Ini aku jadiin satu part ya🙏
Selamat membaca ^^
Maaf kalau ada typo🙏
Setelah pulang kuliah, Ataya memberanikan diri untuk datang ke rumah Arvin. Setelah ia tahu kebenarannya, orang tuanya selalu melarang Ataya untuk bertemu dengan Arvin. Tapi, saat ini Ataya bersikeras untuk pergi ke rumah Arvin, tanpa meminta izin pada orang tuanya.
Sudah dua minggu, Arvin tidak masuk kuliah. Karena Arvin harus istirahat dan Orang Tua Arvin tidak mengizinkan Arvin kuliah dulu.
Ataya pergi ke rumah Arvin menggunakan gojek. Sesudah sampai di rumah Arvin, tak lupa Ataya mengenakan masker dan sarung tangan. Itu Arvin yang minta. Arvin tidak ingin, Ataya terpapar karenanya.
Sebelum menghampiri Arvin di kamarnya, Ataya menghampiri Via terlebih dahulu, yang sedang ada di halaman belakang karena sedang membersihkan pekarangan.
“Bu,” panggil Ataya.
Senyuman merekah terpapar di wajah Via. Sedih rasanya memikirkan keadaan anak sulungnya, dan tentu saja Via memikirkan Ataya juga. Setelah di beri tahu oleh Egi, kalau Bagas menyuruh Ataya menjauhi Arvin.
Tak lama bertemu, membuat keduanya melepas rindu. Ataya memeluk Via erat, dan di balas oleh Via dengan mengelus punggung Ataya.
“Kamu ke sini, gak bilang sama Ayah, Ibu?” tanya Via.
Ataya menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Via. “Kalau Aya bilang, Ayah langsung nyuruh Bang Jaenal sama Kak Mark buat jemput Aya,” jelas Ataya.
“Ya, kalau orang tua kamu marah, gimana?”
“Bu, Aya mau ketemu Arvin, masa gak boleh sih, padahal sebelum Arvin kaya sekarang, mereka selalu nyuruh Arvin main ke rumah. Mereka seharusnya gak kaya gitu, Bu.” Via mengerti apa yang di katakan Ataya.
Tapi, Via mengerti juga bagaimana perasaan khawatir Bagas dan Egi, kalau Ataya menghampiri Arvin. Kalau Via ada di posisi mereka, Via akan melakukan hal yang sama pada anaknya.
“Ya sudah, kamu mau liat Arvin, ‘kan?” tanya Via.
“Iya Bu, Aya udah dua minggu gak ketemu dia. Oh ya Bu, selama di rumah, Arvin ngapain aja? Pasti rebahan terus, ya?” tanya Ataya dengan tawa ringannya.
“Iya, paling nonton TV, abis itu dia ke kamar lagi,” jelas Via.
Ataya sebenarnya merasa kasihan dengan Arvin. Arvin yang memang jarang sekali ada di rumah, di haruskan tinggal selama beberapa bulan di rumah. Pasti Arvin akan sangat bosan dan jenuh.
Biasanya, kalau di rumah pun selalu ada Ataya yang bisa di ajak main game, bercanda, atau sekeda r baca buku.
Ataya pamit untuk pergi ke kamar Arvin. Benar saja dugaan Ataya, Arvin sedang berbaring, dengan buku yang tersimpan di wajahnya. Pasti Arvin habis membaca buku, lalu Arvin tertidur. Kebiasaan Arvin memang seperti itu.
“Vin,” sapa Ataya menggoyangkan badan Arvin.
Arvin menggeliat, lalu membuka kedua matanya. Betapa terkejutnya ia saat melihat Ataya yang sudah ada di hadapannya.
Rasanya Arvin ingin memeluk tubuh Ataya sekarang juga. Rasa rindunya sangat besar, dan tidak bisa di ungkapkan kata-kata. Ia hanya ingin memeluk Ataya, tapi tangannya menolak keras untuk memeluk Ataya.
Arvin tidak ingin, kalau penyakitnya menular pada Ataya. Jadi Arvin sebisa mungkin menahan diri, untuk tidak menyentuh apa pun dari tubuh Ataya, apalagi memeluknya.
“Ay, kenapa ke sini?” tanya Arvin.
Tangan Ataya langsung di lipat di depan dada, dengan bibir yang ia majukan, membuat Arvin gemas dan ingin mengacak rambut Ataya.
“Emang, aku gak boleh, ya, main ke sini?” tanya Ataya.
“Bukan gitu, Ay. Emang, orang tua kamu gak, marah?” tanya Arvin balik.
“Aku gak bilang sama mereka. Udah ya Vin, aku kesini Cuma mau liat kamu. Masa pacar sakit gak pernah di jenguk, sih.” Sedikit gemetar Ataya bicaranya.
Ataya sangat gugup ketika bertemu dengan Arvin lagi setelah sekian lama. Biasanya mereka hanya tidak bertemu paling lama lima hari, dan itu pun mereka langsung menangis karena terlalu rindu.
Meskipun tidak bertemu, keduanya tetap berkomunikasi lewat chat, atau pun video call. Tapi, rasa rindu tetap saja muncul di hati mereka.
“Vin, aku bawain makanan kesukaan, kamu.” Ataya mengeluarkan satu bungkus makanan dari tasnya.
Baru saja Arvin membuka mulutnya ingin berbicara, Ataya langsung mendahului Arvin. “Gak boleh nolak. Aku udah beliin ini jauh-jauh ya, pokonya kamu harus makan. Biar aku yang suapin,” timpal Ataya membuka makanannya.
Terlihat nasi dengan rendang, tak lupa kuahnya yang banyak, telur dadar dan sambal ijo yang sangat terkenal dari masakan padang.
Perlahan nasi padang itu masuk ke dalam mulut Arvin, walau Arvin tidak ingin makan, tapi ia melihat perjuangan Ataya. Yang rela membeli ini, walau warung nasi padang jauh dari kampus atau dari rumah Arvin.
Arvin hanya memakan beberapa suap saja, dan tidak menghabiskannya. Walau pun hanya sedikit, tapi Ataya bersyukur karena Arvin memakannya.
“Makasih, ya,” ucap Arvin.
Ataya hanya mengangguk, lalu mengeluarkan sebuah album foto dari tasnya.
“Vin, aku bawa album foto-foto kita,” ucap Ataya sambil menyerahkan album fotonya pada Arvin.
Album itu di buka perlahan oleh Arvin. Halaman pertama, terlihat foto mereka berdua saat pertama kali menjalin hubungan, tepatnya delapan tahun yang lalu.
“Liat deh, rambut kamu jijik banget waktu itu. Tapi, kenapa aku suka, ya?” tanya Ataya sambil tertawa.
“Ini tren pada jamannya, Ay. Liat, kamu juga kurus banget ih, mana dekil lagi,” ledek Arvin tak ingin kalah.
Pukulan tangan Ataya mendarat di kaki Arvin. “Tapi, tetep aja kamu suka, wlee,” ujar Ataya.
“Ay, kalau kita flash back, pertemuan pertama kita tuh, konyol banget, ya.”
“Iya Vin, aku dengan gak tahu malu, langsung pinjem uang sama kamu,” tutur Ataya.
“Kok bisa sih, kamu pinjamnya sama aku?” tanya Arvin yang sangat penasaran.
“Ya, karena aku liat logo sekolahnya sama kaya aku. Setidaknya kita satu sekolah dan gampang kembali in uangnya,” jelas Ataya
Bahagia sekali rasanya Arvin bisa melihat tawa lebar dari Ataya. Ia ingin, selamanya Ataya seperti ini, walau tanpa ada dirinya. Ia juga ingin, kalau saat dirinya pergi, Ataya tidak akan menangis.
“Aku sangat bersyukur waktu itu, karena telah bertemu denganmu,” celetuk Arvin tiba-tiba.
“Vin, jangan mulai deh,” tegur Ataya.
“Ay, aku senang karena aku ketemu sama kamu, terus kita jalan-jalan berdua sampai sembunyi, karena gak mau ada yang tahu. Konyol banget kita waktu itu,” ucap Arvin tertawa renyah.
“Andai, kita bisa selamanya seperti itu. Tertawa bersama, jalan-jalan bersama, tapi, kayanya gak bisa, deh.” Air mata Ataya sudah keluar tanpa permisi dari matanya.
Arvin langsung menggenggam tangan Ataya. Walau pun ia tidak ingin menyentuh Ataya, tapi ia tidak bisa melihat Ataya menangis seperti ini. Lagi pula dirinya dan Ataya sudah menggunakan sarung tangan.
“Ay, kalau aku tidak selamat, kamu jangan nangis, ya. Kamu jangan sedih. Walau pun aku gak di sisimu lagi, tapi aku bakal tetap ada untukmu. Jalani hidupmu dengan baik Ay,” ungkap Arvin.
“Aku gak nyuruh kamu buat lupain aku. Tapi, kamu butuh seseorang yang selalu ada buat kamu. Aku yakin, bakal ada laki-laki yang menyayangi kamu tulus, seperti tulusnya rasa sayangku,” lanjut Arvin.
Tak usah di tanyakan bagaimana keadaan Ataya sekarang. Ataya sudah menangis tersedu-sedu. Arvin pun sama, pipinya sudah di basahi oleh air mata.
“Jangan nangis, aku gak bisa memeluk kamu, seperti biasanya. Aku hanya bisa memegang tanganmu. Ay, janji, ya, kamu gak boleh sedih. Aku gak suka liat kamu nangis kaya gini,” kata Arvin.
“Vin, mana mungkin aku bisa lupain kamu, kamu itu orang pertama yang udah bikin aku bahagia selain keluarga aku. Vin, aku mohon, bertahan, ya! Kita, kan, udah janji, kalau kita bakal bersama sampai tua, Vin.” Ataya berbicara sambil terisak.
“Ay, jangan nangis ya, aku bakal tetap sayang sama kamu, kok.”
Kemudian mereka kembali menceritakan masa-masa indah mereka selama delapan tahun ini. Tidak ada tawa, melainkan hanya tangis yang keluar dari mata Ataya, karena ia merasakan sakitnya jika seseorang yang ia sayang akan pergi meninggalkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Võiltus [HWANGSHIN] ✔
RomanceIngin bersama sampai akhir, tapi takdir berkata lain. Cinta yang harus berhenti sampai sini, karena ia harus pergi bersama kenangan yang sudah lama kami buat. Bahagialah di sana lelaki kuatku - Ataya Naura Ningrum.