Menurut Zeline tak ada yang lebih meresahkan dari ini. Kenapa, sih, harus dia yang ikut. Cukuplah selama ini untuk diam-diam memandanginya dari kejauhan. Dia benar-benar tidak siap jika harus semakin meleleh dengan tingkah laku cowok itu. Sepanjang jalan di koridor dia terus memikirkan hal itu. Sampai sekarang pun sudah mendekati parkiran pikirannya masih tetap ke sana, tapi beberapa detik kemudian dia enyahkan juga semua. Dia berjalan dengan gobar hati, pandangannya kadang menunduk kadang celingak-celinguk.
Sampai akhirnya tepat di parkiran, matanya tak sengaja menangkap sosok yang selalu memenuhi isi kepalanya. Langkahnya berhenti, dia masih menatap tajam ke sana.
"Ya Tuhan .... " lirihnya.
Kenapa bisa dia sejatuh hati itu, sih, padanya?
Zeline menunduk dan kembali melanjutkan langkahnya untuk sampai di gerbang, menunggu jemputan dari sang kakak tersayang.
Kalau menatap cowok itu, hati Zeline seperti ditusuk-tusuk oleh jarum. Dia terlalu bungkam untuk bisa mengutarakan semua isi hatinya. Mau diutarakan tak berani, semakin dipendam justru semakin sakit. Ah, bingung. Itulah alasannya kenapa dia tidak ingin ikut saat perlombaan nanti.
Lima menit menunggu akhirnya kakaknya datang. Dia segera bergegas masuk mobil sebelum kembali melihat wajah cowok itu.
[][][][][]
"Kenapa?"
Yang ditanya menoleh. "Kenapa, apanya?
"Mukanya ditekuk begitu."
Zeline menghembuskan nafasnya berat. "Bingung, kak."
Lalu kemudian dia cerita pada Alesha. Dia ceritakan semuanya. Selain Gwen dan Hanna, yang lebih tahu tentang Zeline, ya pasti kakaknya. Alesha tahu adiknya itu jatuh hati pada ketua osis di sekolahnya. Alesha juga tahu adiknya itu cinta mati pada ketua osis di sekolahnya. Dan, Alesha juga tahu bahwa adiknya itu sulit memalingkan perasaannya pada yang lain. Alesha tahu semua itu.
Semenjak ditinggal kedua orang tua, mereka semakin menjadi kakak beradik yang saling mengasihi, yang saling perduli dan saling menyemangati satu sama lain. Ya, contohnya, seperti sekarang ini. Sebisa mungkin Alesha memotivasi Zeline, menyemangatinya lagi dan mendengarkan segala keluh kesahnya.
"Udah nggak apa-apa, kamu harus tetap ikut. Orang lain pasti nanti membutuhkan kamu dan teman-teman kamu juga. Jangan egois, jangan jadi manusia yang hanya memetingkan perasaannya sendiri. Ingat, Kei, demi nama baik esktra kulikuler kamu."
Yang dikatakan Alesha memang benar. Ini demi menjaga kekompakan eskulnya. Dia tidak boleh egois, dengan alasan tidak siap bertemu cowok itu. Ayolah Zeline, semangat, semangat, semangat!
"Ingat, kata Ayah juga, sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain." Alesha mengembangkan senyumnya sembari mengelus rambut Zeline.
Zeline ikut tersenyum, senyuman yang terlihat getir. "Jadi kangen Ayah sama Bunda."
[][][][][]
"Ayah ... , Bunda .... "
Gadis itu, gadis lima tahun lalu yang merasa dunianya sudah hancur kini bertekuk lutut di samping nisan kedua orang tuanya, ditemani kakaknya juga. Tangisnya pun pecah lagi kali ini. Dari tadi saat selesai membacakan surat yasin dia sebisa mungkin menahan agar air matanya tak jatuh. Tapi pertahanannya runtuh. Tetap saja cairan bening itu luluh.
Semenyakitkan ini ternyata rasanya ditinggal kedua orang tua.
Telapak tangannya dia gunakan mengelus nisan kedua orang tuanya bergantian. Sedang kakaknya yang menaburkan bunga mawar di atas makam kedua orang tuanya. Zeline dari tadi terus bermonolog. Dia menceritakan bagaimana perjuangannya dia bangkit setelah jatuh sejatuh-jatuhnya ditinggal mereka. Dia juga menceritakan tentang Alesha yang benar-benar menjaganya sampai detik ini. Dan dari mulutnya gadis itu terus berlirih, "Kangen. Zeline kangen, Bun, Yah."
KAMU SEDANG MEMBACA
TITIK BALIK
Teen FictionTernyata tak mudah mendapatkan hati seseorang yang juga disukai banyak orang. Herannya dari ratusan siswa di sekolahnya, mengapa hanya ketua osisnya itu yang dia cintai. Dia sendiri bahkan tidak mengerti, mengapa hatinya bisa sejatuh itu padanya. D...