BAB 4

124 23 1
                                    

"Hayo loh!"

Lamunan Zeline buyar. Dia menengadahkan kepalanya, ternyata Saras pelakunya. "Ngagetin!"

Saras cuma nyengir sembari berkata, "Ya, maaf. Habisnya kamu ngelamun terus dari tadi. Kenapa, sih?"

Zeline menggelengkan kepalanya. "Nggak apa-apa kok."

Ya sudah, akhirnya Saras ikut duduk di samping Zeline. Ternyata jam kosong memang sangat menyenangkan dari pada libur. Guru matematika yang seharunya mengajar di kelas X IPA 1 sedang berhalangan untuk hadir. Hanya gurunya yang tidak hadir tapi tugasnya tetap mengalir.

"Gimana jadi anak osis di sini, Sar?" tanya Zeline sambil terkekeh.

"Parah, sih. Di SMA kegiatannya lebih padat dibanding SMP dulu, Zel."

"Oh, ya?"

Saras mengangguk-anggukan kepalanya. "Iya. Maag ku jadi sering kambuh."

"Punya penyakit maag juga?"

"Punyalah, dari semenjak ikut osis di SMP aja."

"Aku juga, Sar. Udah kronis."

"Kronis? Astaga, Zel! Ayo aku antar ke kantin, biar perut kamu nggak kosong."

Zeline tertawa pelan. Ada-ada saja teman barunya itu. Ya kali dia nurut diajak ke kantin sekarang. Lagi pula dia sudah makan, bahkan tadi juga minum jus dengannya. Masa iya Saras lupa. "Nggak ah!"

"Tapi kamu udah makan, 'kan?"

"Udah, tadi juga kan minum jus bareng kamu."

Saras menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Iya, juga, ya. Kok dia bisa lupa, sih. Ah, ketahuan, deh sifat rusuhnya Saras.

"Anak osis perempuan pasti banyak yang suka Kang Fahlepi, ya, Sar?"

Saras menoleh kaget. "Banyak banget."

Zeline hanya tersenyum simpul mendengar jawaban Saras. Pasti, pasti banyak juga yang menyukai cowok itu. Pasti banyak juga yang berharap bisa memiliki hatinya. Pasti banyak juga yang sering dijatuhkan oleh ekspektasinya sendiri. Pasti itu. Tapi, kenapa harus Zeline salah satunya? Kenapa dari pertama kali melihat dia sudah menaruh hati sepenuhnya? Kenapa?

Kang Fahlepi, andai kamu tahu, di kelas X IPA 1 ada yang diam-diam sering mendoakanmu, sering berharap bisa dengan mudah meluluhkan hatimu dan juga sering menatapmu dari kejauhan. Kalau kamu tahu ternyata orangnya adalah yang meminjamkan bolpoinnya waktu MPLS tempo hari, kamu akan apa?

Berandai-andai tentang cowok itu memang tidak akan pernah ada habisnya. Di mana, kapan, dengan siapa, selalu saja begitu.

"Tuh kan! Melamun lagi."

"Nggak juga, ah."

"Udah tahu iya."

"Yaudah, iya."

"Kenapa nanya begitu, Zel?"

Sedetik kemudian gadis berambut sebahu itu salah tingkah. Takut Saras curiga kalau ternyata dia sedang mengulik informasi tentang Fahlepi.

TITIK BALIK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang