BAB 8

39 6 0
                                    

3 hari kemudian ....

Zeline sudah kembali bersekolah. Kali ini kelasnya sedang menunggu bel ganti pelajaran. Sambil menunggu, ia membaca cerpen karya A.A. Navis yang berjudul "Robohnya Surau Kami". Lima menit kemudian ia merasa suntuk, guru yang seharusnya sudah masuk jam pelajaran masih belum datang juga. Sampai akhirnya Gatan ---ketua kelas X IPA 1 memberi tahu kalau ternyata guru biologi yang seharusnya mengajar tidak akan masuk karena sedang sakit. Lagi-lagi jamkos.

Zeline dengan Saras sedang mengerjakan tugas yang tadi diberi Gatan. Mereka berdua memilih untuk mengerjakannya di luar, karena di dalam kelas gerahnya minta ampun. Lalu beberapa detik kemudian, mereka berdua mendengar pengumuman di speaker yang jaraknya tak jauh dari luar kelas mereka.

Assalamualaikum, mohon maaf kepada bapak dan ibu guru yang sedang mengajar di kelas, kami minta perhatiannya sebentar.
Innalillahi Wainaillaihi Rajiun.

Refleks Zeline menjatuhkan bolpoin yang sedang dipegangnya. Siapa yang meninggal, pikirnya.

Kami mendapat kabar duka bahwa teman seangkatan kalian, kakak kelas kalian yaitu yang bernama Fahlepi Jaasin Adhitama, ayahnya baru saja meninggal dunia. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran oleh Allah swt begitu pun dengan almarhum semoga meninggalnya dalam keadaan khusnul khatimah, diampuni segala dosa-dosanya dan diterima segala amal baik selama almarhum hidup di dunia. Al-fatihah ....

Sambil membacakan al-fatihah Zeline masih mematung, ia masih kaget mendengar pengumuman itu. Ia turut berduka cita sedalam-dalamnya yang pasti. Memang, ya, perihal umur semua orang tidak akan ada yang pernah tahu. Dan, maut datangnya tidak melihat ia tua atau muda, kaya atau miskin, sakit atau sehat. Jika sudah waktunya, manusia tidak bisa mengelak.

"Ini serius ayah kang Fahlepi yang ketua osis itu, Sar?"

"Iya, Zel."

"Ya Tuhan .... "

Zeline menundukan kepalanya, yang tak teras ternyata ia menangis. Ia jadi teringat kematian ayah dan bundanya tempo hari. Sekarang Fahlepi juga pasti mengerti, bagaimana sesaknya menahan rindu yang tak akan pernah menemukan titik temu. Kemudian dengan cepat ia menyeka air matanya supaya Saras tidak melihat kalau dia menangis.

"Anak osis pasti mau melayat kan?" tanya Zeline.

"Iya."

"Aku ikut."

[][][][][]

Hari ini adalah hari yang berkabung untuk laki-laki sederhana itu. Tidak hanya untuknya, untuk keluarganya pun juga. Suasana haru sejak pagi tadi terus menyelimuti rumah bercat abu-abu muda itu. Pada saat kejadian ia sedang berada di sekolah, lalu mendapat telepon dari sang ibu bahwa ayahnya sudah menghembuskan nafas terakhirnya pada jam delapan lewat lima pagi. Sungguh, ia langsung membisu mendengar kabar duka itu. Kemudian ia segera pulang diantar oleh kedua temannya. Yang tak lama diumumkan juga lewat speaker sekolah.

Diabetes melitus memang penyakit yang menggerogoti penderita secara perlahan, sama hal nya dengan kanker. Maka dari awal sebaiknya seseorang bisa meminimalisir prilaku gaya hidupnya, dimulai dari makanan. Penderita bisa sampai meninggal dunia juga bisa jadi karena gaya hidupnya tidak terjaga. Apa pun ia makan, apalagi dengan makanan atau minuman yang mengandung banyak gula.

Laki-laki itu masih dengan seragamnya, di samping jasad ayah tercinta ia membacakan surat yasin. Perasaan sendu sekaligus menyesal beradu menjadi satu. Ternyata, senyuman ayahnya pagi tadi saat sebelum berangkat sekolah adalah senyuman terakhir yang Fahlepi lihat. Untuk selamanya mungkin ia tidak akan pernah menemukan senyum tulus itu lagi. Ia terus meneteskan air mata, benteng yang ia buat agar cairan bening itu tidak luruh ternyata masih rapuh.

TITIK BALIK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang