BAB XIV : Penyesalan yang Pahit

798 110 4
                                    

Srikandi menghela napas lega saat Arjuna akhirnya mengangkat telfonnya, kondisi Bima memburuk membuatnya tidak bisa berpikir dengan jernih dan sekarang Bima masuk ruang operasi lebih cepat, Srikandi memutuskan pergi ke rumah sakit setelah kondisi Nakula membaik dan Srikandi terkejut saat melihat banyak panggilan tak terjawab dari Arjuna. 

"Ada apa, Jun?" Srikandi menghela napas panjang, melirik bapak dan ibu yang saling berangkulan untuk menguatkan. 

"Aku masih di rumah sakit, kamu udah selesai shift?" Srikandi berjalan menjauh, kemudian terkejut saat mendapati Arjuna sudah berdiri di depannya dengan ponsel di telinganya. Arjuna terlihat kacau, wajahnya sembab, rambutnya kusut, kaos putihnya masih tersisa noda darah. 

"Kenapa tadi pagi kamu nggak dengerin aku ngomong dulu." Arjuna menghela napas panjang, kondisi Sadewa tiba-tiba memburuk dan sekarang dipindahkan ke ruangan khusus membuat Arjuna tidak mampu lagi menahan semuanya sendiri. 

"Aku kalut, Mas. Aku bingung, kamu juga paham itu yang aku rasain kalau adek-adek aku sakit, kamu tahu kabar Sadewa? dia baik kan?"

"Itu yang mau aku kasih tahu ke kamu tadi pagi."

"Sadewa baik-baik aja kan?" Srikandi tiba-tiba merasakan takut luar biasa, masih ingat keluhan Nakula semalam, Nakula memang demam tinggi tapi tidak ada infeksi atau penyebab Nakula demam, dokter yang memeriksa Nakula sampai bingung, sehingga pikiran Srikandi tertuju kepada Sadewa. 

"Bilang ke aku kalau Sadewa baik-baik aja."

"Sadewa koma." Arjuna menatap Srikandi yang melotot tidak percaya, Srikandi memundurkan langkahnya sembari menggelengkan kepalanya. 

"Kamu jangan bercanda!" Srikandi berteriak, menatap Arjuna dengan tatapan marah. "Sadewa baik-baik aja kemarin!" Srikandi berkata dengan marah, menolak untuk percaya. 

"Sebenarnya Sadewa koma karena kondisinya begitu buruk, leukimia stadium tiga."

"Arjuna Wicaksana!" Srikandi berteriak, membuat bapak dan ibu mendekat karena terkejut.

"Ada apa, Sri? kalian bertengkar?" Ibu merangkul bahu sri yang bergerak naik turun karena isakan tangisnya. Bapak yang melihat Srikandi bungkam dan melihat Arjuna yang masih setia dengan tatapan tajam dan penampilan kacaunya menghela napas panjang. Bapak mendekati Arjuna, merangkul bahu Arjuna lembut dan menepuknya pelan untuk menenangkan Arjuna. 

"Ada apa?"

"Tadi pagi aku mau jelasin, Sri. Tapi kamu udah matiin telfonnya duluan, tadi pagi aku udah nyoba nelfon Bapak dan Ibu, tapi kalian juga sama."

"Jangan main-main sama nyawa orang, Mas." Srikandi tersendat, dadanya terasa sesak.

"Tadi Sadewa sempet baikan, kami dalam perjalanan pulang sembari menunggu hasil observasi dokter. Tapi, tiba-tiba kondisinya ngedrop lagi, udah dapat penanganan tapi setelah itu tiba-tiba Sadewa kehilangan denyut jantungnya."

"Mas, cukup!" Srikandi berteriak, matanya yang memerah menatap nyalang mata Arjuna.

"Ada apa dengan Sadewa, Le?" Ibu bertanya dengan nada bergetar, penjelasan Arjuna sudah cukup menggambarkan bahwa kondisi bungsunya tidak baik-baik saja.

Arjuna yang mendapatkan pertanyaan itu menghela napas panjang, meminta maaf kepada Sadewa dalam hati karena telah mengingkari janji. 

"Leukimia stadium tiga, dan selain ini izinkan saya menjelaskan sepenggal puzzle cerita Sadewa yang masih saya pegang erat."

____



Pada akhirnya Arjuna banyak bercerita, mengundang air mata penyesalan bapak, ibu dan Srikandi. Tidak mampu menahan perasaan sedih saat hanya mampu melihat Sadewa dari jauh, alih-alih dapat menggenggam tangannya. 

Ibu dan bapak terlalu lemas untuk berdiri, untuk memakai baju khusus demi mengunjungi Sadewa dan mengungkapkan cinta. Srikandi terlalu tidak berdaya karena termakan rasa sesalnya, pikiran Srikandi berantakan. Bahkan rasanya keluarganya sulit sekali meraih kata bahagia. Srikandi menatap Arjuna yang sekarang juga terlihat kacau. 

"Mas, terimakasih karena sudah hadir menjadi sosok keluarga bagi Sadewa."

"Aku yang terimakasih, karena kalau bukan karena kamu yang memintaku untuk mendekati Sadewa, maka aku tidak akan mengenal Sadewa sedalam ini. Sri, menyelami kehidupan Sadewa itu sangat mudah, karena Sadewa tidak pernah menutupi, Sadewa hanya tidak memiliki waktu dan tempat untuk bercerita." Arjuna menggenggam tangan Srikandi kemudian menarik napas panjang. 

"Sri, kamu nggak sepenuhnya salah, karena kamu berusaha memberi perhatian dalam bentuk lain kepada Sadewa, kamu minta aku buat deketin Sadewa karena kamu peduli dan sayang sama Sadewa, tapi kamu tidak punya waktu buat ngewujudin itu, itu kan yang buat kamu minta aku jadi sosok kakak buat Sadewa."

"Mas, makasih." Srikandi berbisik lirih, sedangkan Arjuna membawa Srikandi ke dalam dekapan hangatnya. 

"Makasih udah jaga Sadewa." Srikandi kembali terisak hebat, namun rasanya dia tidak bisa tumbang sekarang.  Besok, ada Nakula yang harus dikuatkan di hari pengakuannya, ada Nakula yang harus dia topang, lantas ada Bima yang harus selalu didukung proses pemulihannya. Srikandi melepaskan pelukan Arjuna, kemudian dengan cepat menyeka air matanya. 

"Mas, saat ini bukan cuma Sadewa atau Bima yang harus diperhatikan, bukan? ada Nakula yang harus didukung secara moril."

"Iya, kita kuatin mereka dengan adil yaa?"

"Iya,Mas. Iyaa pasti." Srikandi bersumpah untuk tidak melakukan kesalahan yang sama lagi. 

TBC

DONG [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang