BAB 13

26 5 0
                                    

SMA Maha Karya terlihat ramai sekali pagi ini. Beberapa orang tua siswa berlalu-lalang mencari kelas putra-putrinya. Sedangkan siswa yang lain sibuk sekali menyiapkan segala alat dan bahan untuk kegiatan bazar hari ini. Di samping deretan kelas 12 juga diadakan panggung kecil untuk siapa saja yang mau tampil. Sedang sisanya  cuma duduk dan menonton saja.

Hari ini juga sekaligus pembagian rapor. Hari yang mungkin bagi sebagian orang menjadi hari paling deg-degan. Semoga nilainya bagus, semoga bisa dapat peringkat, semoga tidak kena omel Ibu. Ya, rata-rata begitu yang bikin deg-degan. Tak terasa, satu semester sudah dilalui. Untuk semester yang akan datang bagi kelas 12 mungkin tidak lagi seperti semester-semester sebelumnya. Dan, mungkin ini kegiatan bazar terakhir yang mereka rasakan.

Waktu cepat sekali berlalu. Hal baik dan buruk kadang terjadi dalam satu waktu. Dan, pada akhirnya semua hal hanya akan jadi kenangan. Termasuk acara bazar ini, acara bazar termenyenangkan dan menyedihkan bagi gadis beriris mata coklat. Menyenangkan karena untuk pertama kalinya ia bisa mengikuti kegiatan ini. Yang menyedihkannya cuma perkara perasaan dan ekspektasinya saja. Sudahlah, mungkin kalian sudah bosan bacanya.

"Zel?" panggil seseorang dari belakang.

Zeline lalu menoleh dan mendapati Saras dengan jas osis yang disimpan di pergelangan tangan kanannya tak dilupakan juga pokat yang terpasang di kerah seragam gadis itu. Saras memang ditunjuk untuk jadi panitia di acara ini. "Hai! Sibuk, ya?" kata Zeline.

"Harusnya aku yang nanya. Maaf, ya, belum bisa bantun temen-temen yang lainnya juga." Saras mengerucutkan bibirnya. Sebenarnya ia merasa malu karena belum bisa membantu apa-apa untuk kelasnya. Tapi, ya mau bagaimana lagi, osis baginya terlalu berat kalau harus ditinggalkan. Yang ada nanti ia dimarahi Pak Ketua lagi, duh namanya siapa, ya?

Zeline tertawa singkat. "Nggak apa-apa kali, Sar. Kita di sini rame, kok."

Saras cuma nyengir dan matanya dengan tak sengaja menemukan teman osisnya yang tiba-tiba melambaikan tangan ke arahnya. "Eh, aku dipanggil dulu."

"Oh, ya udah sana!"

"By the way, nanti pulang bareng, ya, Zel," teriak Saras sebelum benar-benar pergi.

[][][][][]

Flashback on

Kang Fahlepi
Nggak, tapi, tadi cuma antar Ibu ke toko bunga.

Zeline
Oh iya-iya.

"Iya, aku tahu sebenarnya," lirih gadis itu.

Zeline
Kang Fahlepi udah tahu ya ....

Saat mengirim pesan itu, balasannya lama sekali membuat Zeline lagi-lagi melengkungkan bibirnya ke bawah. Sebal, lama-lama dibuat menunggu itu nggak enak, iya, kan? Apalagi dibuat menunggu sambil penasaran, rasanya mau hilang saja dari bumi.

Setengah jam kemudian akhirnya Fahlepi membalas. Bertepatan dengan itu Zeline baru sampai rumah.

Kang Fahlepi
Iya, hehe.

"HAH? CUMA GITU?"

"Sabar, Zeline, nggak boleh kesal."

Zeline
Kalau perasaan Kang Fahlepi sendiri?

Gila, nekat, malu, ah tidak tahu harus memakai diksi yang mana lagi. Jujur, sebenarnya ia ragu menanyakan pertanyaan itu. Sebenarnya ia juga tidak mau dan tidak berani senekat ini. Tapi, pesan yang terkirim memang sudah membuktikan kengebetan gadis itu. Santai sebentar kenapa, Zel.

TITIK BALIK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang