Bab 20: Antara Sel Penjara dan Ruang IGD

495 132 5
                                    

"Lihatlah hal positif setiap harinya, walaupun terkadang kita harus melihat lebih keras untuk mendapatkannya."
...

Risa dimasukan paksa ke dalam sel penjara oleh polisi bertubuh tinggi dan kekar, Risa terus memberontak tetapi tetap saja ia tak mampu.

"Lepasin, kenapa gue dikunci disini?" Risa terus menerus berteriak didalam sel.

"Anda itu pantas berada disini, karena anda adalah seorang pembunuh!" polisi tersebut berkata tajam, lalu melangkahkan kakinya meninggalkan sel tahanan Risa.

"Akhhh, kenapa bisa begini sih, kan gue juga nggak sengaja arghhhhhh!!" Risa menarik rambutnya frustasi, ia menundukkan kepalanya.

Seseorang bertubuh tinggi tegap menghampiri sel tahanan Risa, ia mendengar langkah kaki seseorang, dengan cepat kepalanya terangkat.

"Vael?" gumam Risa setelah melihat wajah Vael dibalik minimnya pencahayaan.

"El, lo pasti mau bebasin gue kan?" mata Risa berbinar sambil menyunggingkan senyuman, wajah Vael hanya terdiam.

"Lo sekarang udah percaya kan, kalo gue itu nggak bunuh Keyla?" Risa mencoba meraih tangan Vael.

Vael tak berkata sepatah katapun, ia menjauhkan tangannya dari pegangan tangan Risa, Vael mulai membuka suara dengan memasang wajah dingin.

"Gue kesini cuma mastiin, kalo orang yang udah ngebunuh orang yang gue sayang itu membusuk didalam penjara ini!" bisik Vael tajam sambil mendekatkan ke telinga Risa.

"Kalo lo masih nggak percaya sama perkataan gue, mendingan lo sekarang pergi aja dari sini!" bicara Risa terdengar tenang tapi menusuk.

Vael tidak bergeming dari tempatnya, ia hanya menatap tajam kehadapan Risa, dengan mulut tertutup rapat.

"Tunggu apa? pergi lo sekarang!" bentak Risa matanya mendelik.

"Pergi!" tangan Risa mencoba mendorong tubuh Vael.

Tanpa berkata Vael melangkahkan kakinya menjauh dari sel tahanan, kakinya terus melangkah hendak keluar sampai terdengar suara dari belakangnya.

"Inget kata-kata gue!" ucap Risa terhenti dengan menatap punggung belakang Vael.

Sang punya nama menghentikan langkahnya, ia mendengarkan dengan tenang ucapan sahabat kecilnya itu.

"Gue akan benci lo selamanya, gue akan selalu benci, benci!" teriak Risa sambil memukul jeruji didepannya.

"Gue sebenarnya nggak mau Sa, lo benci sama gue, tapi lo itu udah ngecewain gue!" ucap hati Vael.

Vael meninggalkan sel tahanan Risa, ia menatap langit ternyata sudah gelap dan sepi, tak ada satu bintang pun yang bertengger disana, tiba-tiba ponselnya berdering.

"Haloo!" suara polisi dari sebrang ponsel.

"Iya, apa sudah ada kabar tentang Keyla?" wajah Vael terlihat cemas.

"Alhamdulillah Keyla sudah ditemukan, dan sekarang sudah dibawa ke rumah sakit Cahaya Bintang" jelas polisi tersebut.

Mendengar pengakuan polisi wajah Vael terlukis senyuman, ia sangat senang bahwa seseorang yang ia sayang selamat.

"Saya segera kesana" Vael menutup ponselnya, ia segera berlari kearah mobil, dan melajukan ke rumah sakit dimana Keyla dirawat.

Vael berlari menyusuri ruangan ruangan dirumah sakit sampai manik matanya melihat beberapa polisi sedang berdiri didepan ruangan IGD. Vael mencoba mendorong pintu ruangan tersebut, tapi terhalang oleh beberapa polisi disampingnya.

"Keyla sedang ditangani, jadi anda jangan mengganggu dengan masuk kedalam!" Polisi tetap mencekal tangan Vael.

"Tapi keadaan Keyla nggak papa kan?" manik mata Vael menatap polisi didepanya.

Polisi menutup mulutnya rapat sehingga tak ada sepatah kata pun keluar dari sana, tiba-tiba ruangan tersebut terbuka menampilkan seorang dokter muda dengan wajah kecewa.

"Gimana, keadaan Keyla baik kan?" Vael menggoyangkan kedua lengan dokter didepanya, tapi dokter tersebut menundukkan pandangan, Vael mengernyitkan keningnya.

"Dokter jangan diam aja, gimana keadaan Keyla?" Vael membentak dokter tersebut, dokter itu hanya memasang wajah bersalah.

"Maaf, kami sudah melakukan terbaik bagi Keyla, tapi nyawa Keyla sudah tak dapat diselamatkan" mendengar pengakuan tersebut Vael serasa bak disambar petir, bagaimana tidak seseorang yang ia sayang sudah pergi.

"Bohong, dokter pasti bohong!" Vael yang tak mempercayai ucapan dokter tersebut segera berlari membuka pintu ruangan tersebut, ia segera menyibak penutup putih diatas wajah Keyla, air mata Vael sedari tadi terjun dari pelupuk matanya.

"Key kamu pasti tidur kan, nanti kamu bangun lagi kan?" Vael mengusap air mata dari pipinya, tangannya meraih pundak Keyla.

"Key bangun dong, kak Vael cemas melihat Keyla kek ginii!" Vael menggoyangkan tubuh Keyla.

"Key bangun, Keyyyyy!" teriak Vael Isak tangisnya tak terkendali. Sang punya nama tetap menempelkan kedua matanya dengan wajah putih pucat nan dingin.

"Tenangin diri lo El" seorang memegang pundak Vael dari belakangmembalikkan tubuhnya dan terdapat Adel dengan wajah prihatin.

"Adel, lo tau dari mana Keyla dirawat disini?" ekor mata Vael melirik kearah Adel, mendengarnya Adel bingung harus menjawab apa.

"G-gue, gue, ah nggak penting gue tau dari mana, yang penting sekarang tenangin diri lo El" ucap Adel terbata-bata.

"Mendingan lo keluar deh dari sini, gue lagi mau sendiri" ucap Vael dengan tatapan kosong menatap Keyla, suaranya dingin dan tenang.

"Tapi El" Adel tetap bersikeras dengan meraih lengan Vael kembali.

"Gue bilang keluar!" Vael meninggikan ucapannya, Adel tersentak ia tak menyangka bahwa Vael bisa seperti ini.

"Oke-gue keluar" Adel keluar dengan muka masam.

Didalam ruangan tersebut Vael meratapi nasib yang menimpa Keyla orang yang sangat dia sayang.

.....

Dari rumah sakit Adel memilih pergi menuju penjara Risa, ia berjalan mencari sel Risa dan akhirnya Adel menamukan seseorang dengan terduduk diam dipojok sel.

"Sa??" teriak Adel cemas melihat keadaan Risa saat ini.

"Adel, lo kok bisa tau gue dipenjara?" Risa mencoba bangkit dari duduknya, keadaanya sekarang tak terurus.

"Tadi gue, gue, dikasih tau sama kak Arga" Mata Adel celingak-celinguk menyembunyikan kebohongannya, ia mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Gue itu khawatir sama lo Sa" Adel menatap wajah Risa. Adel mencoba menutupi kebohongannya dengan berpura-pura memedulikan Risa.

"Nggak perlu, gue baik kok disini" ucapan Risa hampa, Adel melirik Risa sekilas.

"Gue wajar Sa khawatir sama lo, karena lo itu udah gue anggap seperti saudara gue" Adel tersenyum hangat menatap wajah Risa didepannya.

"Makasih" Risa membalas senyuman Adel.

Mereka berdua bercakap-cakap hampir sudah beberapa jam tiba-tiba seorang polisi mendatanginya.

"Mohon maaf, anda harus segera pergi dari sini karena sudah hampir larut malam" Adel mendengarnya menganggukan kepala patuh kepada polisi itu.

"Ya udah gue pulang dulu ya Sa, lain kali gue kesini lagi" pamit Adel memasang wajah senyum.

"Iya hati-hati" bibir Risa terangkat terukir senyuman di wajahnya.

Setelah Adel pergi meninggalkan Risa, Risa pun mengganti senyum manisnya menjadi smirk kejam, ia pun kembali duduk diposisinya tadi dengan memikirkan tentang sahabat yang sudah membencinya karena kecerobohan yang telah Risa buat.

~~~

Jangan lupa tinggalin jejak...

CLAURARISA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang