I am Fine

152 8 0
                                    

Yei up lagi!
Jangan lupa vote & comment ya guys.
Happy reading!

Shara POV 

Mata bengkak, hidung merah serta isak tangis yang belum juga reda. Membuatku sekarang  terlihat seperti gembel. Aku menenggelamkan wajahku di antara tangan yang aku letakkan di atas meja.

“Udah dong Ra. Lo jangan nangis lagi.” Dilla mengusap pelan punggungku mencoba menenangkanku.

“Gue pikir tuh cowok baik, ternyata … awas aja kalau gue ketemu sama tuh cowok, gue bejek-bejek juga dia,” ucap Dilla dengan nada tersirat emosi.

“Nih gue beliin lo es krim, jangan nangis Ra, wajah lo jelek kalau nangis.” Kali ini Bara datang dengan dua es krim di tangannya. Aku mendongak menatap Bara dengan wajah yang mengenaskan. “Lo, cowok sama aja. Pergi! Hiks!” teriakku. Dilla mengisyaratkan Bara untuk pergi secepat mungkin, tidak ingin memperburuk keadaan sahabatnya.

“Tapi, es krimnya?”

“Yaudah sini, buat aku sama Ara, kan? Kalau gitu sekarang kamu pergi.” Dilla mengusir Bara, wajah cowok itu ditekuk sedemikian rupa membuatnya terlihat semakin jelek.

“Puk puk puk jangan nangis lagi Ara, kamu nggak seperti apa yang dikatakan Shinki. Dia cuma salah paham aja sama kamu.”

“Tapi dia udah mempermalukan gue di depan teman-temannya dia. Nggak apa-apa kalau dia nggak suka sama gue. Tapi nggak gini juga caranya,” ucapku sambil sesenggukan. Dilla menatapku dengan perasaan Iba. Please deh, wajah Dilla saat ini ingin membuatku memakannya sekarang juga.

“Muka lo jangan gitu deh mandang gue, jijik gue ah,” kataku lagi, kali ini sedikit bercanda. Dilla menoyor kepalaku. “Yeee lo mah, gue tuh sedih sama keadaan lo kayak gini.” 

“Tapi, nggak apa-apa yang penting lo ketawa kaya gini gue udah seneng kok,” ucap Dilla sambil menepuk-nepuk bahuku.

“Uwuu, so sweet banget deh!” seruku sambil  mengedip-ngedipkan mataku. Kali ini aku sampai lupa kejadian beberapa menit yang lalu. Aku memeluk Dilla, Dilla pun membalas pelukanku.

“Unch, jangan nangis lagi ya Ra, gue ikut sedih nih liat lo nangis kaya tadi. awas aja kalo gue ketemu sama tuh cowok, gue mutilasi dia, berani-beraninya dia kayak gitu ke sahabat gue ini,” ucap Dilla panjang lebar, senyumku mengembang sempurna. Aku mengeratkan pelukanku di tubuh Dilla membuat cewek itu kesusahan bernapas.

“Maap-maap gue kesenengan.” 

“Nah gitu dong, senyum. Kan bahagia gue liatnya.”

***

Sunyinya malam menemani rasa sedih yang masih ada di dalam diriku saat ini. kesalahpahaman Shinki terhadap diriku membuatku untuk terus memikirkannya. 

Aku berjalan menuju cermin yang ada di dekat ranjangku, aku perhatikan wajahku yang sangat menyedihkan. “Yaampun wajah gue kok kaya gini sih! Kelopak mata gue tebel banget. Ini bukan lo Ra. Please deh Ra, kalau lo kayak gini orang-orang tuh jadi-“

“Jijik liat muka lo!” sentak Bagas yang sudah ada di kamarku entah sejak kapan, tapi keberadaannya membuat hatiku bersorak gembira.

“Serius Bang, orang-orang bakalan jijik liat gue?” tanyaku dengan begitu polosnya. Tawa Bagas pecah membuatku ingin sekali memakannya kali ini juga.

“AUUU SAKIT DEK!” teriak Bagas karena aku menggigit lengan kanannya.

“Makanya jangan bercanda isi ngata-ngatain lagi. Ara lagi kesel tau!” ucapku berpura-pura kesal.

“Gue boong kali, wajah lo tuh cantik, siapa yang ngeliat pasti bakalan suka sama lo, contohnya gue.” Bagas menaik turunkan alisnya menggodaku. 

“Abangg?”

“Hmm?”

“Gak jadi deh.”

“Buruan cerita, waktu gue terbatas.”

“Alah monyet! Sok sibuk lo.”

“Hehehe … iya sayang buruan cerita.” Perkataan Bagas membuatku mencubit pinggang cowok itu.

Aku memposisikan diriku tepat di samping Bagas, cowok itu sudah mengerti dengan sikapku ini, dia menungguku untuk bercerita. Mulai dari awal, sampai Shinki mengata-ngataiku murahan, semua aku ceritakan kepada Bagas.

“Wahh nggak bisa di diemin, gue cari sekarang tuh cowok berani-beraninya bilang kayak gitu ke adek gue,” ujar Bagas yang sudah berjalan keluar, namun dengan secepat mungkin aku menghadang langkah cowok itu. “Abangg stop! Gak boleh! Jangan! Awas aja!”

Bagas mendorongku pelan dari hadapannya. “Berani-beraninya tuh cowok bilang adek gue murahan, yang ada dia tuh pengecut! Beraninya sama cewek aja!” sungut Bagas yang sudah kelewat emosi.

“Abang berani maju selangkah lagi Ara nggak mau ketemu sama Abang lagi, jangan cari Ara!” kataku pura-pura merajuk dan untungnya Bagas berhenti dan kembali masuk ke kamarku.

Hening lumayan lama tidak ada yang ingin membuka suara. Bagas sibuk sendiri dengan PS yang ada di kamarku sedangkan aku sibuk dengan pemikiranku sendiri.

“Ara lo nggak bilang sama Shinki kalau lo adalah pemilik sekolah Rajawali?” tanya Bagas setelah sekian lama.

“Enggak.”

“Shinki salah paham sama lo gara-gara dia kemarin ngeliat lo nongkrong sama gue, Rio dan teman-teman yang lainnya. Dan dia juga bilang kalau lo itu penipu, emang lo ada nipu dia?”

“Enggak.”

“Jangan-jangan ….”

“Kenapa Bang? Jangan-jangan apa?” tanyaku kepo.

“Belum yakin sih, tapi mungkin saja.”

“Apa Bang, apa?”

Drtt drtt drtt!

Ponsel Bagas tiba-tiba berdering tanpa menunggu lama cowok itu sudah berdiri jauh untuk mengangkat telepon mungkin sangat penting.

“Ara, gue pergi dulu.”

“Ke mana?”

“Ada urusan.”

“Ikut!” Perkataanku tidak di gubris oleh Bagas membuatku mencak-mencak sendiri.

Huft!

Thanks for reading :)

SHARA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang