🐈TWENTY-FOUR🌸

632 28 0
                                    

Pada saat Shofia selesai mandi. Aurel menelpon dan mengajak ketemu sekarang. Awalnya dia menolak karena telah memiliki janji dengan Adfat, namun Aurel memaksa untuk ketemuan ada hal penting katanya.

Akhirnya dengan berat hati Shofia membatalkan janjinya dan menemui Aurel di cafe tempat biasa mereka bertiga kumpul. Disinilah Shofia sekarang, ternyata Aurel tidak sendiri dia juga mengundang Windi.

"Ada apaan nih?" Shofia membuka suara. Sedari tadi dia kepikiran tentang hal penting yang di maksud Aurel.

"Ada yang pengen gue omongin sama lo," ujarnya serius.

"Ngomong aja."

"Ini gue nggak tahu beneran atau cuman boongan. Pas gue denger beritanya, sempet nggak percaya sih cuman dengan melihat langsung menggunakan mata kepala gue sendiri membuat gue ragu untuk gak percaya." Shofia dan Windi sama-sama dibuat bingung dengan kata-kata Aurel.

"Maksudnya?" Tanya Windi mewakili kebigungan keduanya.

"Jadi gini ... "

Flashback on

Berhubung hari ini, hari minggu. Aurel memutuskan untuk joging di taman dekat kompleksnya, entahlah kenapa dia bangun pagi hari ini. Dari pada bosan dan tidak melakukan apa pun, jadi lah Aurel joging di taman.

Setelah beberapa putaran, Aurel duduk di bangku taman sembari meneguk air dingin yang sempat ia beli di jalan tadi. Pandangannya fokus ke arah depan yang di mana kendaraan berlalu lalang, tidak banyak hanya beberapa saja dan di tambah dengan orang-orang yang berjalan kaki di trotoar.

Mengingat hari mulai siang, gadis itu berdiri hendak beranjak untuk pulang ke rumah. Tetapi iris matanya kenangkap sosok anak perempuan sekitar 5 tahun-an sedang berjalan di trotoar.

Awalnya tidak terjadi apa pun, anak perempuan itu dengan riang melompat kesana kemari dan berhenti di ujung zebra cross seperti nya dia akan menyebrang. Terlihat dari gerakan kepalanya yang melihat ke arah kanan lalu kiri, waspada siapa tahu ada kendaraan. Aurel membantu anak perempuan itu dengan melihat-lihat kendaraan, dan aman.

Karena tidak ada kendaraan lagi yang melintas, dia berjalan hati-hati di zebra cross. Aurel yang melihat itu tersenyum kecil dan berbalik ingin pulang, namun suara benturan yang cukup keras membuatnya mengurungkan niatnya.

Dengan cepat, Aurel membalikan badannya. Seketika tubuhnya membeku di tempat. Anak perempuan tadi, tergeletak di tengah jalan dengan darah yang keluar dari kepalanya.

Dalam sekejap orang-orang mengerumuni korban tabrak lari itu. Aurel mendekat, menerobos masuk kedalam kerumunan dan mengangkat anak perempuan itu untuk dia bawa ke dalam mobilnya lalu mengantarnya ke rumah sakit.

Baru dua langkah ia meninggalkan kerumunan itu, suara berat seseorang menghentikan langkahnya.

"Berhenti." Aurel berbalik.

"Kenapa?"

"Dia adek gue, biar gue yang bawa ke rumah sakit." Lelaki itu berjalan mendekat ke Aurel dan mengambil alih anak perempuan itu dari tangannya.

"Ok, biar gue bantu." Aurel berjalan di depan dan membuka pintu penumpang bagian belakang mobil lelaki itu.

Lelaki itu membaringkan adeknya perlahan diikuti dengan Aurel yang masuk kedalam. Tanpa menunggu lama lagi, lelaki itu menancap gas menuju ke rumah sakit.

Tak lama kemudian, mereka telah sampai di rumah sakit terdekat dan segera memanggil perawat untuk menangani anak perempuan itu.

Setelah menjelaskan kronologis kejadian nya, Aurel berpamitan untuk pulang ke rumah. Tadi nya lelaki itu menawarkan untuk mengantarnya, tetapi Aurel menolak.

Saat berjalan santai di koridor rumah sakit, tanpa sengaja Aurel melihat Thea memasuki salah satu ruangan.

Ngapain Ana ke rumah sakit?

Setahu Aurel, Thea tidak menginap penyakit apa pun. Dan baru kali ini dirinya melihat Thea menginjakkan kaki di rumah sakit.

Karena kepo, Aurel mengintip di balik pintu dan mendengar obrolan antara Thea dan dokter yang membuat Aurel menutup mulutnya tidak percaya.

"Jadi maksud dokter, kalau saya tidak melakukan operasi itu saya tidak akan selamat?" Tanya Thea ragu.

Dokter itu mengangguk pelan memahami kondisi pasiennya. "Apakah kau takut?"

Thea melihat sebentar kearah dokter lalu menunduk sembari menggigit bibir bawahnya.

"Saya ... "

Dokter itu tersenyum. "Thea?" Thea mengangkat kepalanya melihat sang dokter.

"Ini jalan satu satunya supaya kau bisa hidup dengan normal. Penyakit jantung yang kau miliki, bisa sembuh dengan cara melakukan operasi itu. Saya berjanji akan membantu kamu semaksimal mungkin." Jelas si dokter meyakinkan.

"Jika tidak berhasil?" Cicit Thea pelan.

Thea belum pernah melakukan operasi selama hidupnya. Dia takut, takut jika operasi itu gagal dan akan merenggut nyawanya.

"Yakin dan berdoa saja kepada yang maha kuasa, semoga kau bisa sembuh dan operasi nya lancar."

Aurel menutup pelan pintu itu, tepat saat itu juga air matanya jatuh. Dia tidak percaya akan hal ini, selama dia mengenal Thea, gadis itu selalu ceria dan tidak pernah kelihatan sakit. Tapi kenapa tiba-tiba dia menginap penyakit jantung?

Aurel terus saja bertanya-tanya. Tak sanggup mendengar kelanjutannya, dia berlari keluar rumah sakit dan memasuki taksi yang sempat dia pesan. Didalam taksi Aurel berusaha menghubungi Shofia dan Windi untuk bertemu sekarang juga. Menceritakan segala yang dia lihat saat di rumah sakit.

Flashback off

Windi dan Shofia yang mendengar itu tidak sanggup berkata-kata. Setelah Aurel selesai bercerita tidak ada satu pun yang mengeluarkan pendapatnya. Hingga suara seseorang mengalihkan perhatian mereka.

"Hai, boleh gabung?"

Semua diam. Menatap orang itu intens, dan yang di tatap pun menjadi salah tingkah.

"Ka-kalian kenap--" ucapannya terpotong dengan serangan tiba-tiba dari Shofia.

Shofia memeluk orang itu begitu erat, tanpa ada yang menyadari sebutir air mata Shofia jatuh, membasahi pipinya.

"Lo kenapa?"

"Maaf ... "

"Ma-maksudnya?"

Shofia menghapus jejak air mata di pipinya dan melepas pelukannya. "Maafin gue Ana. Gue egois, gue keras kepala. Harusnya hari itu gue nggak hancurin persahabatan kita. Gue minta maaf ..."

Thea menggeleng. "Gue yang salah Sof. Gue sahabat yang nggak baik buat lo, gue penghianat. Maaf, maafin Ana ... " ucapnya lirih dengan mata yang berkaca-kaca.

Mereka berdua kembali berpelukan. Melepas rindu dan saling memaafkan satu sama lain. Diikuti dengan Aurel dan Windi yang bergabung dalam pelukan mereka.

Dalam persahabatan, tidak mengenal yang namanya benci. Jika kalian saling menyayangi, kesalahan sebesar apa pun tidak akan membuat kalian saling membenci.

Jika memang kelihatannya kalian saling membenci karena suatu kesalahan yang di lakukan salah satu belah pihak. Yakin dan percayalah, sebenarnya mereka tidak saling membenci. Hanya saja sedang mencari perhatian kepada pihak yang lain.

Handphone Shofia bergetar menandakan satu pesan masuk.

+625729*****
Temuin aku di taman dekat kompleks kamu. Kalau nggak mau Aurel kenapa-napa. Datang sendiri!!

TBC

ICE GIRL VS BAD BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang