Fuck Day

181 16 1
                                    

Sinar matahari mengganggu tidur nyenyakku. Aku menggeliat bak kucing. "Aduh ... tirainya kenapa dibuka sih!" geramku kesal. Seseorang menarik kakiku membuat tubuhku terjatuh kelantai.

"Aaaauuu pantat gue!" Aku langsung membuka mataku karena merasakan sakit yang luar biasa.

"Buruan bangun udah jam tujuh kurang sepuluh menit. Lo gak mau sekolah?"

Seketika aku membelalakkan mataku. "Serius?" Aku segera mengambil jam weker yang ada di atas nakas.

"Buset ... gue terlambat lagi!" Aku langsung berlari ke kamar mandi.

Lima belas menit berlalu aku langsung keluar kamar setelah mengenakan sepatu dan seragam sekolah.

"Bagas hari ini libur. Jadi Tante tenang aja," ucap Bagas yang sedang sarapan di meja makan.

Aku buru-buru mengahampiri Bagas.

"Argh!" pekik Bagas karena kepalanya aku pukul dengan tangan. Bagas membalikkan badan dan langsung mendelik ke arahku. "Apa-apaan sih Ra. Sakit tauk pagi-pagi lo udah mukul gue!" protes Bagas tidak terima.

Aku menjulurkan lidahku ke arah Bagas. "Serah gue dong, siapa suruh narik kaki gue sampai-sampai gue jatuh!" Aku memajukan bibirku.

Bagas tidak menggubris perkataanku, dia menepuk jidatnya. "Gue lupa Ra. Lo udah terlambat! Cobak lihat sekarang jam berapa?"  Bagas panik sendiri.

Aku segera melihat jam yang berada di pergelangan tangan kiriku. Terlihat jam tersebut menunjukan pukul 7.10 menit. Yang artinya lagi lima menit gerbang sekolah bakalan di tutup. Dan waktu tempuh rumah ke sekolahnya sekarang itu adalah 10 menit.

"Astaga Bang. Sekarang gimana dong? Gue bakalan telat nih!" Aku mulai panik sendiri.

Mama menyerahkan kotak bekal kepadaku. "Nih Ra nanti sarapan di sekolah aja. Sekarang buruan gih berangkat, malah disini ngomel-ngomel gak jelas," uajr Mama lalu kembali pergi ke dapur.

Bagas dan aku cepat-cepat menyalimi tangan Mama lalu pergi ke sekolah. Kendaraan yang Bagas pilih yaitu motor papa. Kata Bagas biar cepet terus gak macet. Aku menurut saja, yah ... walaupun naik motor agak ribet sih karena aku memakai rok.

"Udah Ra?" tanya Bagas yang sudah siap untuk melajukan motor.

"Udah buruan!" Aku menepuk-nepuk bahu Bagas karena tidak sabaran.

Bagas melajukan motornya. Kecepatan motor yang tidak bisa dibilang pelan membuat rambutku kembali acak-acakkan. "Bang hati-hati dong!" seruku kepada Bagas.

"Kalo hati-hati nanti lo nambah telat!" ujar Bagas sedikit berteriak.

"Tapi rambut gue berantakan Bang!"

"Nanti di sekolah bisa disisir lagi. Sekarang yang penting lo jangan sampai telat!" marah Bagas. Kalau sudah begini aku tidak bisa apa-apa.

Bagas selalu datang setiap hari sabtu atau minggu pagi kalau dia tidak sibuk. Katanya dia bosen sendiri di rumah soalnya kedua orang tua Bagas bekerja di luar kota. Padahal dulu dia sudah diajak pindah dengan orang tuanya tapi dia menolak, dia bilang dia gak mau pergi jauh-jauh dari aku. Bagas so sweet deh.

Bagas itu merupakan anak semata wayang yang sudah pasti dia merasa kesepian jika di rumah sendiri. Dulu aku pernah menawarkan untuk tinggal saja di rumahku. Tetapi, dia menolak dia bilang, "gak mau gue. Lebih baik gue tinggal di rumah gue aja, kalau di sana tar gue khilaf lagi sama adek gue." Kurang lebih seperti itu. Bagas emang ada-ada saja.

Bugh!

"Aduh Bang kok ngerem nadak sih?" protesku karena Bagas tiba-tiba ngerem mendadak.

"Lampu merah Ra. Gue gak berani nerobos soalnya gue sama lo."

Aku memutar bola mataku sebal. "Mulai deh lo Bang." Aku memukul helm yang digunakan Bagas sehingga empu yang menggunakannya kesal sehingga dia mencubit pahaku.

"Sakit Monyet!"

"Makanya jangan mukul helmnya. Mahal."

"Idih helm bapak gue juga!"

"Gini-gini ya, Ini helm keberuntungan. Setiap gue minjem helm ke bapak lo buat gue balapan, gue pastu menang," ucap Bagas menyombongkan diri.

"Apa lo bilang tadi? Balapan? Oh ... jadi lo minjem helm itu buat balapan ya?"

Bagas tertawa garing. "Lo kan tau Ra gue orangnya kayak gimana. Kalo soal helm gue mah punya tapi kalo helm kayak Papa lo tuh limited edition. Gue juga udah lama tuh enggak balapan."

Bukannya Bagas tidak punya helm atau gimana-gimana tapi dia lebih suka menggunakan helm Papa. Katanya dia itu, helm berkat dan papa juga tidak mempermasalahkan soal itu. Toh Bagas juga anak papa. Jadi terserah dia mau gimana.

"Udah nyampe Ra. Tapi gerbangnya udah di tutup. Gimana dong?"

Aku mengetuk-ngetuk daguku mencoba berpikir.

Sebuah ide muncul di pikiranku. Aku menjentikkan jariku membuat Bagas menoleh ngeri ke arahku. "Gue ada ide Bang!" seruku senang.

"Lo jangan libatin gue. Ide-ide lo tuh rada-rada gila," tolak Bagas terang-terangan, sebelum aku mengutarakan isi pemikiranku.

"Ih! Abang gue yang guanteng. Kasi adeknya yang jenius ini ngomong dulu dong Bang."

Bagas menghembuskan napas pasrah. "Yaudah buruan."

Aku membisikkan sesuatu di telinga Bagas membuat cowok itu menolaknya.

"Please Bang. Ini cara satu-satunya."

"Gak."

"Ayolah Bang, kali ini aja." Aku mengeluarkan puppy eyes-ku. Untungnya Bagas mau dan  turun dari motor dan memulai melaksanakan ide gilaku.

"Pak! Pak! Pak!" panggil Bagas kepada satpam yang sedang berada di sarangnya.

"Ada apa ya, Dik?" tanya satpam itu.

"Pak bisa bantuin saya enggak? Motor saya bannya kempis, saya gak tau daerah sini. Bisa gak Pak?"

Bapak itu tampak menimbang-nimbang. "Motornya dimana ya, Dik?"

Bagas menunjuk motornya yang terletak jauh dari gerbang sekolah. Kalau ditanya dimana aku, aku sudah bersembunyi supaya tidak ketahuan Pak Szatpam.

Setelah Pak Satpam menyetujui untuk membantu Bagas . Aku segera keluar dari persembunyianku lalu membuka gerbang sekolah dan menutupnya kembali.

"Semoga lo baik-baik aja Bang," ucapku mendoakan Bagas. Pasalnya  satpam yang ada di sekolah ini terkenal galaknya. Makanya jarang-jarang ada murid yang telat. Takut sama pak Satpam.

Aku celingukan melihat apakah ada guru piket yang sedang berkeliling. Dan untungnya tidak ada, aku dengan segera berlari menuju kelas.

Saat berjalan setengah perjalanan tiba-tiba seseorang memegang tasku. Sehingga aku harus berhenti.

"Cewek kok suka telat."

Setelah mendengar kalimat itu. Aku mengetahui siapa yang sedang memegang tasku.

Aku membalikkan badanku. Lalu menatap orang yang tengah berdiri di hadapanku dengan tangan yang dilipat di dadanya.

"Lo? Ngapain lo disini?" tanyaku kepada cowok itu.

"Seharusnya gue dong yang nanya ke lo. Lo ngapain jam segini baru sampai ke sekolah?" Sekarang sudah menunjukkan jam 7. 30 artinya sudah lima belas menit dia telat.

"Terserah gue dong. Kenapa lo yang jadinya repot sih!" ucapku sambil meliriknya sinis.

Cowok itu mengeluarkan sebuah kartu lalu menunjukkannya ke arah aku. "Lo gak lupa kan kalo gue ketua osis? Dan gue sekarang lagi piket osis. Dan lo telat ya jadi urusan gue."

"Tamat deh lo Ra!"

TBC

Note : Aku gak ada revisi ulang ya. Kalau ada typo bisa di coment biar aku tau dimananya typo.

Vote and comment ya

Tencuu guys :)

SHARA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang