Jam menunjukkan pukul 5 pagi. Namun gadis berambut hitam legam yang dicepol asal tersebut telah disibukkan dengan kegiatannya di dapur.
Alicia. Gadis yang selalu berharap bahwa hari-harinya akan dipenuhi dengan kedamaian baru saja selesai memasak untuk sarapan.
Pagi itu dia memasak nasi goreng kesukaan mamanya. Cukup sederhana karena tidak ada persediaan bahan makanan selain beras dan bumbu di rumah barunya. Mungkin nanti mamanya akan berbelanja di pasar.
Gadis itu terlihat begitu pandai memasak. Tangannya mengaduk-aduk nasi yang telah ia beri bumbu. Tak lupa ia menuangkan kecap manis sebagai tambahan.
"Cia, hari ini kamu berangkat sekolah, Nak?" Alicia sempat terkejut mendengar pertanyaan mamanya yang datang secara tiba-tiba. Karena tadi sebelum dia ke dapur, wanita itu masih tertidur dengan pulas.
"Iya Ma, kenapa enggak?" Siska—Mama Alicia mengembuskan napasnya pelan. Ternyata anaknya ini tetap akan menjalani hari-harinya seperti biasa. Dia pikir dengan kejadian kemarin Cia tidak akan mau berangkat sekolah.
"Mama harap kamu tetap tegar ya, Nak. Enggak usah dengerin kata-kata buruk orang lain!"
"Mama tenang aja. Oh, iya, nanti jam 6 aku udah harus berangkat, Ma, takut ketinggalan angkutan umum," kata Alicia sambil menyajikan nasi goreng ke atas piring.
"Ya sudah, sekarang kamu buruan sarapan dan mandi!"
🌻🌻🌻
Matahari nampaknya masih malu untuk menyapa dunia. Sinar yang dipancarkannya belum sepenuhnya menghilangkan embun pagi. Alicia menatap jalanan yang mulai padat lewat kaca metromini. Jari-jari panjangnya ia ketuk-ketukkan pada kaca jendela.
Sepanjang perjalanan hanya melamun yang bisa dilakukan Alicia. Gadis berseragam putih abu-abu itu tampak lesu. Bukan karena belum makan, tapi karena banyak yang ia pikiran.
Sebenarnya Alicia tidak mau memikirkan kejadian kemarin. Tapi menurut hatinya kejadian tersebut akan berpengaruh besar terhadap kehidupannya kedepan.
Alicia berharap teman-temannya tidak akan menjauhinya karena kini ia telah jatuh miskin. Meskipun ia tidak yakin. Tapi apapun bisa terjadi. Yang perlu Alicia lakukan hanyalah tetap tenang dan bersabar.
Lamunan Alicia buyar ketika metromini berhenti di sebuah halte. Gadis itu segera turun dan menyusuri gang sebagai jalan pintas menuju sekolahnya. Sebenarnya bisa saja dia diturunkan langsung di depan sekolahnya, tapi bukan oleh metromini melainkan taksi. Alicia tidak mungkin menaiki taksi karena ongkos taksi tak sebanding dengan ongkos metromini.
🌻🌻🌻
Setibanya di sekolah, Alicia langsung menuju kelasnya. Cukup ramai suasana pagi ini karena setibanya dia di sekolah jam menunjukkan pukul 6:45.
"Eh, lihat deh, kok dia masih berani sih masuk sekolah." Salah satu siswi yang dilewati Alicia tiba-tiba berbicara dengan nada keras.
"Tau tuh. Kalau gue jadi dia sih malu kali ya." Kali ini gadis berambut pirang yang berbicara.
"Kita enggak bakalan kayak dia lah. Bokap kita enggak kayak bokap dia kalik. Ups hahaha." Perkataan ketiga gadis yang berbicara kepadanya atau lebih tepatnya meledeknya tak dihiraukan oleh Alicia. Dia kembali melanjutkan perjalanan menuju kelasnya. Kedua tangannya menggenggam tali bagian bawah tas yang ia gendong. Gadis itu tetap berusaha tenang dan sabar.
Sesampainya di kelas, Alicia langsung menjadi pusat perhatian. Teman-temannya secara terang-terangan menatapnya tidak suka. Ia merasa seperti orang asing di kelasnya.
Alicia langsung duduk di bangkunya. Tumben, tak ada yang mau duduk dengannya. Biasanya teman-teman sekelasnya akan berebutan untuk sebangku dengan dirinya. Maklum saja, Alicia merupakan siswi yang sering meraih peringkat pertama pararel.
Ternyata benar dugaanku. Setelah kejadian kemarin enggak ada yang mau temenan sama aku. Mereka cuma mau temenan sama aku kalau aku ada di atas, tapi kalau aku lagi di bawah kayak sekarang ... Gadis cantik ini berkata dalam hati.
Sambil tersenyum miris hatinya berbisik, semangat Cia.
Tepat ketika bel masuk berbunyi, seorang guru matematika masuk ke dalam kelas XI MIPA 1. Alicia akan berusaha fokus dan konsentrasi. Untungnya dia duduk di bangku paling depan, sehingga dia tidak akan melihat tatapan benci dari teman-temannya.
🌻🌻🌻
Akhirnya bel pulang berbunyi. Alicia ingin segera pulang setelah seharian berada di sekolahnya yang membosankan. Bagaimana tidak? Tak ada pembicaraan lain kecuali materi pelajaran yang disampaikan guru dan cibiran teman-temannya untuknya. Saat istirahat pun Alicia hanya berdiam diri di kelas sambil membaca novel.
"Aww." Baru beberapa langkah dari kelas, bola basket tiba-tiba mengenai kepala Alicia.
"Woi cepetan lempar bolanya ke sini!" ucap seorang cowok yang Alicia tebak dialah yang menyebabkan kepalanya sakit. Alicia berlalu pergi tanpa menghiraukan ucapan cowok itu.
Cowok berbaju basket khas SMA Tunas Bangsa itu pun mengejar Alicia dan berkata, "Kok lo malah lari sih bukannya lemparin bolanya ke lapangan? Kuping lo normal 'kan?"
Alicia dibuat geram oleh cowok berbadan atletis itu. Baru saja bola basket lemparannya mengenai kepala Alicia namun cowok itu tak sedikit pun meminta maaf dan seenaknya memerintah. Ia juga meragukan fungsi pendengaran Alicia. Benar-benar menyebalkan.
"Kok lo diem sih? Gue enggak lagi ngomong sama batu 'kan?" tanya cowok itu yang membuat Alicia semakin geram.
Alicia lagi-lagi pergi begitu saja tanpa menghiraukan pertanyaan cowok menyebalkan tadi. Entah mengapa rasanya Alicia malas untuk menanggapi. Rasanya dia ingin segera sampai rumah. Hari ini begitu menyebalkan baginya.
"Dasar cewek aneh," umpat cowok itu setelah Alicia pergi.
🌻🌻🌻🌻🌻
Haiii penasaran enggak kenapa Alicia dijauhin temen-temennya? Kira-kira kenapa ya? Siapa cowok berbaju basket yang nyebelin itu? Penasaran? Ikutin terus yaa!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Harus Sempurna
Teen Fiction[ON GOING] Kesempurnaan bukanlah segalanya. Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Kalaupun ada, itu hanya berasal dari pikiran mereka yang menganggap bahwa dirinya sempurna. Karena pada dasarnya, hati yang menunjukkan ketulusan. Bukan penampilan yan...