Tujuh Belas

77 22 3
                                    

Selamat membaca ^^
Mohon maaf bila ada typo🙏














Selamat membaca ^^Mohon maaf bila ada typo🙏

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.











Selama di Yogya, Ataya jadi tambah penasaran dengan apa yang terjadi pada Arvin akhir-akhir ini. Selama di perjalanan menuju Yogya, jemari Ataya tak lepas dari jemari Arvin. Tapi, Ataya merasakan, kalau jemari Arvin basa.

Itu yang membuat Ataya curiga. Selama ini, Arvin telapak tangan Arvin tidak pernah berkeringat separah itu. Arvin termasuk golongan orang dengan telapak tangan yang kering. Bahkan, Ataya yang tangannya lembap pun, tidak pernah berkeringat separah itu.

Selain itu, Ataya sering memergoki Arvin batuk berdahak, dan dengan dahak yang berdarah. Itu membuat rasa curiga Ataya bertambah. Entah kenapa, otak Ataya langsung memikirkan beberapa penyakit.

Ataya khawatir, kalau Arvin mengidap penyakit itu juga. Ataya selalu menanyakan keadaan Arvin. Tapi, Arvin selalu tidak ingin mengaku dan jujur. Ataya lebih memilih untuk mencari kebenarannya sendiri, dari pada menunggu Arvin jujur.

Arvin bukan tipe orang yang sering berbohong. Dengan Ataya pun, Arvin sangat jarang, bahkan tidak pernah berbohong. Jadi, kalau Arvin menyembunyikan sesuatu, Ataya akan tahu dan merasakan kejanggalannya.

Ini adalah hari terakhir mereka di Yogyakarta. Di malam terakhir ini, setelah mereka selesai berbelanja di Malioboro, keduanya langsung pulang ke hotel dan istirahat. Saat ini Arvin sedang mandi, dan Ataya menonton televisi, tapi dengan pikiran yang entah ke mana.

“Ay, kenapa?” tanya Arvin sambil mengacak-ngacak rambutnya dengan handuk.

Ataya tersenyum sambil menggeleng. Kemudian ia memperhatikan tubuh Arvin. Arvin yang sebelum-sebelumnya adalah Arvin dengan tubuh yang kekar dan sangat indah. Tapi kali ini, Ataya merasakan, kalau Arvin menjadi sedikit lebih kurus.

Atau mungkin itu perasaan Ataya saja? Ataya memang sangat sensitif dengan tubuh Arvin. Jika Arvin sakit pun, Ataya selalu memperingati Arvin supaya tetap makan dengan teratur, supaya tidak kehilangan berat badan.

Karena menurut Ataya, badan Arvin sudah sangat bagus. Jika Arvin kehilangan berat badannya, Arvin akan terlihat tidak segar. Bukannya Ataya tidak suka kalau Arvin jelek. Ataya akan tetap mencintai Arvin, walau dengan keadaan apa pun.

Ataya seperti itu, agar Arvin tetap sehat dan terlihat segar. Biasanya kalau Arvin flu sedikit pun, ia akan terlihat pucat dan seperti bunga layu.

“Vin, mau pesen makan apa?” tanya Ataya.

Arvin mengangkat kedua bahunya. “Terserah kamu aja, Ay.” Dengan cekatan, Ataya langsung mencari makanan di aplikasi.

“Ayam bakar, atau ayam panggang?” tanya Ataya.

“Aku mau ayam goreng aja deh, sama nasi, udah,” ucap Arvin.

Ataya melongo kaget. Tak biasanya kekasihnya itu hanya memesan satu jenis makanan. Biasanya, Arvin akan memesan semua yang ada di menu.

“Tumben. Biasanya, di borong,” ucap Ataya.

“Aku lagi gak nafsu makan,” jawab Arvin.

“Ih, kok tumben?” tanya Ataya.

“Gak tau Ay,” kata Arvin.

“Aku ada penambah nafsu makan tuh, mau?” tawar Ataya.

“Gak usah Ay, kamu aja yang makan, biar nafsu makan kamu gede. Aku liat kamu makan aja udah kenyang,” canda Arvin.

Ataya langsung mencubit perut Arvin. “Gak usah ngegombal. Gombalan kamu itu gak banget,” timpal Ataya.

Arvin hanya terkekeh lalu memeluk Ataya.

“Vin ih, tumben banget sih,” lontar Ataya.

“Mau peluk kamu aja,” ungkap Arvin.

Rasanya Ataya ingin menahan Arvin selamanya seperti ini. Karena Ataya tidak ingin jauh dari Arvin. Apalagi ketika Arvin selalu menunjukkan gejala yang sering Ataya curigai.

Pesanan mereka datang. Ataya melahap pesanannya dengan lahap. Tapi, Arvin hanya memperhatikan Ataya dengan senyuman indahnya. Beberapa kali Ataya menyuapkan makanannya, Arvin belum juga memakan makanannya.

“Vin, makan, ih!” titah Ataya.

“Aku gak laper, Ay,” tukas Arvin.

“Gak, pokonya kamu harus makan. Perlu aku suapin?” tawar Ataya.

Lalu Ataya menyuapkan satu sendok nasi dengan ayam goreng pesanan Arvin tadi. Tapi Arvin menggelengkan kepalanya, tanda tidak mau.

“Arvin, apa perlu aku suapinnya kaya anak kecil? Yang gini.” Ataya melayang-layangkan sendoknya layaknya pesawat terbang.

Arvin tertawa. Memang, Ataya selalu bisa membuat Arvin tertawa dan menjadi mood kembali.

Arvin menyuapkan makannya. Ataya bernafas lega. Walau pun Arvin hanya makan beberapa suap saja, tapi itu membuat Ataya lega, karena Arvin ingin makan. Beberapa hari ini juga, Arvin sangat susah untuk di suruh makan.

Setelah makan, dan selang beberapa jam, mereka langsung tidur di ranjang masing-masing. Tenang saja, mereka tidak satu ranjang. Ranjang mereka bersebelahan.

Saat Ataya tertidur pulas, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki, dan suara AC dihidupkan. Ataya yang memang sangat sensitif dengan suara, langsung terbangun, tanpa bergerak.

Ataya hanya membuka kedua matanya, dan melihat Arvin yang duduk di ranjangnya sambil mengibas-ngibaskan tangannya dan Arvin terlihat mengusap keningnya yang penuh dengan keringat oleh tisu.

Ataya hanya diam melihat kejadian itu. Ataya semakin yakin, kalau Arvin menyembunyikan sesuatu darinya. Ataya harap, Arvin akan jujur padanya. Walau pun kejujuran Arvin dapat melukai hatinya.




Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Võiltus [HWANGSHIN] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang