Chapter 6

4 1 0
                                    

Akhirnya, kelas 10 telah di lalui. 1 beban telah terangkat. 1 tangga telah terlewati.

Kelas 11 dan 12 menunggu. 2 beban di depan mata. 2 tangga harus di gapai. SMA hanya permulaan menuju jalan lebih berliku. Di SMA umunya hanya 2 pilihan, IPA atau IPS.

Tapi kuliah nanti di mana kita mulai membuka buku besar untuk masa depan, untuk di ceritakan pada keturunan. Dimana pilihan yang benar akan membawa kepada kejayaan, dan pilihan yang salah akan membawa kepada suramnya dunia.

Hanya 1 cara untuk menuntun kita menuju jalan yang benar. Kemampuan dan kata hati. Otak dan hati harus singkron saat memilih, apapun itu.

Hari pembagian rapor jatuh pada hari Sabtu, semua pejabat kelas wajib datang cepat. Gotong royong katanya.

Tapi kelas mana yang tidak kenal kelas X IPS 2? Kelas terbersih di letingnya dan termasuk seluruh leting, leting biru atau nama kerennya Blue Nation.

Setelah pembagian rapor selesai, trio Aubree, Putri, dan Nisa memilih nongki cantik di Blepot, salah satu restoran burger favourite mereka. Tidak ada wifi disitu, tapi entah kenapa mereka bisa duduk sampai lima jam lamanya.

"Heran gue. Perasaan suka bandel, nyahut-nyahut guru kok bisa rangking gue 5 besar." Ujar Aubree membolak-balik rapornya, tidak menyangka masih di beri nilai bagus oleh para guru.

"Gue juga gak nyangka masuk sepuluh besar." Jawab Nisa.

"Kalian ngeledek gue ya." Putri menatap datar temannya.

"Lo rangking berapa Put?" Tanya Nisa.

"Dua puluh besar gue. Heran dah, gue duduk samping Rinrin kok jauh banget rangking kami." Putri ikut membuka rapornya.

"Lo kalo mau tetanggaan rangking sama Rinrin, harus sering berdebat sama guru. Biar di notice." Ujar Nisa sambil menepuk-nepuk bahu Putri.

"Walaupun nge bacot gak jelas, debat aja dulu itu guru. Biar pinter pinter gimana gitu nampaknya." Lanjut Nisa menjelaskan.

Aubree yang lagi minum tersedak, "Anjir lu Nis. Nistain tros gue."

"Hehehe. Tapi serius, itu nilai sosiologi lo berapa?"

"Gak ingat, gak mau tengok. Dendam Pak Jol sama gue, nilai gue cuma naik satu." Aubree memotong burger jumbonya.

"Kan udah di bilangin, yang bandel nilai nya cuma naik satu. Secara lo sering nyahut kalo bapak itu jelasin materi. Tapi sebenarnya sih bagus, lo itu ngeluarin pendapat juga, kaya aktif gitu." Ujar Nisa.

"Aktifnya kehitung, tapi pendapatnya gak kehitung karena isinya bacot." Lanjut Nisa.

"Kampret lo. Gue kira bakal di sanjung njir." Aubree melempar tisu bekas ke dua teman bangsul yang sedang menertawainya.

"Betewe, gue ingat dulu baru masuk SMA. Waktu MOS, disuruh senam tengkorak 1 kelas karena gak ada yang mau maju hafal visi misi sekolah." Ujar Aubree membuka kenangan memalukan tapi juga lucu.

"Ingat banget gue. Habis dihukum ciwi ciwi pada nangis. Lo doang yang senyam senyum." Sahut Nisa sambil melempar tisu bekas balik.

"Gue kaga tau kalian pada nangis, kalau tau gue juga gak bakal senyam senyum jadi orang gila sendiri." Aubree balas melempar tisu bekas.

"Terus waktu minta tanda tangan itu. Jahat banget dah, pada kabur kakel nya. Ngapain suruh kalo pada kabur. Dikira main petak umpet apa." Putri berdecak mengingat kejadian kejar-kajaran minta TTD dulu.

"Iya woy. Gue iri banget waktu tau hadiahnya sepatu. Gue kira cuma ciki sebiji." Jawab Aubree.

"Tapi endingnya semua dapat sepatu. Karena memang sekolah kasih." Ujar Nisa.

Hi! MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang