Salah Paham

163 7 2
                                    

Happy Reading :)
Vote & Comment sebelum membaca.

"Antara mengikuti kata hati atau pikiran yang selalu bertolak belakang."

Shara POV

Dengan gelisah aku mengguling-gulingkan tubuhku di atas kasur, sekarang sudah menunjukkan pukul sembilan malam, namun Shinki sama sekali belum menghubungiku.

Sedari tadi aku sudah menelpon dan juga mengirimkan pesan, namun tidak ada pesan yang dibalas oleh Shinki.

“Tumben-tumbenan dia nggak menghubungi gue?” cicitku sambil men-scroll chatku dengan Shinki.

Jika aku terus-terusan menunggu seperti ini menunggu bak orang bodoh, aku memilih beranjak dari ranjang dan mengambil jaket di dalam lemari.

Aku bergegas untuk ke rumah Shinki, soal alamat cowok itu aku sudah menanyakannya dengan Tedi, teman Shinki.

“Mau ke mana, Ra?” tanya Papa saat aku melewati ruang tamu, di sana Papa tengah mengerjakan pekerjaan kantornya. Yah, walaupun matanya fokus melihat ke arah laptop, tapi Papa bisa mengetahui keberadaanku yang sedang mengendap-endap.

“Itu Pa, Ara mau … mau … mau ke rumah temen,” ucapku berbohong.

“Temen apa temen?” tanyanya lagi, aku mulai merasa tidak enak karena harus berbohong lagi, walaupun bakalan ketahuan karena aku tidak pandai dalam berbohong.

“Mau ke rumah Shinki,” jawabku jujur pada akhirnya. Papa menganggukkan kepalanya setelah itu pandangannya teralihkan lalu menatapku sepenuhnya.

“Malem-malem gini?”

“Lalu? Emang Papa mau nganterin Ara?” tanyaku spontan.

“Ya enggak lah, ngapain juga ngikut kamu kayak nggak ada kerjaan aja.”

“Ish, tau gitu ngapain nanya Mamat!” sentakku geram dengan Papa.

Papa mengambil ponselnya lalu menghubungi seseorang. “Bagas kamu sibuk? Bisa anterin Ara?”

Whatt!

Papa ngapain isi nyuruh Bagas sih, kan aku jadi nggak enak sama Abang. Padahal cuma hal sepele.

“Tunggu lima menit, bentar lagi Bagas dateng,” ujar Papa lalu kembali fokus ke laptop.

“Yah, Papa ah nggak asik.”

“Anak cewek nggak boleh keluar malem-malem,” cecar Papa, aku hanya bisa pasrah. Walaupun aku bebal namun aku sangat jarang jika keluar malam-malam sendiri, masalahnya Papa tidak akan mengizinkannya dan juga aku jarang diajak keluar dengan teman perempuanku, kebanyakan aku memiliki teman laki-laki. Yah, untungnya sekarang aku punya teman seperti Dilla.

“Malam Om,” sapa Bagas yang sudah berada di sampingku entah sejak kapan seperti cenayang.

“Malam Bagas, Om minta tolong jaga Adek kamu ya,” ucap Papa, ramah. Tumben.

“Bisa diatur Om,” kata Bagas santai dengan kedua jempol tangan yang dia angkat.

“Siap,” balas Papa tak lupa dengan kedua jempol yang diangkat juga.

“Setres,” gumamku namun masih bisa didengar oleh kedua makhluk yang ada di dekatku.

“Yaudah Pa, kalau begitu Ara sama Bagas jalan dulu,” kataku menarik Bagas namun yang ditarik tidak bergeming sedikitpun. Bagas menatapku dengan puppy eyes-nya. “Gua makan dulu, laper.”

“Nanti aja di jalan.”

“Yaudah gue minum dulu bentar.” Setelah mengatakan itu Bagas beranjak menuju dapur yang ada penghuni wanitanya, yups Mama. Mama merupakan wanita yang sangat suka berkreasi. Dia sedang membuat kue, walaupun malam dia tidak mengenal waktu. Percobaannya dalam membuat kue harus berhasil kalau tidak dia tidak akan berhenti.

Aku menunggu cukup lama, inilah yang aku takutkan Bagas pasti akan mengobrol dengan Mama, selain menyayangiku Bagas juga menyayangi Mama, wanita yang selalu ada jika mamanya Bang Bagas sedang bekerja ke luar kota.

“ABANG CEPETAN, UDAH MALEM!” teriakku geram.

Akhirnya Bagas datang dengan tangan kanan yang memegang cupcake berwarna biru soft.

“Pa, Ara pamit dulu.” Aku berpamitan kepada Papa tak lupa juga Bagas mengikutiku

“Sabar, lagi makan.”

***

Aku menatap ragu bel berwarna putih yang ada di samping pintu rumah Shinki. Aku menyuruh Bagas menunggu di mobil supaya tidak mengganggu. Dengan ragu aku mengulurkan tanganku untuk memencet bel berwarna putih itu.

Ting tong!

Aku kembali memencet bel karena tidak ada jawaban sama sekali.

Ting tong!

Setelah sekian lama akhirnya wanita paruh baya membukakan pintu dengan tergopoh-gopoh. “Mau cari siapa ya, Dek?”

“Shinki ada di rumah?” 

“Ada ada, Den Shinki lagi di kamar.”

“Bisa minta tolong panggilin Shinki?”

“Yaudah, Adek tunggu di dalam aja dulu, saya panggilkan Den Shinki dulu.”

“Saya tunggu di sini aja,” jawabku ramah.

Setelah itu wanita paruh baya itu pergi memanggilkan Shinki, tidak butuh waktu lama akhirnya Shinki datang dari balik pintu menggunakan baju kaos putih polos dan jeans selutut. Cowok itu menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan.

“Ada apa?” tanyanya begitu dingin, tidak seperti Shinki yang biasanya.

“Gue ke sini cuma mau minta maaf soalnya tadi gue udah ninggalin lo di sekolah.”

“Tinggal chat kan bisa,” jawab Shinki dengan nada menyentak.

Aku mengerutkan keningku, tumben Shinki seperti ini. “Gu-gue nggak enak aja sama lo, siapa tau tadi lo nyariin gue di sekolah, tadi soalnya tiba-tiba Aba-“ ucapanku terpotong karena Shinki mengatakan sesuatu yang hatiku mencelos sakit.

“Gue nggak ada nyariin lo,  gue juga tadi udah pulang,” ucap Shinki dengan santai.

“Ja-jadi lo tadi ninggalin gue?”

“Gue lupa,” balas Shinki cepat. Aku diam tidak bergeming sedikitpun mencoba untuk mengerti situasi apa yang sedang aku alami.

“Udah kan? Kalau gitu gue masuk dulu, capek.” Setelah mengatakan itu Shinki berjalan masuk dengan menutup pintu padahal aku belum menjawab perkataan dari Shinki, dengan sendu aku metapan pintu berwarna putih yang ada di hadapanku.

“Ra, lo gak apa-apa, kan?” tanya Bagas yang sudah ada di sampingku. “Lo kenapa nangis?” tanya Bagas lagi karena dengan lancangnya air mataku menerobos keluar dari tempatnya.

“Ara!” sentak Shinki dengan mengguncang bahuku. Dengan segera aku menghapus air mata yang mengalir mulus di pipiku. “Kenapa gue nangis?” tanyaku seperti orang bodoh.

“Lo diapain sama Shinki? Bilang sama gue, gue bakalan hajar tuh cowok.” 

Aku menyunggingkan senyum di bibirku. “Gue nggak apa-apa kok Bang, nggak usah alay deh,  tadi tuh ada debu yang masuk di mata gue.” Alibiku lalu berjalan mendahului Bagas menuju mobil. “Bang, Ara mau makan, laper.” Bagas menyusul di belakangku dengan berlari kecil terdengar dari langkah kaki cowok itu.

Tanpa sepengetahuanku seseorang sedari tadi memperhatikanku dengan tatapan Sedih.

Mobil melaju meninggalkan pekarangan rumah Shinki dengan kecepatan yang tidak bisa dibilang lambat.

Thanks for Reading :)

SHARA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang