*BAB [4]*

337 150 55
                                    

Aku terluka dan semakin terluka
Namun tak pernah menunjukkannya

~Aan Apriansyah~

***

Aan akhirnya terbangun setelah beberapa menit pingsan. Wajah yang tadinya terlihat pucat mulai membaik. Matanya yang sayu menatap seseorang di depannya. Aisah memiringkan kepala dan melambaikan tangan ke wajah Aan.

"Kak!" panggil Aisah.

"I..ya." Suara Aan melemah. Kepalanya mulai terasa berdenyut nyeri. Aan menyapu lembut kepalanya dan kaget saat merasa ada sesuatu yang membungkus kepalanya, perban.

"Di mana Ibu?"

Bukannya mengkhawatirkan dirinya, Aan langsung menatap sekeliling kamar untuk mencari Sitti.

"Ibu udah dibawa ke rumah sakit pakai mobil putih. Emmm.. Aisah lupa namanya apa," ujar Aisah sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Ambulance?"

Aisah mengangguk tersenyum. "Nah, itu kak!" pekik Aisah.

Kepala Aan malah semakin pusing saat dia turun dari ranjang dan berdiri. Aisah yang melihat kejadian itu langsung ikut berdiri dan memegang tangan kiri Aan.

"Kata kak Sari, kakak makan dulu, baru minum obat," ucap Aisah sambil menunjuk beberapa bungkus obat di atas ranjang tempat Aisah tadi terduduk.

"Kakak kan puasa, Dek," jawab Aan sambil memerhatikan wajah adiknya yang malah tersenyum sambil menutup mulutnya.

"Kata Kak Sari, Kakak jangan ngeyel! Puasa itu wajib jika kita mampu, Kak, nah sedangkan Kakak kan butuh obat untuk kepala Kakak," Aisah menasehati Aan seolah-olah dia lebih tua dari kakaknya tersebut.

"Hmmmm, kayaknya adikku yang cantik ini udah makin pinter ya." Aan mencubit pelan pipi Aisah.

"Iya dong! Kan Aisah belajar."

Apa yang dipesankan Sari pada Aisah memang ada benarnya. Aan berpikir sejenak, jika saja kepalanya tak terasa begitu nyeri dia akan melanjutkan puasanya walau tanpa sahur juga. Aan sudah terbiasa seperti itu. Tapi, kali ini dia harus mengalah karena sakit di kepalanya tersebut.

"Eh, Kakak malah melamun!" Aisah menarik baju Aan.

"Haha, iya, kalau gitu kita dapur ya? Kamu juga nggak puasa, kan?" kata Aan sambil menarik lengan adiknya tersebut.

"Tau aja nih, Kakak!" Aisah tertawa sambil menunjukkan permen dalam sakunya. Entah dari mana Aisah mengambilnya.

Aan yang ingin ke dapur kembali teringat tentang ibunya. Bagaimana keadaannya sekarang? Apakah Ibu baik-baik saja. Dia benar-benar merasa penasaran.

"Dek, tahu tidak Ibu sakit apa?" tanya Aan. Aisah menggeleng polos membuat Aan tak tahu harus bertanya ke siapa lagi. Seandainya Kak Sari di sini mungkin dia akan menemukan jawabannya.

Saat masuk ke dapur Aan melihat Abdul sedang makan dengan santainya. Abdul terlihat sangat rakus seperti tak makan berhari-hari. Tubuh pria itu terlihat sedikit gemetar. Aisah mendekati Abdul sambil sedikit bersenandung.

Allah, Masihkah Kau Bersamaku? [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang