"Wah, ada yang lagi seneng nih," ucap seorang gadis berambut pirang sebahu.
"Enak ya, jadi murid kesayangan guru." Kali ini temannya menyahut.
"Dimanja, dibanggakan, dipandang pintar. Huh!"
Perkataan ketiga gadis itu hanya dibalas tatapan datar oleh Alicia. Mereka adalah Nara, Aurel dan Lola. Ketiganya menghadang Alicia saat gadis itu hendak kembali ke kelas. Tak bosan-bosannya mereka menganggu.
"Mau lo apa sih, Cupu?!" Nara mendekat ke arah Alicia. Kini jarak keduanya hanya terpaut beberapa centimeter.
"Harusnya aku yang tanya. Mau kalian apa?" tukas Alicia sambil menatap Nara tajam.
"Gue mau lo keluar dari sekolah ini!"
"Kenapa? Masalah olimpiade lagi?" Sambil mengernyit bingung Alicia bertanya kepada Nara. Ia mencoba menerka maksud gadis gila di depannya itu.
"Gue nggak terima kalau tahun ini lo jadi perwakilan olimpiade matematika!" ucap Nara penuh dengan emosi. Matanya menatap Alicia tak suka. Tangannya mengepal.
"Kalau mau protes mending langsung sama guru pembimbing aja."
"Harusnya lo nggak pindah ke sini!" Amarah Nara memuncak. Gadis itu mendorong Alicia dengan kuat hingga membuatnya tersungkur.
Tiba-tiba seorang cowok berseragam olahraga datang dan membantu Alicia berdiri. Cowok berhidung mancung itu menatap Nara tak suka. Sorot matanya tajam.
"Lo bisa nggak sih, nggak usah main tangan?!" tanya cowok itu masih dengan tatapan tajamnya.
"Gue cuma nyenggol kok. Suruh siapa jadi orang lemah banget," bela Nara.
Perkataan Nara barusan membuat kedua tangan Elang mengepal. Napasnya memburu. Bukannya minta maaf tapi Nara malah mengejek Alicia. Rasanya, ia ingin menerkam Nara sekarang juga.
"Ada apaan sih ribut-ribut?" Dion yang baru saja tiba bertanya penasaran.
"Nih si Cewek Cupu cari masalah aja." Kali ini Aurel menimpali. Kedua tangannya ia lipat di depan dada.
Alicia mengernyit bingung. Dirinya cari masalah dengan mereka? Apa tidak terbalik?
"Dia dorong Alicia. Gue nggak tahu apa masalahnya." Elang menjawab pertanyaan Dion.
"Mereka hadang aku." Akhirnya Alicia buka suara.
"Kenapa?" tanya Dion.
"Nara nggak mau aku jadi perwakilan olimpiade tahun ini," terang Alicia. Ia usap sikutnya yang terasa sakit karena terbentur lantai.
"Lho, kenapa?" tanya Dion lagi.
"Dia nggak pantes." Nara menekan setiap kata yang ia lontarkan. Tatapannya mengarah ke Alicia.
"Maksud lo?" tanya Dion tak paham.
"Olimpiade tahun lalu gue yang jadi juaranya. Gue nggak yakin kalau tahun ini si Cupu bisa bawa pulang piala." Nara tersenyum sinis kepada Alicia. Kedua tangannya terlipat di depan dada.
"Lo kalah seleksi dari dia. Apa lo pantes?!" tanya Dafa sarkas. Kali ini cowok itu membuka suara lantaran sebal dengan tingkah laku Nara yang sok itu. Pertanyaan yang ia lontarkan membuat Nara kicep.
Alicia tersenyum simpul. Yang dikatakan Dafa memang benar adanya.
🌻🌻🌻
Malam ini suasana rumah Elang cukup ramai. Dafa dan Dion akan menginap. Bukan karena mereka tak punya rumah, tapi karena ini adalah malam Minggu. Malam dimana para jomlo merasa bete berada di rumah. Makanya mereka memutuskan untuk menginap di rumah Elang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Harus Sempurna
Teen Fiction[ON GOING] Kesempurnaan bukanlah segalanya. Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Kalaupun ada, itu hanya berasal dari pikiran mereka yang menganggap bahwa dirinya sempurna. Karena pada dasarnya, hati yang menunjukkan ketulusan. Bukan penampilan yan...