BAB 7

37 6 0
                                    

Sinar matahari pagi masuk diantara celah gorden yang berhasil membangunkan seseorang yang kelihatannya keadaannya sudah mulai membaik. Matanya menyapu sekeliling dan menemukan kakaknya yang masih tertidur di sofa. Hatinya terenyuh melihatnya, ia tahu pasti kakaknya capek sekali. Pulang kerja dan langsung menemaninya di rumah sakit. Ia beranjak secara perlahan, membuka gorden dan pas sekali cahayanya menusuk kulit wajahnya yang putih itu. Kemudian ia kembali membaringkan tubuhnya di atas tilam rumah sakit. 

Ia menarik napas dalam-dalam dan menemukan ponselnya yang ada di atas nakas di sebelahnya. Diambilah ponsel itu, ternyata ia lupa mematikan data seluler seharian kemarin sampai saat ini. Alhasil, banyak notif yang masuk secara beruntun. Tapi, hanya satu yang sukses membuat matanya membulat, direct messages dari ... Fahlepi.

jaasinadhitama Assalamualaikum. Zeline, ya? Saya Fahlepi yang siang tadi nggak sengaja melempar bola basket ke arah kamu. Gimana sekarang keadaannya? Maafin saya, ya.

"Astaga! Ternyata dia pelakunya!" Zeline menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. Sesekali ia juga mesem, pagi-pagi sudah dapat notif menyenangkan saja. Kalian pikir Zeline marah? Ya, tidaklah! Ia malah senang tahu. Ia rasa luka lebamnya itu sudah pulih sepenuhnya karena mendapat obat pesan dari yang disayang. Duh, dasar!

Kemudian tangannya dengan lihai mengetik balasan pesan untuk cowok itu.

zel.zakei Waalaikumsalam. Iya nggak apa-apa, sekarang udah lumayan membaik, Alhamdulillah.

Disimpanya kembali ponsel itu di atas nakas dan ia baru menyadari ternyata ... dari tadi Alesha sudah bangun dan sedang memperhatikannya. Ia cuma nyengir dan kakaknya mengangkat alisnya sebelah, pagi-pagi sudah dibuat heran oleh adiknya yang sedang sakit itu. "Kenapa, sih? Dapat pesan dari siapa? Senyum-senyum sendiri begitu."

"Kang Fahlepi, Kak!"

Alesha terkekeh. "Serius? Sepagi ini sudah dapat pesan dari doi?"

"Sebenarnya dari malem chatnya, baru Kei baca barusan."

"Apa katanya? Mau jenguk kamu?"

"Ck, bukan. Dia minta maaf karena ... dia yang udah lempar bolanya nggak sengaja ke arah Kei."

"Astaga! Fahlepi, Fahlepi." Alesha menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. Lalu ia bangun dan ke kamar mandi. Sebelum ke kamar mandi ia bertanya, "Sekarang masih perih perutnya, Kei?"

"Udah nggak, kok, Kak."

"Syukur kalau gitu."

Lalu Alesha melenggang ke kamar mandi dan Zeline kembali bereuforia.

[][][][][]

"Demi apa?!"

Hanna dan Gwen berbarengan membulatkan matanya saat mendengar cerita dari Zeline. Cerita yang mana lagi kalau bukan tentang Fahlepi. Mereka berdua yang pasti ikut senang  mendengarnya. Perlahan-lahan semoga bisa. Semoga bisa meluluhkan hatinya, semoga ada celah untuk bisa dekat dengannya, semoga, semoga dan semoga.

Kemudian kali ini Hanna yang bercerita bagaimana raut wajah bersalah dan khawatir Fahlepi kemarin. Zeline tertawa, tawa yang terdengar riang sekali. Ini kayaknya cuma Zeline, orang sakit tapi bisa sebahagia itu.

"Terus? Terus?"

"Ya udah, lo bangun dan bilang mau pulang. Dan, dengan waktu yang sama Kak Lesha datang karena gue kasih tahu dia lo pingsan. Mau dibawa pulang ke rumah, tapi jadi di sini."

TITIK BALIK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang