"Mama di mana?" tanya Alicia dengan nada cemas. Satu tangannya memegang ponsel yang menempel di telinga, sedangkan satunya lagi memainkan bibir bawahnya.
"Mama kirim lokasi ya, Nak." Panggilan telepon berakhir setelah Siska berucap demikian.
Meskipun Alicia berhasil menghubungi mamanya setelah berulang kali mencoba, namun gadis itu belum sepenuhnya lega. Rasa khawatir masih menyelimutinya. Bagaimana tidak? Sang mama memang menjawab teleponnya, tetapi hanya kata itu yang terucap. Tentu saja itu menimbulkan tanda tanya besar di benak Alicia.
Alicia meraih tas selempang kulit yang tergantung di balik pintu kamarnya. Tak lupa ia memasukkan dompet merah muda berukuran kecil kesayangannya.
Gadis bertubuh langsing itu segera bergegas keluar. Ia berjalan—sesekali berlari kecil— menuju pangkalan ojek di ujung gang. Keinginannya saat ini hanyalah satu; segera sampai di lokasi yang dikirimkan oleh Siska.
"Ikutin arahan saya ya, Bang," ujar Alicia. Gadis itu sudah duduk manis di jok belakang lengkap dengan helm hitam yang agak kebesaran.
"Siap, Neng."
Sepanjang perjalanan Alicia memandang jalanan dan ponselnya secara bergantian. Sinyal yang sering menghilang membuat ia berdecak sebal lantaran tanda panah di layar ponselnya tak kunjung bergerak. Padahal dirinya dan tukang ojek berbadan kurus itu telah mengikuti rute yang tersedia. Hal tersebut membuat mereka kebablasan. Dilihat dari kaca spion, wajah abang tukang ojek begitu sebal saat Alicia menyuruhnya putar balik.
"Benar ini tempatnya, Neng?" Setibanya di sebuah rumah, Alicia segera turun. Tukang ojek yang mengenakan jaket cokelat itu menatap Alicia penuh tanya.
"Benar kok, Mang. Maps-nya bilang 'Anda telah tiba. Tujuan Anda berada di sebelah kiri' gitu." Alicia menirukan suara pemandu peta online itu sambil menyodorkan helm kepada tukang ojek di depannya.
"Ini Mang, ongkosnya. Makasih, ya," lontar Alicia. Tukang ojek itu pun menerima selembar uang kertas ungu yang diberikan Alicia sambil tersenyum senang.
"Sama-sama, Neng." Setelah itu, si tukang ojek menyalakan motor dan melaju meninggalkan Alicia.
Alicia berdiri mematung menatap sebuah bangunan di depannya. Rumah minimalis modern tiga lantai berdiri kokoh di balik pagar keemasan besi. Cat tembok yang didominasi warna kuning dan cokelat cerah menambah kesan mewah.
Tiba-tiba seorang pria bertubuh tinggi tegap menghampiri Alicia. "Mbak Alicia, ya?" tanyanya.
"Iya." Alicia mengernyit bingung. Ia memerhatikan pria di hadapannya dari atas sampai bawah. Dilihat dari penampilannya sepertinya pria itu merupakan satpam di rumah ini.
"Silakan masuk, Mbak. Sudah ditunggu." Pria berkulit sawo matang itu menggerakkan tangan kanannya mempersilakan Alicia masuk.
"Ditunggu siapa?" tanya Alicia polos.
"Mbak anaknya Bu Siska 'kan?"
"Iya. Kok Bapak tahu?" tanya Alicia lagi.
"Bu Siska ada di dalam. Tadi beliau berpesan kalau anak perempuannya yang bernama Alicia datang suruh masuk aja." Alicia hanya manggut-manggut mendengar penjelasan satpam di hadapannya.
Sebenarnya ini rumah siapa? Kenapa Mama ada di sini? batin Alicia.
Sambil memegangi tali tasnya, Alicia masuk mengikuti satpam bertubuh kekar itu. Ia melihat-lihat area luar rumah yang kini ia pijak. Di samping kanan terdapat sebuah taman yang berjarak sekitar lima meter dari pintu masuk. Berbagai jenis bunga yang terawat berjajar rapi melingkari taman. Sebuah air mancur dengan kolam ikan berukuran kecil berdiri dengan cantik di bagian tengah. Gemercik airnya memberikan kesan tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Harus Sempurna
Fiksi Remaja[ON GOING] Kesempurnaan bukanlah segalanya. Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Kalaupun ada, itu hanya berasal dari pikiran mereka yang menganggap bahwa dirinya sempurna. Karena pada dasarnya, hati yang menunjukkan ketulusan. Bukan penampilan yan...