38. Teror Lagi

155 13 0
                                        

Alarm HP Alicia berbunyi nyaring tepat pukul empat pagi. Dengan sisa-sisa kantuk, gadis itu meraba meja kecil di samping ranjangnya. Ia menguap, mematikan alarm, lantas menaruh kembali HP di atas meja.

Dingin terasa saat ia menyibak selimutnya. Semalam hujan deras turun disertai angin dan petir. Bunga-bunga di halamannya pasti berantakan—itu yang ada di benak Alicia sekarang.

Rutinitas setiap bangun tidur selain mengucek mata ialah; minum air putih. Alicia meneguk air yang selalu ia siapkan di mejanya hingga sisa setengah gelas. Setelah merapikan kamar, ia beranjak keluar.

Baru saja membuka pintu, Alicia yang masih diliputi rasa kantuk terkejut menatap sekitar. Ia refleks mundur beberapa langkah. Lantai ruang tamu penuh dengan jejak kaki seukuran orang dewasa. Jejak cokelat tanah tersebut membuat ruang tamu hingga jalan menuju dapur tampak sangat kotor.

Dengan penuh tanda tanya Alicia mengikutinya. Saat lampu dapur ia nyalakan, gadis bertubuh semampai itu geram bukan main. Sama halnya dengan ruang tamu, ada banyak jejak kaki di dapur. Pelaku bahkan mengitari seluruh dapur hingga depan toilet.

Alicia mendekat ke arah kulkas. Pintu kulkas dipenuhi tulisan 'DEAD' dengan tinta merah menyerupai darah. Beberapa waktu lalu, tulisan dengan tinta merah juga mengotori pintu kulkas. Alicia geleng-geleng kepala dengan wajah gusar.

Teror lagi! batinnya.

Alicia menatap sekelilingnya cemas. Ia berpikir bahwa mamanya tak boleh tahu tentang hal ini. Alicia tak mau apabila wanita yang amat disayanginya itu khawatir dan sedih—seperti teror waktu itu.

Gadis itu kembali ke ruang tamu dengan kain pel dan seember air yang telah ia campur cairan pembersih lantai. Ia melirik jam dinding. Masih ada waktu untuknya membersihkan semua ini sebelum sang mama bangun.

Ditengah kesibukannya mengepel lantai, Alicia melihat sesuatu yang ganjil di dinding. Semua pigura foto posisinya terbalik menghadap tembok. Pecahan kaca juga terlihat berceceran di bawahnya. Rupanya semua pigura sudah tidak ada kacanya sekarang.

Alicia kembali diliputi berbagai pertanyaan. Siapa yang melakukan semua ini? Kenapa? Dan ... bagaimana bisa aku nggak dengar semua kekacauan ini semalam?

🌻🌻🌻

"Pelajaran hari ini selesai. Minggu depan kita pengambilan nilai materi basket. Persiapkan diri kalian!" ucap seorang guru olahraga dengan nyaring.

"Baik, Bu. Terima kasih," balas siswa-siswi serempak.

Murid kelas XI IPA 1 segera membubarkan diri, mengambil botol minum mereka di pinggir lapangan. Duduk selonjoran di bawah rindangnya pohon tepi lapangan memanglah pilihan terbaik selepas olahraga. Matahari terasa menyengat padahal baru pukul sembilan. Pelajaran olahraga hari ini benar-benar membuat peluh mengucur deras.

"Panasnya ...," lontar salah satu siswi.

Yang lain mengiyakan.

"Ah, gue mau yang segar-segar," teriak Laras. Gadis itu mengipasi dirinya dengan kedua tangan. Wajahnya memerah karena panas.

Seorang cewek bernama Nindy bangkit dari duduknya, menoleh seraya berkata, "Ke kantin yok!"

"Ayok!"

Beberapa cewek mulai berdiri, mengikuti Nindy ke kantin. Laras mendekatkan dirinya pada Alicia yang sedang menguncir rambut.

"Al, ke kantin yok!" ajaknya antusias.

"Aku mau ke perpustakaan Ras."

"Perpustakaan? Ngapain? Mending ke kantin minum es teh."

"Aku mau nyari referensi buat pengambilan nilai minggu depan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 05, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tak Harus SempurnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang