Dirgantara Wijaya adalah tutor privat Rena semasa SMP yang tiba-tiba menghilang dari Jakarta. 8 tahun kemudian keduanya bertemu di sudut kota Bandung.
Rena yang sekarang sudah punya Raymond sebagai pacarnya, kini dihadapkan kembali pada fakta bahwa...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
° _______________
SENANDUNG USANG. |
BAB XXV:
Mimpi Langit Kelabu
|
______________
"Hari itu... hujan juga, 'kan?"
Jika ada satu hal yang takkan pernah bisa seorang Neira Irena Putri lupakan tentang Dirgantara Wijaya, itu bukan tentang kedatangannya. amun ketika pria itu pergi dan meninggalkan semua kenangannya di hari itu.
Hari itu hujan mengguyur seisi Jakarta dengan kejam. Cakrawala yang tampak suram semakin lama semakin tidak masuk akal saja. Maksudnya, sudah 3 hari cuaca terus-terusan mendung dan menangis, dan sudah sejak hari Kamis juga Dirgantara tidak hadir untuk mengajar.
Tanpa pemberitahuan adalah pusat masalahnya di sini. Sama seperti hujan yang datang tanpa izin, Dirgantara tidak mengirim kabar mengapa dia absen. Jangankan Mama, pesan Rena juga tidak dihiraukan.
Sebenarnya ada apa gerangan?
Netra gadis itu sudah berkilat basah sejak semalam. Ini aneh. Dirgantara tidak pernah mengabaikannya. Apa Rena membuat kesalahan? Apakah Rena membuat kakak itu marah? Ataukah menyakitinya? Jika bukan semua itu, lantas apa? Kenapa dia pergi? Ataukah sesederhana orang itu tidak peduli lagi?
| Kak Tara, Rena sakit demam.
Rena menekan tombol kirim. Berbohong sedikit tidak apa-apa, kan? Suhu badannya baik-baik saja. Seraya menunggu balasan yang tak kunjung datang, dia mengirim satu pesan lagi.
| Mama nggak ada di rumah. Rena nggak bisa beli obat, Kak.
Kebiasaan gugup menyerang, gadis itu menggigiti jari kuku tangan dengan gelisah. Mendadak suara hening di ruang tamu seolah menyerang isi kepalanya yang berisik. Saking panik mendengar suara delusi berupa dentingan piring pecah dan alat-alat makan yang berjatuhan, gadis itu membuka semua saluran air di rumah, membiarkan suara aliran keran menyamarkan napasnya yang gemetar.
Dia tidak ingin menangis.
Kekosongan adalah momok bagi Neira.
Dan hanya Dirgantara yang membuat momok itu hilang.
Setelah merasakan kehadiran Dirgantara yang membawa hangat, gadis itu mana sudi kembali menerima dingin marmer luas di rumahnya, sendirian.
Setelah kehadiran Dirgantara yang membuat penjara rumahnya menjadi sedikit lebih baik, gadis itu tidak ingin terjerumus ke dalam kurungan penjara, lagi.
