertambah dan menggiring kita ke jurang kenangan yang nyata.
Diana mengerti, bahkan ia sangat mengerti apa yang dirasakan Anya. Oleh sebab itu, ialah yang meminta sang suami agar mertuanya tinggal di tempat abang ipar. Lagi pula, mereka dapat dengan mudah berkunjung, jadi tidak terlalu dipermasalahkan.
"Tan, kak Aldan ke mana, sih? Keluar kok gak ngajak Anya?" tanya Alya cemberut. Padahal tadi sore, Aldan sudah berjanji ingin membelikannya permen.
"Gak tau, tadi kaya buru-buru gitu," jawab Diana seadanya.
Anya semakin cemberut, ia merasa bosan. Apalagi besok libur, dan sekarang jam masih menunjukkan angka delapan.
Ia bingung apa lagi yang akan dilakukannya. Mengerjakan tugas sudah, membaca novel sudah, membantu Diana sudah, dan sekarang tinggal mengganggu Aldan yang belum.
"Kamu mau gak lihat foto Aldan waktu kecil?" tawar Diana. Hal itu membuat Anya menoleh dan sedikit tersenyum.
"Mau, mau!" jawab Anya sangat bersemangat.
Diana tertawa, lalu bergerak mengambil foto kecil Aldan yang mungkin saja dapat menghibur Anya sekarang.
"Cuma ini sih yang tante temui. Yang lain mungkin di lemari, kapan-kapan aja, ya." Diana menyodorkan beberapa lembar kertas yang terpampang wajah Aldan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Guide My Lover [COMPLETED]
Teen Fiction[UPDATE: RABU • SABTU]❤ Akibat dari satu kejadian yang menimpa seorang gadis, membuat gadis itu berada di titik terendahnya. Sampai pada akhirnya ia merasakan puncak kekecewaan pada Tuhan dan tanpa sengaja, ia dipertemukan oleh cowok yang super teng...