Part 3

726 42 1
                                    

  Tiba-tiba merasa kesal karena penolakan dan sikap tak sopan anak itu,laki-laki yang tadi hendak menggendong kinanti mengangkat senapan.Tanpa berpikir panjang,dia menyarangkan peluru kedada si anak malang hingga terjatuh dan tak bergerak lagi.

             
             🍁

   "Dimana anak itu sekarang,risa?"

  Pertanyaan itu dilontarkan oleh william saat aku bercerita tentang kinanti.Aku tersenyum sambil menatap wajah kelima sahabatku ini,lalu meneruskan ceritaku.

   "Aku bertemu dengannya disebuah rumah,tempat temanku tinggal."

   Bangunan itu sudah tua,sebuah rumah peninggalan zaman Belanda, sama seperti rumah nenekku yang aku dan kelima sahabatku tinggali.Namun,yang membuatku heran,tak ada hantu Belanda disana.Yang kulihat hanya sosok seorang anak kecil bercelana pendek berwarna putih dengan baju atasan berwarna senada.

  Sengaja aku datang kerumah itu atas permintaan temanku,yang merasa diteror oleh hantu anak kecil dirumah yang baru dia tinggali.Menurut ceritanya, keluarganya membeli rumah itu dengan harga sangat murah,karena rumah itu sudah lama dipasarkan, namun tak seorang pun tertarik untuk membeli.Sebenernya, dari segi lokasi,rumah ini cukup strategis,belum lagi bentuknya yang belum mengalami perubahan dari rumah khas zaman Belanda sangat cocok untuk ditinggali oleh orang yang menyukai hal-hal berbau vintage.Hanya saja,menurut isu yang beredar,rumah itu adalah memiliki sejarah kelam,hingga banyak terjadi hal-hal diluar nalar.Sering kalu terdengar tangisan,suara geraman,teror penampakan hantu,yang membuat siapapun merasa tak kerasan berada disana.

 

              🍁

   Piano tua milik temanku yang ditempatkan diruang tamu selalu berisik, bersuara tanpa nada-nada yang jelas.Seperti dimainkan asal oleh tangan manusia.Belum lagi langkah kaki yang berlarian kesana-kemari, yang selalu terdengar mengelilingi rumah saat anggota rumah melaksanakan salat maghrib.Dan yang membuat temanku ini merasa butuh bantuanku adalah saat muncul bercak-bercak darah di lantai dapur rumahnya, yang juga muncul selepas azan maghrib.Dia merasa tertekan karena bercak darah itu jelas bukan khayalan.Dia benar-benar harus membersihkan noda itu dengan kedua tangannya sendiri.


   Jika orang lain merasa takut pada sosok hantu saat malam menjelang, keluarga temanku ini merasa ketakutan saat sore menjelang malam.Akhirnya, dia dan seluruh anggota keluarganya memutuskan untuk tak berada di rumah setiap pukul lima sore hingga pukul tujuh malam.Hal ini sungguh menyiksa dan membuat tak tenang.Selain terganggu oleh sosok hantu, mereka khawatir jika pada jam-jam tersebut rumah mereka disambangi maling yang bisa menguras harta benda di dalamnya.

   Sebenarnya, aku bukan pemberani yang serta-merta mendatangi rumah seseorang, seolah aku ini penumpas hantu atau seorang paranormal.Jika bukan karena permintaan temanku, mungkin aku takkan mau melakukannya.

    Beruntung, yang ku hadapi dirumah temanku ini adalah seorang anak yang manis.Ya, disanalah aku bertemu dengannya, dengan Kinanti.

   Setiap berkunjung kesana selama beberapa hari, aku meminta izin kepada temanku untuk terus berkomunikasi dengan sosok yang dia anggap sebagai pengacau dirumah itu.Sama seperti kelima sahabat hantu ku, sosok itu hanyalah seorang anak yang masih merasa dirinya adalah bagian dari kehidupan manusia.Dia merasa tak mati dan merasa masih harus menunggu ayahnya pulang.

    Kenyataan tidak sesuai dugaan temanku dan keluarganya.Ternyata, bukan bermaksud mengusik, tetapi Kinanti bersikap seperti itu karena tak tahu harus berbuat apa selain bergembira pada jam-jam dia menunggu setiap harinya. "Saya hanya menunggu ayah saja, nona"begitu katanya.

  Dia tak pernah tahu kalau yang dia lakukan ternyata menganggu manusia yang tinggal dirumah itu. Dia pun tak mengerti bahwa dia sudah berbeda dengan manusia lain.


             🍁

    "Kalian seharusnya merasa bersyukur, karena kalian tak sendirian.Kalian berlima bisa saling menguatkan.Kalian juga punya sosok pengganti orangtua, yaitu Papa, yang bisa membimbing kalian jika kalian nakal dan dianggap mengganggu kehidupan manusia.Tapi, Kinanti tak bisa apa-apa.Tak ada yang membimbingnya.Sama seperti kalian, dia tak langsung bisa bertemu ibu dan ayahnya yang mungkin sudah terlebih dahulu mengalami kematian, dan sadar bahwa mereka sudah berbeda dari manusia."

   Kelima anak itu menunduk.Lalu, William kembali berbicara.

"Kenapa kau tak ajak dia kemari,Risa?" Dia bertanya dengan polos

  "Sama seperti samantha,dia tak mau meninggalkan rumah tempat dulu dia dan keluarganya tinggal.Bahkan dia bilang, meski suatu saat rumah itu rata dengan tanah pun, dia akan tetap menunggu disana."

   Biasanya,jika aku bercerita, janshen yang paling banyak bicara.Namun, kali itu dia hanya diam, terus termenung bagai memikirkan sesuatu

Senjakala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang