3 - KONTRAK

74.4K 8.2K 1.3K
                                    


Bana membersihkan piring-piring yang ada di meja. Siang ini café STAR cukup ramai, dipenuhi siswa-siswi yang baru pulang sekolah. Café ini merupakan usaha bersama Arjuna, Bana dan Cica. Tahun kemarin mereka memutuskan untuk mendirikan Café bersama untuk mengisi kebosanan mereka ditengah padatnya pekerjaan mereka.

Bana sering pergi ke café STAR daripada ke kantor penerbitannya. Suasana di Café membuatnya lebih produktif untuk mengedit naskah-naskah penulis yang akan terbit. Arjuna dan Cica pun memberikan hak penuh kepada Bana untuk mengawasi café mereka.

Setelah selesai membantu karyawannya, Bana menuju ke kursi paling ujung di dekat jendela. Ia kembali menjalankan pekerjaanya. Mengedit naskah yang harus naik cetak akhir bulan ini.

Bana sebenarnya tidak pernah berpikir untuk terjun di dunia penerbitan. Dia dari dulu tidak suka belajar hitung-hitungan sehingga memilih masuk ke jurusan Sastra Indonesia. Ternyata tak seburuk yang dia kira. Cukup menyenangkan.

Dari sana Bana mendalami Psikologi sastra, Sosiolinguistik, penyutradaraan dan lainnya. Hingga akhirnya dia tertarik dengan dunia kepenulisan, membuat artikel, cerpen dan lainnya.

Meskipun dia bukan orang yang imajinatif, Bana cukup mahir di bidangnya ini.

"Gimana perkembangan naskah SENDU?"

Seorang perempuan tiba-tiba duduk dihadapan Bana. Namun, Bana sendiri tidak terkejut mendapati kehadiran perempuan itu. Dia adalah Aurora Jenata, Founder WINMEDIA. Di umurnya yang masih dua puluh tujuh tahun, gadis itu mencapai kesuksesannya mewarisi penerbitan milik ayahnya.

"85% sudah selesai, tinggal periksa sekali lagi," jawab Bana masih fokus ke laptopnya.

Aurora mengangguk-anggukan kepalanya.

"Nggak nawarin minum nih?"

"Lo tau caranya pesan sendiri," balas Bana.

"Cih, selalu dingin."

Bana menghentikan aktivitasnya, menutup laptopnya setengah, ia memandang Aurora.

"Ada urusan apa kesini?"

Aurora tersenyum senang mendengar pertanyaan Bana.

"Kalau gue bilang kangen, lo percaya nggak?"

Bana menghela napasnya, cukup Aruna gadis paling gila yang mengganggu hidupnya. Ia tidak mau menambah lagi.

"Gue tanya, ada urusan apa kesini?"

Senyum di bibir Aurora langsung menghilang.

"Emang nggak boleh Bos nyamperin karyawannya?"

"Boleh asal bukan di café."

"Makanya kerja itu di kantor. Udah punya ruangan sendiri masih aja kerja di café!"

"Yang penting kerjaan bereskan?"

"Iya iya Kepala Editor terhebat se-Indonesia!"

Bana tersenyum kecil.

"Thanks pujiannya."

Aurora mendecak pelan, ia mengeluarkan amplop dari tasnya, menyerahkannya kepada Bana.

"Gue ada tugas penting buat lo," ucap Aurora mulai serius.

"Apa?" Bana menerima amplop tersebut dan membukanya.

"FILOVE. Naskah yang paling direbutkan saat ini. Lo tau kan naskah itu?"

Bana melihat detail informasi tentang cerita FILOVE beserta penulisnya yang sangat dikenalnya. Bana berusaha tetap tenang.

FILOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang