BAB 5

33 6 0
                                    

Hari ini perlombaan bola basket dimulai dan semua terlihat sedang bersiap-siap. Mereka akan semaksimal mungkin bertanding agar bisa memberikan yang terbaik untuk sekolah ini. Latihan berminggu-minggu lamanya, semoga mendapat hasil yang memuaskan. Lima orang anak PMR yang ditunjuk untuk ikut perlombaan hari ini juga sudah siap, mereka sudah menunggu di samping mobil sekolah. Tak lama akhirnya anak-anak basket datang dengan kaus tim yang gagah, membuat siapa saja yang melihatnya terpesona. Bukan lebay, tapi kenyataannya memang begitu.

Fahlepi sebagai seorang ketua tim memimpin doa saat sebelum berangkat. Ia tak menyadari bahwa dari tadi ada yang sedang curi-curi pandang ke arahnya. Siapa lagi kalau bukan gadis tinggi ekspektasi, Zeline. Selesai berdoa mereka semua masuk ke dalam mobil. Tak disangka-sangka ternyata Fahlepi duduk di depan Zeline. Tidak apa-apa menurutnya, tapi apa-apa bagi gadis itu karena jantungnya jadi berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Argh, Fahlepi!

Keep calm, Zeline. Lo bisa buat terlihat baik-baik aja, ayo!

Setelah 15 menit akhirnya mereka semua sampai di SMA Bangsa, sekolah yang mengadakan perlombaan. Mereka semua turun dari mobil, melipir masuk ke ruang kelas yang sepertinya memang sudah disiapkan untuk mereka karena di kacanya terdapat selembar kertas yang bertuliskan 'SMA Maha Karya'.

"Jantung gue mau copot gilaaa!" ucap Zeline menajamkan eksperesinya mencoba memberitahu Hanna kalau keadannya sedang tidak baik-baik saja saat tadi di dalam mobil.

Hanna terkekeh pelan mendengarnya. "Nggak perlu dikasih tahu pun, gue udah tahu."

Ruangan sudah tinggal tersisa anak-anak PMR yang sebentar lagi juga akan terjun ke lapangan, karena sekitar lima menit lagi tim dari sekolahnya bermain.

[][][][][]

Baru saja, Kenzo, dari tim SMA Maha Karya memasukan bola ke dalam ring. Semua bersorak, anak-anak PMR dan juga beberapa siswa SMA Maha Karya yang bolos untuk menonton pertandingan ini. Ini sudah memasuki babak terakhir dan keadaan lapangan semakin padat. Semua bersorak tidak ingin kalah, pertandingan yang sengit.

Sejauh ini yang cedara baru Caesar, dia tersungkur secara tidak sengaja oleh tim lawan. Saras dan Rehan yang menanganinya, sisanya masih berjaga di lapangan.

"Masih perih, Kak?" tanya Saras kepada Caesar yang dibalas anggukan kepala oleh cowok itu.

"Ini, Sar, betadinenya," kata Rehan sembari menyodorkan.

"Makasih, Re."

Saras segera mengobati memar yang ada di siku dan lutut Caesar. Lukanya cowok itu terlihat biru lebam. Dari tadi kedengerannya juga dia meringis pelan, mungkin karena perih. Saat selesai mengobati, tatapan mereka berdua tak sengaja bertemu tapi sedetik kemudian Saras cepat-cepat membuang muka. Lalu dia bangkit yang berniat akan menyimpan kotak P3K tapi ternyata kakinya malah tersandung.

"Aw!"

"Kenapa, Sar?" tanya Rehan.

"Nggak apa-apa, cuma ke sandung."

"Makanya hati-hati." Tiba-tiba Caesar bercelutuk, membuat Saras monoleh dan mengangguk kikuk.

"Tandu! Tandu!"

Perhatian Saras, Caesar dan Rehan beralih pada Davit yang sedang membopong seseorang yang kelihatannya tak sadarkan diri. Di belakangnya diikuti oleh Hanna yang raut wajahnya terlihat cemas. Ke tiga orang yang pertama ada di sana bertanya-tanya, siapa yang di bopong oleh cowok bermanik mata hitam itu.

TITIK BALIK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang