Kemana semuanya pergi
Apa cuma aku yang merasa seperti ini?~Aan Apriansyah~
***
Aan memang sedang pingsan namun tak sepenuhnya pingsan. Remaja itu masih sempat mendengar ucapan Abdul yang tentu saja selalu menyakiti hatinya. Keringat yang perlahan mengalir ke lehernya membuat luka lecet itu semakin perih. Aan mencoba untuk bangun. Namun, jangankan untuk terbangun mengedipkan kelopak matanya saja terasa susah.
"Mengapa Ayah menolongku?" Aan membatin. Napas Aan yang tadinya sesak kini sedikit membaik.
Dari dulu Aan menginginkan pelukan Abdul dan baru kali ini Aan mendapatkannya. Namun, dalam keadaan yang buruk sehingga Aan tak mampu memeluk balik Abdul. Apakah Aan harus terluka dulu untuk dapatkan pelukan dari Abdul? Tapi, bukannya Abdul yang biasa membuatnya terluka. Aan terus kepikiran hingga kesadarannya hilang. Aan terlelap dengan rasa perih di hati dan raganya.
***
Abdul yang keluar dari rumah pergi menghampiri Sari dan Aisah. Pria tersebut mengambil rokok yang dipegang Sari dan tak berucap sepatah katapun. Sari yang ingin bertanya mengurungkan niat saat melihat ekspresi Abdul yang sedang tak baik. Pria tersebut berjalan begitu cepat tanpa memedulikan teriakan Aisah yang terus memanggil ayahnya.
Sari teringat sesuatu. Gadis itu segera menarik tangan Aisah menuju rumah. Sari merasa takut, sebab terakhir kali Sari meninggalkan Aan di rumah dia merasa ada yang salah. Aisah yang ditarik hanya mengikut sambil menenteng sekantung makanan ringan kesukaannya. Sempat beberapa kali Aisah bertanya namun tak dijawab jelas oleh Sari. Azan magrib pun telah berkumandang sejak tadi.
Tanpa mengucapkan salam Sari segera masuk ke rumah dan langsung menuju kamar Aan. Sedangkan Aisah sibuk membongkar jajannya di tengah rumah.
"Aan?" panggil Sari yang tengah berdiri di pintu masuk kamar Aan. Tak ada jawaban dari remaja tersebut. Dipandangnya Aan yang tertidur pulas, Sari bernapas lega. Tanpa rasa curiga Sari keluar dari kamar dan mengatakan pada Aisah agar tak membuat suara gaduh. Sari beranggapan kalau Aan sangat membutuhkan istirahat sejenak. Gadis itu tak tahu bahwa adiknya tersebut hampir saja mati.
Sehari lagi menuju lebaran. Biasanya Sari sudah membuat kue bersama ibunya. Namun kali ini mereka semua harus menelan pahitnya kehidupan. Sitti tak lagi ada. Sari sangatlah rindu begitupun Aisah yang mengigau setiap malam memanggil Sitti. Kemudian Sari pergi mengambil air wudu untuk salat magrib. Gadis itu tahu kalau Aan seringkali meninggalkan salat padahal biasanya Aan lah yang mengajak mereka salat. Setelah berwudu Sari berniat membangunkan Aan salat. Bagaiamanapun Sari harus bisa mengajarkan semua pesan dari Sitti. Semua rahasia tentang keluarga mereka hanya Sari yang tahu. Kadang dia ingin sekali bercerita pada Aan namun semuanya terhenti mengingat perkataan Sitti semasa di rumah sakit bahwa semuanya boleh aku katakan saat ulang tahun Aan yang ke-14. Tentang mengapa Aan tak diterima oleh Abdul dan tentang mengapa Aan selalu dikatakan anak haram.
Sari menatap wajah Aan. Meneliti setiap inci dari wajah adiknya. Sari tersadar saat melihat luka lecet di leher Aan. Di tambah lagi sebuah tali nilon yang berada di sampingnya. Sari melotot tak percaya.
Baru saja Sari ingin menyentuh Aan. Tiba-tiba remaja itu terbangun dengan sendirinya. Wajahnya masih pucat serta matanya yang sayu membuat Aan terlihat sangat memprihatinkan. Sari tiba-tiba menangis. Tanpa sebuah penjelasan Sari tahu apa yang telah terjadi. Sari langsung memeluk Aan dengan erat. Aan tak merespon sama sekali. Tidurnya tadi hanya mampu mengembalikan sedikit energinya yang telah terkuras begitu banyak. Perut Aan berbunyi menandakan bahwa remaja tersebut sangatlah kelaparan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Allah, Masihkah Kau Bersamaku? [Telah Terbit]
SpiritüelBisa langsung cek shopee atau Dm TELAH TERBIT di Glorious Publisher [Real Story] [Challenge30GP] [Aan Story's] Diangkat dari kisah nyata Kisah seorang remaja yang berjuang untuk hidupnya. Untuk orang yang dikasihnya. Dia menjalani hidup dengan penu...