Tiga belas

73 22 6
                                    

Selamat membaca ^^
Mohon maaf bila ada typo 🙏








Selamat membaca ^^Mohon maaf bila ada typo 🙏

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







Via sedang membereskan baju milik Arvin di kamar Arvin. Sang empunya kamar sedang tidak ada. Katanya, Arvin ingin merindu dengan Ataya, setelah beberapa hari Arvin tidak bermain bersama Ataya.

Via membawa baju-baju Arvin. Ada sapu tangan yang tergeletak di samping keranjang baju milik Arvin. Via membawa sapu tangan itu untuk di cuci. Tapi, Via melihat ada bercak darah yang lumayan banyak di sapu tangan itu.

Via yang tidak menghiraukan itu langsung keluar kamar, lalu mencuci baju. Setelah ia menyimpan baju kotor di mesin cuci, Via menghampiri Dinda yang sedang menonton televisi.

“Din,” panggil Via.

Dinda yang sedang asyik menolehkan wajahnya menatap Via. “Kenapa, Bu?” tanya Dinda.

“Kakak kamu gak papa, ‘kan?” tanya Via lagi.

Adinda mengerutkan keningnya tanda tidak mengerti. “Emang Kakak kenapa, Bu?” tanya Dinda balik.

“Gak cerita?”

Adinda menggeleng. “Emang Kakak kenapa? Dia baik-baik aja kok, Bun.” Kemudian Dinda fokus kembali kepada televisi yang sedang menayangkan drama Korea.

Via hanya menarik nafas, kemudian menghembuskannya. Semoga, Arvin gak papa, batin Via.





•••••



Sementara itu, Arvin dan Ataya sedang berada di kafe dekat rumah Ataya. Rencananya, hari ini mereka akan di rumah Arvin saja. Karena mereka tidak mendapatkan uang jajan ketika libur.

“Vin, udah lama loh kita gak nongkrong di sini,” ujar Ataya.

Arvin mengangguk. “Iya, Ya. Rindu, gak?” tanya Arvin.

Ataya menggenggam tangan Arvin. Tapi Ataya kaget, soalnya tangan Arvin berkeringat parah. Biasanya, tangan Arvin selalu hangat dan kering. Tidak biasanya, Arvin berkeringat seperti ini.

“Vin, are you, okay?” tanya Ataya melepaskan genggamannya.

Arvin menggigit bibir bawahnya. Kemudian Arvin menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ataya malah tambah curiga dengan gerak gerik Arvin saat ini.

“Vin,” panggil Ataya.

“Hah? Kenapa?” ucap Arvin.

“Kamu, gak papa, ‘kan?” Ataya memajukan wajahnya.

“I’m okay,” jawab Arvin.

Ataya menatap kedua bola mata Arvin, menelaah apakah Arvin berbohong atau tidak. Tapi hati Ataya berkata, kalau Arvin tengah berbohong.

Arvin memang tidak pernah berbohong. Sekalinya ia berbohong, Ataya akan menyadarinya.

“Serius? Gak biasanya loh, tangan kamu keringetan, gitu.” Kata Ataya.

Arvin mengusap telapak tangannya dengan tisu. “Gak papa kok. Di sini panas banget, jadi keringetan,” elak Arvin.

Ataya hanya mengangguk sambil tersenyum. Ia memperhatikan wajah Arvin yang sedikit kurus. Apakah empat hari tidak bertemu bisa mengurangi berat badan Arvin, pikir Ataya.

Makanan yang mereka pesan tiba. Seperti biasa, jika sedang makan mereka selalu saja bercerita. Padahal, jika sedang makan tidak boleh banyak bicara. Tapi mereka malah mengobrol.

“Ay, kemarin main sama Sella?” tanya Arvin di sela makannya.

“Iya Vin, tadinya mau belanja doang di suruh Ibu. Tapi Sella malah ngajak nonton film. Udah tahu aku tuh gak suka film,” cerocos Ataya.

“Ah, nonton film gak ajak-ajak. Aku juga mau,” rengek Arvin.

“Aku juga di paksa, Vin.”

“Nonton apa emangnya?” tanya Arvin.

“Teman tapi menikah 2. Tapi, seru banget Vin, aku sama Sella sampe nangis,” curah Ataya.

“Biasanya kamu nangis kalau baca buku doang, loh.” Sesekali Arvin menyuapkan makanannya, tak lupa menyuapi Ataya.

“Iya, ceritanya sebagus itu soalnya. Gimana kisah Ayu yang rada gimana nikah sama sahabatnya sendiri,” ucap Ataya.

“Pasti berat banget, ya. Oh ya Ay,” kata Arvin.

“Hmmm?” dehem Ataya.

“Kalau nanti kita nikah, gimana?” tanya Arvin.

Ataya tertawa. “Ya gak gimana-gimana lah, kan, emang udah ada rencana juga, Vin.”

“Kalau seandainya, jodoh kamu bukan aku, gimana?” tanya Arvin lagi.

“Mulai, ngomongnya ngelantur. Emang, kamu mau ninggalin aku, hah?” ketus Ataya.

“Bukan gitu Ay, tapi, takdir Tuhan, kan, gak ada yang tahu,” celetuk Arvin.

“Terserah, males bahas.” Ataya berusaha menghiraukan apa kata Arvin.

Sesudah selesai makan, keduanya langsung pergi ke rumah Arvin. Di perjalanan sudah seperti biasanya, tidak ada yang saling mendiamkan.

Mereka sudah kembali mengobrol dan bercanda. Memang, mereka selalu saja bisa membujuk satu sama lain, saat ada yang tengah merajuk.

“Gak mau ke supermarket dulu? Kita, kan, mau nemenin Dinda maraton drama,” ujar Ataya.

“Beli cemilan?”

Ataya mengangguk. Arvin berhenti sebentar di supermarket untuk membeli makanan. Sudah selesai, mereka langsung pulang tanpa mampir sana-sini lagi.




Sampai di rumah, Ataya langsung ikut gabung bersama Dinda, menonton drama yang sudah mereka siapkan untuk nonton bareng. Tak hanya Dinda, Arvin dan Ataya, Via pun ikut nonton bersama anak-anaknya.

DI tengah-tengah drama, Arvin tiba-tiba izin untuk ke kamar mandi setelah batuk dan mengeluarkan darah bersama dengan dahak.

Ataya dan Via langsung saling pandang. Benar, Arvin menyembunyikan sesuatu dari Ataya, bahkan Via sendiri pun tidak tahu apa yang terjadi dengan anaknya itu.



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Võiltus [HWANGSHIN] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang